skip to main | skip to sidebar

YESUS JURUSELAMATMU

Sabtu, 16 April 2011

JESUS ADALAH JALAN KEBENARAN DAN HIDUP





Yohanes 14

TB
(Terjemahan Baru)
Fungsi: (JJ), (++), (+), (-), (--), (1), (In).
Versi/Alat: [B], [F], [L], [St], [3], [2] || [J], [P], [R], [To] || (M), (S), (L), ©.
Ayat-ayat: 14:1, 14:2, 14:3, 14:4, 14:5, 14:6, 14:7, 14:8, 14:9, 14:10, 14:11, 14:12, 14:13, 14:14, 14:15, 14:16, 14:17, 14:18, 14:19, 14:20, 14:21, 14:22, 14:23, 14:24, 14:25, 14:26, 14:27, 14:28, 14:29, 14:30, 14:31.

Diposting oleh YESUS JURUSELAMATMU di 01.26
Label: FIRMAN TUHAN selalu menyegarkan
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Arsip Blog

  • ►  2012 (1)
    • ►  September (1)
  • ▼  2011 (1)
    • ▼  April (1)
      • JESUS ADALAH JALAN KEBENARAN DAN HIDUP
  • ►  2009 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2008 (3)
    • ►  Juli (3)

  • http://www.in-christ.net/keunikan_gelar_yesus_sebagai_anak_allah_dan_anak_manusia
  • http://www.grii-andhika.org/strisa/stris_mkterm_2000.htm
  • http://www.sabda.org/pustaka/index.htm
  • http://www.glorianet.org/
  • http://www.bahana-magazine.com/
  • http://www.perkantasjkt.org/Link.asp
  • http://www.gotquestions.org/Indonesia/Alkitab-Firman-Tuhan.html
  • http://www.ibs.org/niv/
  • http://www.gandummas.com/buku_teks/katalog_a/apologetika_1.htm

mau kuliah THEOLOGY ini websitenya

  • http://www.saatsem.org/
  • http://sttiman.org/dosen.php
  • http://www.sttrii.com/
  • http://www.iftk-jaffray.com/

Link ke http://c3i.sabda.org (situs Konseling)



What's New

Formulir Konseling

Beritahu Teman

Formulir Berlangganan e-Konsel

Kategori Bahan C3I

- Anak/Parenting (96)
- Remaja/Pemuda (21)
- Keluarga (67)
- Pranikah/Pernikahan (67)
- Perceraian (6)
- Pendidikan Konseling (24)
- Pekerjaan/Karier (10)
- Komunikasi (8)
- Karakter/Kepribadian (42)
- Pelayanan/Gereja (34)
- Masalah Hidup (129)
- Masalah Rohani (58)

e-Konsel

  • Tahun 2008
    • Tahun 2008




    • No. 167, Menangani Anak Sulit Membaca




    • No. 166, Konflik Antara Orang Tua dan Anak




    • No. 165, Konflik Antara Mertua dan Menantu




    • No. 164, Masalah Tidak Percaya Diri




    • No. 163, Masalah Rendahnya Harga Diri




    • No. 162, Anak dan Internet




    • No.160, Konseling bagi Korban Bencanan Bencana




    • No. 161, Anak dan Video Games




    • No.159, Konseling dalam Kelompok




    • No.158, Mengampuni Diri Sendiri




    • No.157, Mengampuni Orang Lain




    • No.156, Mengolah Emosi




    • No.155, Mengendalikan Emosi




    • No.154, Cinta Pertama




    • No.153, Patah Hati




    • No.152, Taat Melaksanakan Kehendak Tuhan




    • No.151, Mencari Kehendak Tuhan bagi Hidup Kita




  • Tahun 2007
    • Tahun 2007




    • No.150, Renungan Natal




    • No.149, Kesaksian Natal




    • No.148, Memahami Pemuda




    • No.147, Memahami Remaja




    • No.146, Tanggung Jawab dalam Keluarga




    • No.145, Komunikasi dalam Keluarga




    • No.144, Konseling Bagi Penyandang Cacat Tubuh




    • No.143, Puber II




    • No.142, Harta Kekayaan




    • No.141, Kemiskinan




    • No.140, Hipnotis




    • No.139, Okultisme




    • No.138, Dampak Negatif Media Terhadap Anak




    • No.137, Pola Mendidik Anak dalam Keluarga Kristen




    • No.136, Memulihkan Trauma Akibat Kekerasan




    • No.135, Memulihkan Trauma karena Perkosaan




    • No.134, Bertekun Melalui Tragedi




    • No.133, PASKAH




    • No.132, Kecanduan Kerja




    • No.131, Memilih Pekerjaan




    • No.130, Tatkala Tidak Direstui Orang Tua




    • No.128, Mendampingi Para Lanjut Usia




    • No.127, Para Lanjut Usia




  • Tahun 2006
    • Tahun 2006




    • No.126, Sukacita Natal




    • No.125, Wanita Karier dan Keluarga




    • No.123, Mengatasi Kesedihan




    • No.122, Pertanyaan-Pertanyaan Tentang Konseling Alkitabiah




    • No.121, Karunia Roh Allah untuk Melayani




    • No.120, Panggilan untuk Melayani Tuhan




    • No.119, Bagaimana Mengambil Keputusan yang Sesuai dengan Kehendak Allah




    • No.118, Kehidupan Melajang




    • No.117, Musik untuk Sarana Konseling




    • No.116, Menolong Anak Korban Perceraian




    • No.115, Makna Kehadiran Anak




    • No.114, Menumbuhkan Pengharapan Dalam Diri Konseli




    • No.113, Membangun Hubungan dengan Konseli




    • No.112, Kesetiaan dalam Pernikahan




    • No.111, Mengatasi Kesepian




    • No.110, Bunuh Diri




    • No.109, Aborsi




    • No.108, Memberi Pengajaran Melalui Konseling Alkitabiah




    • No.124, Dusta




    • No.107, Konselor & Kejenuhan




    • No.106, Orang Tua Tunggal




    • No.105, Mengasihi Orang Tua




    • No.104, Kehidupan Doa Dalam Keluarga




    • No.103, Ketaatan




  • Tahun 2005
    • Tahun 2005




    • No.102, Beristirahat Sejenak




    • No.101, Keseimbangan dalam Bekerja




    • No.100, Membangun Ibadah Keluarga




    • No.99, Gereja dan Pertumbuhan Rohani




    • No.98, Ulang Tahun e-Konsel 2005




    • No.97, Mengalahkan Pencobaan




    • No.96, Diubahkan Melalui Masalah




    • No.95, Perlukah Berhutang?




    • No.94, Mengatur Keuangan Keluarga




    • No.93, Berpoligami?




    • No.92, Kejenuhan dalam Pernikahan




    • No.91, Awas Autis!




    • No.90, Stres pada Anak




    • No.89, Kejujuran




    • No.88, Moralitas




    • No.87, Melawan Kekuatiran




    • No.86, Mengatasi Rasa Bersalah




    • No.85, Apakah Masturbasi itu Berdosa?




    • No.84, Homoseksual




    • No.83, Bebas dari Obat Terlarang




    • No.82, Dimenangkan dari Minuman Keras




    • No.81, Melayani Penderita Penyakit Terminal




    • No.80, Merawat Orang Sakit




    • No.79, Menjelang Pensiun




    • No.78, Paro Baya




  • Tahun 2004
    • Tahun 2004




    • No.77, Selamat Natal




    • No.76, Menyambut Natal




    • No.75, Kepribadian Konselor Kristen




    • No.74, Kerohanian Seorang Konselor




    • No.73, Pemuda dan Masalah-masalahnya




    • No.72, Pemuda Kristen




    • No.71, Seks Pra Nikah




    • No.70, Seks dalam Kehidupan Kristen




    • No.69, Hidup dalam Iman




    • No.68, Apakah Iman itu?




    • No.67, Mengelola Uang




    • No.66, Makna Uang Bagi Orang Kristen




    • No.65, Unsur-unsur Persahabatan




    • No.64, Persahabatan




    • No.63, Kepahitan




    • No.62, Kemarahan




    • No.61, Kebangunan Rohani




    • No.60, Arti Kematian dan Kebangkitan Kristus




    • No.59, Dosa yang Membelenggu




    • No.58, Manusia dan Dosa




    • No.57, Jodoh




    • No.56, Pacaran Secara Kristen




    • No.55, Kehilangan Pekerjaan




    • No.54, Pandangan Kristen tentang Pekerjaan




  • Tahun 2003
    • Tahun 2003




    • No.53, Natal




    • No.52, Pelayanan Kunjungan




    • No.51, Dekat dengan Allah




    • No.50, Hamba Tuhan dan Depresi




    • No.49, Edisi Khusus TELAGA




    • No.48, Masalah Remaja dan Orangtua




    • No.47, Kepribadian




    • No.46, Persiapan Sebagai Konselor




    • No.45, Perpisahan dengan Anak




    • No.44, Tugas Membimbing




    • No.43, Menghindari Perceraian




    • No.42, Peran Seorang Ayah




    • No.41, Proses Konseling




    • No.40, Pernikahan Bahagia




    • No.39, Konseling Pranikah




    • No.38, PASKAH




    • No.37, Konseling untuk Mereka yang Berduka (2)




    • No.36, Konseling untuk Mereka yang Berkabung (1)




    • No.35, Panggilan Melayani Tuhan




    • No.34, Jenis/Bentuk Konseling




    • No.33, Persahabatan Suami dan Istri




    • No.32, Gereja dan Pelayanan Konseling




    • No.31, Hidup dan Waktu




  • Tahun 2002
    • Tahun 2002




    • No.30, Natal - Cinta Kasih




    • No.29, Peran Ibu




    • No.28, Ketrampilan Konseling




    • No.27, Singleness




    • No.26, Pastoral Konseling




    • No.25, Stres




    • No.24, Penyebab Masalah Kejiwaan




    • No.23, Parenting




    • No.22, Konseling Krisis




    • No.21, Konflik dalam Pekerjaan




    • No.20, Konseling yang Baik




    • No.19, Komunikasi




    • No.18, Depresi




    • No.17, Ketidaksetiaan/Perselingkuhan




    • No.16, Peranan Roh Kudus dalam Konseling




    • No.15, Masalah Keluarga




    • No.14, Mengenal Masalah Kejiwaan




    • No.13, Kekeringan Rohani




    • No.12, Renungan Paskah




    • No.11, Menghadapi Kesulitan Hidup




    • No.10, Prinsip Konseling




    • No.9, Mencari Pasangan Hidup




    • No.8, Konseling yang Efektif




    • No.7, Siapakah Saya?




  • Tahun 2001
    • Tahun 2001




    • No.6, Natal




    • No.5, Peranan Gereja Lokal dalam Konseling




    • No.4, Makna Hidup




    • No.3, Konselor Kristen




    • No.2, Konseling Kristen




    • No.1, Visi, Misi, Tujuan C3I




Artikel Terbaru

  • Kesulitan Membaca
  • Kapan Anak Siap Belajar Membaca?
  • Kewalahan Menghadapi Anak
  • Pagar Antara Orang Tua dan Anak
  • Masalah-Masalah Disiplin
more

Navigation

  • Pos Terbaru
  • News aggregator
    • Categories
      • C3I




      • Indolead




      • PEPAK









    • Sources




Komentar Terbaru

  • untuk apa manusia itu diciptakan???
    Jeny Ruslim
    05/09/2008 - 23:33





  • Penyakit yang tidak diketahui
    Anonymous
    03/09/2008 - 04:56





  • Tidak dapat memaksa anak untuk patuh
    gresye
    01/09/2008 - 10:54





  • Artikel bagus nih
    anahoy
    20/08/2008 - 09:38





  • cuplikan Tanya-Jawab
    Anonymous
    06/08/2008 - 14:06





Beritahu Teman


Beritahu Teman

Layanan Lain

  • YLSA
  • Alamat
  • Situs

Situs-situs YLSA

Daftar Alamat Konseling


Daftar situs konseling

Pengguna

  • Online




  • Baru




There are currently 0 users and 25 guests online.
  • psdoto




  • mycson




  • Franciska Esty




  • tiberias




  • masagus




Links

YLSA
SABDA.org
Katalog
In-Christ.Net
Kontak Kami | Buku Tamu | Tentang Kami | Mitra | Ucapan Terima Kasih

C3I Online Book

Submitted by admin on Wed, 09/04/2003 - 00:00. Berikut ini adalah Online Book yang terdapat di situs C3I :
  • Kursus Pelayanan Pribadi
  • Buku Pegangan Pelayanan
  • 200 Topik Penting
  • Menjawab Pertanyaan Kontemporer
  • Ayat yang Tepat
  • Langkah-langkah Menuju Kemerdekaan
  • Info Untuk Lansia
Kursus Pelayanan Pribadi ›

Link ke http://www.ylsa.org/

http://www.ylsa.org/home

Gratis

Mei/Juni 2008 -- Gratis

Jika Sahabat dan Pendukung YLSA pernah menikmati program radio dari pelayanan Tegur Sapa Gembala Keluarga (TELAGA), kini TELAGA juga bisa Anda nikmati melalui fasilitas situs TELAGA. Berikut ini kami perkenalkan sajian artikel gratis di situs TELAGA. Kurang lebih ada 49 artikel tentang keluarga dan anak yang semoga dapat menambah informasi dan memberkati Sahabat dan Pendukung YLSA sekalian.

Dari Sahabat YLSA

  • Terimakasih YLSA
  • Sahabat Berbagi Bahan
  • YLSA Sampai di Papua
selebihnya

Milis Publikasi

  1. OpenDoors
  2. Kisah
  3. Bio-Kristi
  4. e-Leadership
  5. Berita SABDA
  6. e-Buku
  7. Berita PESTA
  8. Berita YLSA
  9. e-Penulis
  10. e-Humor
  11. e-Konsel
  12. 40 Hari Doa
  13. e-BinaAnak
  14. e-Reformed
  15. e-JEMMi
  16. ICW
  17. e-Santapan Harian
  18. e-Renungan Harian

Temukan di Alkitab

Cari Kata(-kata)



Cari Ayat



http://sabdaweb.sabda.org/

  • http://www.sbc.edu.sg/



Mengenai Saya

YESUS JURUSELAMATMU
Lihat profil lengkapku






 

International Bible Society

International Bible Society Gift Planning

HomeWho We AreNews and Articles
GiftLegacy Front PageWashington HotlineFinancesCalculatorsWeekly ArticleSavvy SeniorCreate Your PlanReading RoomDonor eNewsletter
Donor Advised FundBiblical StewardshipEstate PlanningGift Application [pdf]Contact Us

Changing Lives Through Planned Gifts

Create your legacy …

Leave a lasting impact …

Put God’s Word into the hands of people around the world for generations to come.

Welcome to International Bible Society Ministry Foundation. Our goal is to help you partner with International Bible Society in ways that are financially beneficial to you, and more importantly, beneficial to the kingdom of God.

For more information on giving opportunities, please call us toll-free at 1-800-448-0456 or click here to contact us.

Download the Gift Application Gift Application



International Bible Society Gift Planning © 2008. All Rights Reserved. Privacy Policy | Terms of Use | Contact Us




KE UNIKAN ALKITAB

I. Keunikan Alkitab


Bagian 1 : Pendahuluan Keunikan Alkitab


Ungkapan seperti berikut ini terdengar berulang kali, layaknya piringan yang sudah tergores, “Wah, Anda tidak membaca Alkitab, bukan?” Kadangkala ungkapannya agak lain, “Lho, Alkitab hanyalah sebuah buku yang lain; Anda seharusnya membacanya . . . dsb.” Ada mahasiswa yang merasa bangga karena Alkitabnya terletak pada rak buku di antara buku- bukunya yang lain, mungkin berdebu, tidak pernah dibaca, namun kenyataannya bahwa Alkitab itu ada di sana bersama dengan “buku-buku hebat” lainnya.

Lalu ada juga dosen yang menghina Alkitab di hadapan para mahasiswanya dan menertawakan gagasan untuk membacanya, apa lagi untuk menyimpannya di dalam perpustakaan.

Pertanyaan-pertanyaan dan pengamatan di atas sangat mengganggu pikiran saya ketika, sebagai seorang yang belum percaya, saya berusaha untuk menyanggah keyakinan bahwa Alkitab itu Firman Allah kepada manusia. Pada akhirnya, saya sampai pada kesimpulan bahwa semuanya itu hanyalah ungkapan usang berdasarkan pandangan orang, baik pria maupun wanita, yang dipengaruhi oleh kecenderungan, prasangka atau keterbatasan pengetahuan mereka karena kurang membaca.

Alkitab seharusnya ada di tempat teratas pada rak buku, tanpa ada yang mendampinginya. Alkitab itu “unik.” Memang demikian! Gagasan-gagasan yang saya gumuli untuk mendefinisikan Alkitab terangkum dengan satu kata “unik.”

Tentu dalam pikiran Webster terlintas gagasan “Kitab di atas segala kitab” itu ketika ia memformulasikan definisi kata “unique”: “1. One and only; single; sole. 2. different from all others; having no like or equal.” (1. Hanya satu-satunya; sendiri; tunggal. 2. berbeda dari semua yang lain; tidak ada yang sama atau setara).


II. Profesor M. Montiero-Williams, mantan dosen Sansekerta di Boden, yang menggunakan masa 42 tahun untuk mempelajari kitab-kitab Timur, ketika membandingkan semuanya itu dengan Alkitab berkata:




“Susunlah kitab-kitab itu, jika Saudara mau, pada sebelah kiri di atas meja belajar Saudara; tetapi letakkan Alkitab Saudara di sebelah kanan – sendiri, tanpa didampingi yang lain – dengan jarak yang lebar di antara keduanya. Karena, . . . ada jurang di antara Alkitab dengan yang disebut sebagai kitab-kitab suci dari Timur itu, dan jurang itu sungguh-sungguh memisahkan satu dari yang lain secara mutlak, tanpa dapat dipertemukan, dan untuk selamanya . . . suatu jurang pemisah yang demikian luas dan dalam sehingga tidak dapat dijembatani oleh ilmu pengetahuan agamawi yang manapun.”

Bagian 2 : Unik dalam Kesinambungan



Ditulis dalam kurun waktu lebih dari 1500 tahun.

Penulis pertama kitab-kitab Perjanjian Lama adalah Musa yang hidup pada sekitar tahun 1500 S.M. Sedangkan Yohanes adalah penulis terakhir bagian dari Kitab Perjanjian Baru (Injil Yohanes, surat-surat kiriman Yohanes dan surat Wahyu).


Ditulis dalam 40 generasi lebih.

Jika satu generasi diperhitungkan 40 tahun, maka paling kurang ada 40 generasi dalam kurun waktu lebih dari 1500 tahun itu.

Ditulis oleh lebih daripada 40 penulis dari setiap tataran kehidupan termasuk raja-raja, petani kecil, filsuf, nelayan, penyair, negarawan, cendekiawan, dsb.:

Musa adalah seorang tokoh politik yang terlatih di pelbagai universitas di Mesir.
Petrus adalah seorang nelayan.
Amos adalah seorang gembala.
Yosua memainkan peranan sebagai seorang jenderal militer.
Nehemia adalah pembawa cawan minuman raja dalam masa pembuangan di Persia.
Daniel adalah seorang perdana menteri.
Lukas penulis Injil dan kitab Kisah Para Rasul itu adalah seorang dokter.
Salomo penulis yang sangat berhikmat itu adalah seorang raja.
Matius penulis Injil itu adalah seorang pemungut cukai sehingga gaya tulisannya demikian rinci.
Paulus adalah seorang anggota Farisi. Demikianlah menyebutkan beberapa penulis sebagai contoh.

Ditulis di tempat yang berbeda-beda:

Bagian-bagian Alkitab itu tidak ditulis di satu tempat yang sama. Musa menulis sementara ia berada di padang belantara. Yeremia menulis kitabnya ketika ia berada dalam ruang tahanan. Daniel menulis kitabnya di dua tempat, di lereng perbukitan dan di istana. Paulus menulis surat-suratnya di balik dinding penjara, sementara lukas menulis Injil dan Kisah Para Rasul ketika sedang dalam perjalanan. Yohanes menulis Injil di Efesus dan surat-surat kirimannya serta kitab Wahyu ketika dalam pembuangannya di pulau Patmos. Penulis-penulis lainnya ada di tengah kancah peperangan.


Ditulis pada masa yang berbeda:

Masa penulisan tiap kitab berbeda satu dari lainnya. Daud menulis pada masa peperangan. Sedangkan Salomo menulis dalam masa damai.


Ditulis dalam suasana yang berbeda:

Kitab-kitab itupun ditulis dalam suasana yang berbeda-beda. Ada penulis yang menggoreskan penanya ketika ia ada di puncak sukacita yang dialaminya. Yang lain menulis dalam suasana yang penuh duka dan keputusasaan.


Ditulis di tiga benua:

Wilayah penulisan kitab-kitab yang terdapat dalam Alkitab itu meliputi Asia, Afrika dan Eropah.


Ditulis dalam tiga bahasa:

Ibrani adalah bahasa yang digunakan pada masa Perjanjian Lama. Dalam II Raja-raja 18:26-28 disebut sebagai “bahasa Yehuda” sementara dalam Yesaya 19:18 disebut “bahasa Kanaan.”

Bahasa Aram adalah “lingua franca” (bahasa pengantar) di kawasan Timur Dekat sampai dengan masa pemerintahan Iskandar Agung (abad ke-6 S.M. sampai dengan abad ke-4 M.)

sehingga beberapa bagian kitab Daniel yang mengandung pesan yang ditujukan kepada bangsa non-Yahudi ditulis dalam bahasa Aram.

Bahasa Yunani adalah bahasa Perjanjian Baru, yang merupakan bahasa internasional (dipakai dalam wilayah dengan batas-batas Spanyol sampai dengan India Barat dan Jerman Selatan sampai dengan Afrika Utara) pada masa Yesus Kristus melawat dan tinggal di tengah dunia.



Memuat ratusan topik kontroversial.

Topik kontroversial adalah topik yang akan menimbulkan pelbagai pendapat yang menentangnya ketika topik itu disebut atau dibicarakan. Para penulis kitab-kitab dalam Alkitab berbicara tentang ratusan topik kontroversial yang disertai keselarasan dan kesinambungan dari Kejadian sampai dengan Wahyu. Ada satu kisah yang dibeberkan: “Penebusan manusia oleh Allah.”

Geisler dan Nix mengungkapkannya sebagai berikut: “Sorga yang Hilang dalam Kejadian menjadi Sorga yang Ditemukan Kembali dalam Wahyu. Sementara gerbang menuju pohon kehidupan itu ditutup dalam kitab Kejadian, gerbang itu dibuka kembali untuk selamanya dalam kitab Wahyu.”

F. F. Bruce menuliskan pengamatannya: “Bagian tubuh manusia yang manapun dapat diuraikan dengan tepat hanya dalam hubungan dengan seluruh tubuh. Dan bagian Alkitab yang manapun dapat dijelaskan dengan tepat dalam hubungan dengan Alkitab secara keseluruhan.”

Bruce menyimpulkan: “Pada pandangan pertama, Alkitab nampak sebagai kumpulan sastera – terutama kesusasteraan Yahudi. Jika kita meneliti lingkungan demi lingkungan di mana pelbagai dokumen Alkitab itu ditulis, kita temukan bahwa dokumen-dokumen itu ditulis dalam masa yang berbeda-beda meliputi kurun waktu hampir 1400 tahun. Para penulis itu berkarya di pelbagai negeri, dari Itali di sebelah barat sampai dengan Mesopotamia dan mungkin Persia di sebelah timur. Para penulis itu sendiri adalah kelompok yang memiliki kepelbagaian, mereka tidak hanya saling terpisah ratusan tahun dan ratusan mil, namun mereka menjadi bagian dari tataran kehidupan yang sangat berbeda. Dalam hubungan dengan pangkat, kita memiliki raja, gembala, tentera, pembuat undang- undang, nelayan, negarawan, bangsawan, imam dan nabi, ulama Yahudi pembuat tenda dan tabib non-Yahudi, belum lagi tokoh-tokoh lain yang tidak kita kenal selain karya tulis yang mereka tinggalkan bagi kita itu. Karya tulis mereka sendiri tergolong pada jenis kesusasteraan yang sangat bervariasi. Jenis tersebut meliputi sejarah, hukum (sipil, pidana, etika, ibadah, kebersihan), sastera keagamaan, uraian pengajaran, prosa lirik, perumpamaan dan kiasan, biografi, surat-menyurat pribadi, riwayat hidup dan catatan pribadi, selain jenis khusus Alkitabiah yang disebut nubuat dan wahyu.”

“Karena untuk semua orang yang memandang Alkitab tidak semata-mata sebagai suatu antologi; ada kesatuan yang mengikat seluruh bagian Alkitab itu menjadi satu. Suatu
antologi dikumpulkan oleh seorang antolog, tetapi tidak ada seorang antolog pun yang telah mengumpulkan kitab-kitab itu menjadi Alkitab.”


Rangkuman kesinambungan Alkitab – perbandingan dengan Kitab-kitab Besar Dunia Barat.

Seorang yang mewakili Kitab-kitab Besar Dunia Barat datang ke rumah saya dalam rangka merekrut salesman untuk menjajakan seri buku yang mereka produksi. Ia membuka suatu bagan tentang seri Kitab-kitab Besar Dunia Barat. Ia pergunakan waktu lima menit untuk berbicara kepada kami tentang seri Kitab-kitab Besar Dunia Barat, dan kami menggunakan waktu satu setengah jam untuk memberitahukan kepadanya tentang Kitab Terbesar itu.

Saya menantangnya untuk memilih 10 saja di antara para penulis, semuanya dari lapisan masyarakat yang sama, satu generasi, satu tempat, satu masa, satu suasana, satu benua, satu bahasa dan hanya satu topik kontroversial (Alkitab berbicara tentang ratusan topik kontroversial yang memiliki keselarasan dan kecocokan).

Lalu saya bertanya kepadanya: “Apakah para penulis itu sefaham?” Ia berhenti sejenak lalu menjawab, “Tidak!” “Apa yang Saudara temukan?” saya menanyakan dengan nada tajam. Ia segera menjawab, “Hal yang campur aduk.”

Dua hari kemudian ia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan Yesus Kristus (yang menjadi tema Alkitab).
Mengapa terjadi seperti itu? Sederhana sekali! Siapa saja yang dengan tulus mencari kebenaran akan sekurang-kurangnya mempertimbangkan sebuah kitab yang memiliki persyaratan unik di atas.

Bagian 3 : Unik dalam Peredarannya & Unik dalam Penerjemahannya



A. UNIK DALAM PEREDARANNYA


Pada dasarnya saya mengutip angka-angka yang disiapkan oleh pelbagai Lembaga Alkitab saja. Angka-angka ini tersedia dalam Encyclopaedia Britannica, Encyclopaedia Americana, One Thousand Wonderful Things About the Bible (Pickering), All About the Bible (Collett), Protestant Christian Evidences (B. Ramm) dan A General Introduction to the Bible (Geisler and Nix).


Penerbitan Alkitab

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : s.d. th. 1804 (Britain Bible Society)
Jumlah Alkitab : 409,000,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1928 (Gideons of America)
Jumlah Alkitab : 965,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : (National Bible Society – Scotland)
Jumlah Alkitab : 88,070,068
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : (Dublin Bible Society)
Jumlah Alkitab : 6,987,961
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : (German Bible Society, 1927)
Jumlah Alkitab : 900,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1930
Jumlah Alkitab : 12,000,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : s.d. th. 1932
Jumlah Alkitab : 1,330,213,815
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1947
Jumlah Alkitab : 14,108,436
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1951
Jumlah Alkitab : 952,666
Jumlah Perjanjian Baru : 1,913,314
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : 13,135,965

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1955
Jumlah Alkitab : 25,393,161
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : 1950 - 1960 (setiap tahun)
Jumlah Alkitab : 3,037,898
Jumlah Perjanjian Baru : 3,223,986
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : 18,417,989

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1963
Jumlah Alkitab : 54,123,820
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1964 (American Bible Society)
Jumlah Alkitab : 1,665,559
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : Lain-lain
Jumlah Alkitab : 69,852,337
Jumlah Perjanjian Baru : 2,620,248
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : 39,856,207

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1965
Jumlah Alkitab : 76,953,369
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --

Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1966
Jumlah Alkitab : 87,398,961
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --


Alkitab telah dibaca oleh lebih banyak orang dan diterbitkan dalam lebih banyak bahasa dibandingkan dengan kitab-kitab lain. Lebih banyak jumlah eksemplar Alkitab secara lengkap, kitab demi kitab dan bagian-bagian tertentu yang telah dicetak dibandingkan dengan kitab lain yang manapun sepanjang sejarah. Ada orang-orang yang akan mendebatnya dengan mengatakan bahwa dalam bulan atau tahun yang dikhususkan ada kitab tertentu yang terjual lebih banyak. Tetapi, secara keseluruhan, secara mutlak tidak ada kitab yang mencapai atau mulai menyamai peredaran Kitab Suci. Kitab utama yang dicetak untuk pertama kali adalah Vulgata dalam bahasa Latin. Kitab itu dicetak di percetakan Gutenberg.

Hy Pickering mengatakan bahwa sekitar 30 tahun yang lalu, agar Lembaga Alkitab British dan Manca Negara dapat memenuhi tuntutan kebutuhan akan Alkitab, maka lembaga tersebut harus menerbitkan “satu eksemplar setiap tiga detik dengan bekerja siang malam; 22 eksemplar setiap menit dengan bekerja siang malam; 1,369 eksemplar setiap jam dengan bekerja siang malam; 32,876 eksemplar setiap hari dalam satu tahun itu. Dan sungguh-sungguh menarik untuk diketahui bahwa jumlah Alkitab yang menakjubkan ini disebarkan ke pelbagai bagian dunia dalam 4,583 kotak dengan berat keseluruhan 490 ton

The Cambridge History of the Bible mencatat: “Tidak ada kitab lain yang tercatat telah mendekati peredaran seperti peredaran Alkitab yang demikian mantap.”

Memang benar komentar para kritikus yang berbunyi: “Hal ini tidak membuktikan bahwa Alkitab itu Firman Allah!” Namun fakta ini menunjukkan bahwa Alkitab itu unik.



B. UNIK DALAM PENERJEMAHANNYA


Alkitab adalah salah satu dari kitab-kitab utama yang diterjemahkan ke dalam bahasa lain (Septuaginta: terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang dikerjakan pada tahun 250 S.M.)

Alkitab telah diterjemahkan dan diterjemahkan lagi serta diterjemahkan dengan ungkapan-ungkapan yang secara gramatikal tidak terikat kepada teks aslinya, tidak ada kitab lain yang telah mendapat perlakuan seperti itu.

Encyclopaedia Britannica mengatakan bahwa “pada tahun 1966 seluruh Alkitab telah ada . . . dalam 240 bahasa dan dialek . . . salah satu kitab atau lebih yang menjadi bagian Alkitab itu diterbitkan dalam 739 bahasa lain, sehingga jumlah penerbitannya ada dalam 1,280 bahasa.”

Ada 3,000 penerjemah Alkitab yang menerjemahkan Kitab Suci pada kurun waktu 1950-1960.

Berdasarkan fakta yang ada, Alkitab itu unik (“tidak ada duanya”) dalam hubungan dengan penerjemahannya


Bagian 4 : Unik dalam Ketahanannya




A. Bertahan terhadap masa.


Sebagai karya yang ditulis pada bahan yang dapat hancur, yang mengalami proses penyalinan berulang kali selama ratusan tahun sebelum mesin cetak dibuat oleh manusia, Alkitab tidak kehilangan gayanya, ketepatannya dan keberadaannya. Alkitab, jika dibandingkan dengan karya tulis kuno lainnya, mempunyai lebih banyak naskah yang berfungsi sebagai bukti daripada 10 karya tulis klasik lainnya dijadikan satu.

John Warwick Montgomery mengatakan bahwa “untuk menjadi orang yang bersikap skeptis terhadap teks kitab-kitab Perjanjian Baru yang telah dihasilkan berdasarkan temuan naskah-naskah kuno, berarti mengizinkan semua peninggalan klasik beralih ke dalam kegelapan, karena tidak ada dokumen kuno lain dari masa kuno yang mendapat pembuktian bibliografis seperti Perjanjian Baru.

Bernard Ramm memberikan ulasan tentang ketepatan dan jumlah naskah-naskah alkitabiah:
“Orang-orang Yahudi memeliharanya demikian berbeda dibandingkan dengan pemeliharaan naskah-naskah lain. Dengan massora (parva, magna dan finalis) mereka mengadakan penghitungan atas setiap huruf, sukukata, kata dan paragraf. Mereka mempunyai kelompok khusus pria di dalam budaya mereka yang mempunyai tugas satu-satunya memelihara dan menyalin dokumen-dokumen yang secara praktis dengan ketepatan yang sempurna – para ahli kitab, ahli hukum, massoret (penulis yang menyimpan catatan-catatan penelitian dan penjelasan tentang teks Ibrani Perjanjian Lama yang disebut Massora, red.). Siapakah yang pernah menghitung huruf-huruf, sukukata dan kata-kata Plato atau Aristoteles? Cicero atau Seneca?”

John Lea dalam bukunya berjudul The Greatest Book in the World (Kitab Teragung di Dunia) membandingkan Alkitab dengan karya-karya Shakespeare:
"Pada suatu artikel yang termuat dalam North American Review, seorang penulis mengadakan suatu perbandingan yang menarik antara karya-karya Shakespeare dengan Kitab Suci, Perbandingan ini menunjukkan bahwa kepada naskah-naskah alkitabiah harus diberikan perhatian yang lebih besar daripada kepada tulisan-tulisan lain. Bahkan ketika ada kesempatan yang lebih besar untuk memelihara teks yang benar dengan cara menyimpan naskah-naskah cetak daripada ketika semua naskah masih harus ditulis tangan. Ia berkata:
“’Nampaknya ganjil bahwa naskah Shakespeare, yang ada selama kurang dari dua ratus delapan tahun, demikian tidak pasti dan rusak dibandingkan dengan naskah-naskah Perjanjian Baru, yang sekarang berusia lebih dari delapan belas abad, yang selama hampir lima belas abad ada hanya dalam bentuk naskah. . . . Mungkin dengan perkecualian dua belas atau dua puluh saja, sejauh ini teks setiap ayat Perjanjian Baru dapat dikatakan tidak diperdebatkan lagi berdasarkan persetujuan umum para cendekiawan, sehingga perbedaan yang ada tentang suatu bagian dari teks berhubungan dengan penafsiran kata bukan berhubungan dengan keraguan terhadap kata-kata itu sendiri. Namun, pada setiap bagian dari ketigapuluh tujuh drama karya Shakespeare itu mungkin terdapat ratusan variasi teks yang masih tetap diperdebatkan, sebagian besar di antaranya sangat mempengaruhi arti kalimat-kalimat yang ada di dalamnya.’ ”




B. Bertahan terhadap usaha penghancuran


Alkitab telah bertahan dalam menghadapi serangan-serangan musuhnya yang demikian ganas, keganasan yang belum pernah dialami oleh buku lain. Banyak orang yang telah berusaha untuk membakarnya, melarang pengedarannya, dan “menyatakannya sebagai kejahatan dari sejak zaman kekaisaran Romawi sampai dengan pemerintahan negara-negara moderen yang dikuasai oleh orang-orang Komunis.”

Sidney Collett dalam bukunya berjudul All About the Bible (Apa Alkitab Itu Sebenarnya) mengatakan, “Voltaire, orang kafir berkebangsaan Perancis terkenal yang meninggal pada tahun 1778 itu, pernah mengatakan bahwa dalam masa seratus tahun dari sejak masa hidupnya, Kekristenan akan tersapu habis dan berubah menjadi sekadar sejarah. Tetapi apakah yang telah terjadi? Voltaire telah berubah, kini hanya sebagai sejarah, sementara peredaran Alkitab terus bertambah luas sampai hampir ke seluruh bagian dunia ini, dengan membawa berkat ke tempat-tempat yang menjadi tujuan Alkitab itu berkelana. Misalnya, Katedral Inggris di Zanzibar dibangun di atas tanah yang semula adalah tempat Pasar Perbudakan Kuno, dan Meja Perjamuan ada di tempat tiang untuk mengikat budak yang harus didera! Dunia penuh dengan hal-hal seperti itu. . . . Seperti yang dengan tepat dikatakan oleh seseorang, ‘Mungkin juga usaha untuk menghentikan peredaran Alkitab itu ibarat kita menempelkan pundak kita pada roda matahari yang menyala-nyala dan berusaha untuk menghentikan peredarannya yang membara itu.’ ”

Tentang kesombongan Voltaire atas penghapusan Kekristenan dan Alkitab dalam masa 100 tahun, Geisler dan Nix menunjukkan bahwa “hanya dalam waktu lima puluh tahun sesudah kematiannya Lembaga Alkitab Jenewa mempergunakan percetakan dan rumahnya untuk menerbitkan bertumpuk-tumpuk Alkitab.” SINDIRAN HISTORIS YANG LUAR BIASA!

Dalam tahun 303 M., Diocletian mengeluarkan ketetapan (Cambridge History of the Bible, Cambridge University Press, 1963) untuk melarang orang-orang Kristen melaksanakan ibadah mereka serta menghancurkan Kitab Suci mereka: “. . . surat kerajaan diumumkan di mana-mana, yang isinya adalah memerintahkan agar gedung-gedung gereja dihancurkan sama sekali dan Kitab Suci dibakar, serta mencanangkan bahwa mereka yang mempunyai kedudukan tinggi akan kehilangan semua hak kewarganegaraann mereka, sementara itu mereka yang tinggal di rumah, apabila mereka bersikeras untuk mempertahankan pengakuan iman Kristen mereka, maka mereka tidak akan diberi kebebasan lagi.”

Ironi historik surat perintah untuk menghancurkan Alkitab tersebut, menurut catatan Eusebius, adalah bahwa surat perintah yang dikeluarkan 25 tahun kemudian oleh Constantine, kaisar penerus Diocletian, menyatakan agar 50 eksemplar Kitab Suci disiapkan dengan biaya dari pemerintah.

Alkitab itu unik dalam ketahanannya. Hal ini tidak membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Namun fakta ini membuktikan bahwa Alkitab saja yang mampu bertahan di antara kitab-kitab lain. Siapapun yang sedang mencari kebenaran harus mempertimbangkan sebuah kitab yang mempunyai syarat-syarat unik di atas.

c. Bertahan terhadap kritikan


H. L. Hastings, sebagaimana dikutip oleh John W. Lea, memberikan ilustrasi demikian kuat tentang cara unik Alkitab untuk bertahan terhadap pelbagai serangan yang dilontarkan oleh kekafiran serta ketidakpercayaan:
“Orang-orang kafir selama seribu delapan ratus tahun telah berusaha untuk membantah kebenaran dan menggulingkan kitab ini, dan saat ini kitab ini masih berdiri tegak seperti batu karang. Peredarannya bertambah luas, dan saat ini lebih disayang dan lebih dihargai serta dibaca oleh lebih banyak orang dibanding pada masa-masa yang silam. Orang-orang kafir, dengan segala macam serangan mereka, telah menciptakan kesan tentang kitab ini seperti usaha seseorang yang berusaha menghancurkan Piramid-piramid di Mesir itu dengan sebuah palu untuk paku payung. Ketika raja Perancis menyarankan rencana penganiayaan terhadap orang-orang Kristen yang ada di kawasan kerajaannya, seorang negarawan dan pejuang tua berkata kepadanya, ‘Baginda, Gereja Allah adalah ibarat landasan besi yang telah menyebabkan banyak palu godam menjadi usang.’ Oleh karena itu, palu godam orang-orang kafir tak henti-hentinya menghantam kitab ini selama berabad-abad, namun ketika palu godam itu menjadi usang, landasan besi itu sendiri masih tetap berdiri tegar di tempatnya. Jika kitab ini bukan kitab dari Allah, maka manusia telah berhasil menghancurkannya sejak lama. Para maharaja dan paus, para raja dan imam-imam, para pangeran dan para penguasa telah berusaha sekeras tenaga untuk menghancurkannya; mereka telah sirna dan kitab itu masih tetap bugar.”

Bernard Ramm menambahkan: “Lebih dari seribu kali, lonceng kematian Alkitab telah dibunyikan, arak-arakan untuk pemakaman telah dibentuk, prasasti telah terukir pada batu nisan dan pengantar penguburan jenazah telah dibacakan. Namun, bagaimana pun juga jenazahnya tidak pernah terletak di dalam peti mati.

“Tidak ada kitab lain mengalami pukulan, pemotongan, penyaringan, penelitian dan penghinaan seperti Alkitab. Kitab apakah yang berkaitan dengan filsafat atau agama atau psikologi atau sastera kuno maupun moderen yang pernah mengalami serangan sehebat serangan terhadap Alkitab? dengan racun dan ketidakpercayaan seperti itu? dengan ketelitian dan pengetahuan yang demikian luas? atas setiap bab, kalimat dan prinsip?

“Alkitab masih disayang oleh jutaan orang, dibaca oleh jutaan orang, dan diselidiki oleh jutaan orang.”


Ungkapan yang biasa terdengar adalah “hasil-hasil yang pasti dari higher criticism [I/] (penelitian yang dilakukan atas Alkitab dengan tujuan mengokohkan fakta-fakta yang berhubungan dengan kepengarangan, tahun penulisan, juga penyediaan dasar untuk usaha penafsiran yang tepat),” namun sekarang para peneliti yang melakukan usaha tersebut telah berguguran di tepi jalur sejarah. Ambillah sebagai contoh, “Hipotesa Dokumenter.” Salah satu alasan dasar untuk pengembangan cara penelitiannya, selain pemakaian nama yang berbeda untuk menyebut Allah dalam kitab Kejadian, adalah bahwa Pentateukh (sebutan untuk kelima kitab pertama Perjanjian Lama) tidak mungkin telah ditulis oleh Musa seorang diri karena “hasil-hasil yang pasti dari[I] higher criticism” membuktikan bahwa tulis-menulis belum dikenal pada zaman Musa atau, andaikan ada pada zaman itu, kegiatan tulis-menulis itu dipakai sangat jarang. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Pentateukh itu adalah hasil karya tulis orang yang hidup jauh sesudah zaman Musa. Pikiran para peneliti itu terus berkembang: Penulis-penulis J, E, P, D adalah yang menyusun naskah-naskah itu menjadi satu. Para kritikus itu bahkan sampai pada pemikiran demikian jauh sehingga mereka membagi-bagi satu ayat kepada tiga pengarang. Mereka membentuk pelbagai struktur penelitian yang sangat besar. Untuk mempelajari lebih dalam Hipotesa Dokumenter, Saudara dapat membacanya dalam More EvidenceThat Demands a Verdict (terbitan Here’s Life Publishers, Inc.)

Namun kemudian, beberapa orang peneliti menemukan “batu peninggalan hitam.” Prasasti yang tertera padanya berbentuk seperti mata kapak, memuat hukum Hammurabi yang demikian rinci. Apakah prasasti ini peninggalan dari zaman sesudah Musa? Tidak! Batu prasasti itu dari zaman pra-Musa; tidak hanya demikian, tulisan itu mendahului karya tulis Musa paling kurang tiga abad. Yang menakjubkan adalah, batu prasasti itu diperkirakan berusia lebih tua daripada Musa, yang diduga sebagai orang primitif yang belum mempunyai abjad.

Sindiran historis yang luar biasa! Hipotesa Dokumenter masih bertahan kuat, namun banyak di antara dasar aslinya (“hasil-hasil pasti higher criticism”) telah terkikis dan terbukti salah. “Hasil-hasil pasti higher criticism” mengatakan bahwa pada zaman Abraham tidak ada bangsa yang disebut Het, karena tidak ada catatan tentang bangsa itu selain dalam Perjanjian Lama. Tentu itu hanya sebuah mitos. Wah, nampaknya salah lagi. Sebagai hasil penemuan usaha arkeologis, sekarang tersedia ratusan referensi yang secara serempak menyatakan bahwa kebudayaan Het dikenal keberadaannya selama 1200 tahun. Keterangan lebih lanjut dapat dibaca dalam buku More Evidence That Demands a Verdict oleh pengarang yang sama (Josh McDowell).

Earl Radmacher, presiden Western Conservative Baptist Seminary, mengutip Nelson Glueck (diucapkan Glek), yang pernah menjadi presiden Jewish Theological Seminary pada Hebrew Union College di Cincinnati dan salah seorang dari tiga arkeolog terbesar, ketika berkata: “Saya mendengarkannya (Glueck) ketika ia berada di Temple Emmanuel di Dallas, dan mukanya berubah agak kemerah-merahan sambil berkata, ‘Saya telah dituduh bahwa saya mengajarkan pewahyuan Kitab Suci secara lisan dan mutlak. Saya ingin agar tidak ada orang yang tidak memahami bahwa saya tidak pernah mengajarkan hal seperti itu. Apa yang pernah saya katakan adalah bahwa dalam semua penelitian arkeologis yang saya lakukan saya tidak pernah menemukan bahwa satupun dari benda-benda peninggalan purbakala itu yang bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Firman Allah.’ ”

Robert Dick Wilson, orang yang dapat berbicara dengan lancar dalam lebih dari 45 bahasa dan logat tertentu, sesudah mengadakan penelitian atas Perjanjian Lama sepanjang hidupnya, menyimpulkan:
“Dapat saya tambahkan bahwa sebagai hasil penelitian saya selama empat puluh lima tahun atas Alkitab telah senantiasa menuntun saya kepada iman yang lebih kokoh tentang kenyataan bahwa di dalam Perjanjian Lama kita miliki catatan historis yang benar tentang sejarah bangsa Israel.”

Alkitab itu unik dalam menghadapi kritikan-kritikan yang dilontarkan kepadanya. Tidak dijumpai adanya kitab seperti itu di dalam semua khazanah sastera. Orang yang sedang mencari kebenaran pasti akan mempertimbangkan sebuah kitab yang memiliki persyaratan-persyaratan di atas.


Bagian 5 : Unik dalam Pengajarannya & Unik Pengaruhnya Atas Kepustakaan



A. Unik dalam Pengajarannya


Nubuat :


Wilbur Smith, yang memiliki perpustakaan pribadi dengan kapasitas 25 ribu jilid buku, menyimpulkan bahwa “apapun yang dipikirkan oleh seseorang tentang otoritas dan pesan yang disajikan di dalam kitab yang kita namai Alkitab, ada persetujuan yang diterima di seluruh muka bumi bahwa dalam banyak hal, tidak hanya dalam satu hal, Alkitab adalah sebuah jilid kitab yang paling menarik yang pernah dihasilkan umat manusia dalam kurun waktu masa perkembangan karya sastera sekitar lima ribu tahun.

“Ini adalah satu-satunya jilid kitab yang pernah dihasilkan manusia, atau sekelompok manusia, yang di dalamnya ditemukan sekumpulan nubuat yang sangat besar yang berhubungan dengan bangsa-bangsa secara individu, tentang Israel, tentang semua bangsa di dunia, tentang kota-kota tertentu, dan tentang kedatangan Pribadi yang akan menjadi Mesias. Dunia kuno mempunyai banyak alat untuk menetapkan masa depan, yang dikenal sebagai ilmu ramal, namun tidak terdapat di dalam keseluruhan literatur Yunani dan Latin, walaupun mereka menggunakan kata nabi dan nubuat, kita tidak dapat menemukan nubuat khusus yang secara nyata berhubungan dengan peristiwa besar bersejarah yang akan terjadi dengan tenggang waktu lama, ataupun nubuatan tentang seorang Juruselamat yang akan bangkit di tengah umat manusia. . . .”




Sejarah :


Dari I Samuel sampai dengan II Tawarikh ditemukan sejarah bangsa Israel, yang meliputi kurun waktu sekitar lima abad. The Cambridge Ancient History, (Jilid 1, h. 222) mengatakan: “Memang bangsa Israel menyatakan kebolehannya dalam hubungan dengan penyusunan sejarah,dan Perjanjian Lama memuat dokumen penulisan sejarah tertua.”

Ahli arkheologi terkenal , Profesor Albright,mengawali karya tulis klasiknya yang berjudul The Biblical Period (Periode Waktu Alkitab) sebagai berikut:
“Tradisi bangsa Ibrani mengungguli tradisi bangsa-bangsa lain dalam hal memberikan gambaran yang jelas tentang asal-usul suku dan keluarga yang menjadi bagiannya. Di Mesir dan Babilonia, di Asyur dan Phoenicia, di Yunani dan Roma, kita tidak akan dapat menemukan sesuatu yang sebanding dengan itu. Tidak ada hal seperti tradisi itu di kalangan bangsa-bangsa Jermania (bangsa-bangsa yang tersebar di daratan Eropa). Demikian juga bangsa India maupun China tidak dapat menghasilkan sesuatu yang serupa itu, karena kenangan historis tertua mereka berupa peninggalan-peninggalan tradisi keturunan raja-raja yang sudah tidak terpelihara kebenarannya, tanpa ada jejak tentang gembala atau petani kecil yang melatar belakangi anak dewa atau raja yang menjadi awal dari catatan tentang mereka. Demikian juga di dalam tulisan-tulisan tertua sejarah bangsa India (Purana) atau di dalam sejarah Yunani tertua tidak ditemukan tanda tentang kenyataan bahwa kedua bangsa itu –Indo-Aryan dan Yunani– adalah pada mulanya bangsa pengembara yang kemudian beralih ke negeri mereka itu dari utara. Bangsa Asyur, secara pasti, hanya ingat dengan samar-samar bahwa penguasa-penguasa awal mereka, dengan nama-nama yang masih tetap mereka ingat namun tanpa dapat menyebutkan secara rinci perbuatan mereka, adalah orang-orang yang tinggal di tenda-tenda, namun dari mana asal mereka sudah lama terlupakan.

“Daftar Bangsa-bangsa” dalam Kejadian 10 adalah suatu catatan sejarah dengan ketepatan yang menakjubkan. Menurut Albright:“Catatan ini secara mutlak sangat menonjol di dalam literatur kuno tanpa ada yang menyamai sedikit pun bahkan di antara orang-orang Yunani. . . . ‘Daftar Bangsa-bangsa’ tetap merupakan dokumen yang sangat tepat. . . . (Itu) menunjukkan pemahaman yang sangat moderen tentang situasi etnik dan linguistik di dunia moderen, walaupun demikian rumit, sehingga para cendekiawan gagal untuk memperoleh kesan yang menakjubkan tentang pengetahuan sang penulis dalam hubungan dengan topik tersebut.”


Pribadi-pribadi

Lewis S. Chafer, pendiri dan mantan presiden Dallas Theological Seminary, mengungkapkan sebagai berikut: “Alkitab bukanlah sejenis kitab yang ditulis manusia seandainya ia dapat menulisnya, atau yang dapat ditulisnya seandainya ia mau menulisnya.” Alkitab menangani dosa tokoh-tokoh yang termuat di dalamnya dengan sangat terbuka. Bacalah buku-buku biografi modern, dan perhatikan bagaimana mereka berusaha menutupi,melupakan atau mengabaikan bagian yang kelam dari kehidupan manusia. Ambillah contoh pakar-pakar sastra besar, pada umumnya mereka dilukiskan sebagai orang-orang suci. Alkitab tidak melakukan hal seperti itu. Alkitab mengungkapkan segala sesuatu sesuai dengan apa adanya: Dosa-dosa bangsa Israel dikecam – Ulangan 9:24.
Dosa-dosa cikal-bakal bangsa Israel – Kejadian 12:11-13; 49:5-7
Para penginjil melukiskan kesalahan-kesalahan mereka sendiri dan kesalahan-kesalahan para rasul – Matius 8:10-26; 26:31-56; Markus 6:52; 8:18; Lukas 8:24-25; 9:40-45;Yohanes 10:6;16:32.
Kekacauan di gereja – 1 Korintus 1:11; 15:12; 2 Korintus 2:4; dsb.
Banyak orang akan berkata, “Mengapa mereka harus menuliskan dalam pasal itu tentang Daud dan Betseba?” Memang, Alkitab mempunyai kebiasaan untuk bertutur sesuai dengan apa adanya.



B. Unik Pengaruhnya Atas Kepustakaan di Sekitarnya


Cleland B. McAfee menulis di dalam The Greatest English Classic (Buku Klasik Inggris Terbesar): “Jika setiap Alkitab di dalam kota besar dihancurkan, semua bagian penting Kitab itu dapat ditulis kembali dengan menggunakan kutipan-kutipan yang tersedia pada rak-rak perpustakaan umum di kota itu. Banyak karya, meliputi hampir semua penulis sastra terkenal, yang dipersembahkan secara khusus untuk menunjukkan betapa besar pengaruh Alkitab terhadap mereka.”

Sejarawan Philip Schaff (The Person of Christ, American Tract Society, 1913) melukiskan dengan jelas keunikan Alkitab bersama dengan Juruselamat-nya: Yesus dari Nazaret ini, tanpa uang dan senjata, menaklukkan jutaan orang lebih banyak dibandingkan Iskandar Agung, Kaisar, Muhammad, dan Napoleon; tanpa ilmu pengetahuan dan pendidikan, Ia memberikan pengertian tentang banyak hal baik yang manusiawi maupun yang ilahi jika dibandingkan dengan usaha bersama semua filsuf dan cendekiawan; tanpa kefasihan yang diperoleh dari pelbagai sekolah, Ia mengungkapkan kata-kata kehidupan yang tiada taranya, baik sebelum ataupun sesudahnya, dan memberikan dampak di luar jangkauan orator atau pujangga; tanpa menuliskan sebuah kalimatpun, Ia menggerakkan lebih banyak pena untuk berkarya, dan menyediakan tema demi terciptanya lebih banyak khotbah, orasi,diskusi, berjilid-jilid buku berhikmat, karya seni, dan lagu-lagu pujian jika dibandingkan dengan seluruh tokoh besar baik dari zaman kuno maupun zaman moderen.”

Bernard Ramm menambahkan: “Ada demikian banyak hal yang sangat rumit dalam penelitian biografis yang tidak tertandingi dalam cabang ilmu atau bagian lain dari pengetahuan manusiawi. Dari Bapak-bapak Gereja zaman Rasul-rasul dari tahun 95 M. sampai dengan zaman moderen terbentuklah aliran sastera agung yang diinspirasi oleh Alkitab – kamus-kamus Alkitab, ensiklopedi Alkitab, leksikon Alkitab, atlas Alkitab, dan geografi Alkitab. Ini semua mungkin diterima sebagai suatu penggerak. Lalu secara acak, kita dapat menyebutkan bibliografi yang demikian besar jumlahnya, yang berhubungan dengan teologi, pendidikan agama, ilmu tentang puji-pujian,misi, bahasa alkitabiah, sejarah gereja, biografi religi, karya-karya ibadah, tafsiran, filsafat agama, bukti-bukti, apologetika, dan sebagainya. Nampaknya tak akan habis-habis jumlahnya.”

Kenneth Scott Latourette, mantan sejarawan Yale, berkata: “Inilah bukti keunggulan-Nya, tentang pengaruh yang dihasilkan-Nya atas sejarah dan agaknya, tentang rahasia yang membingungkan mengenai keberadaan-Nya karena tidak ada seorang lainpun yang pernah hidup di planet ini telah menyebabkan dihasilkannya literatur yang demikian banyak di antara demikian banyak bangsa dan bahasa, dan bahwa, tanpa pernah surut sedikitpun, samudera literatur itu terus meluap.”


Kesimpulan yang Jelas

Hal-hal di atas membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah, bagiku hal-hal itu membuktikan bahwa Alkitab itu unik (“berbeda dari kitab-kitab yang lain; tidak ada yang sama atau setara”).

Seorang dosen memberikan komentarnya kepada saya: “Jika Anda adalah seorang cendekiawan, Anda akan membaca sebuah kitab yang telah menarik lebih banyak perhatian dibandingkan kitab-kitab lain, jika Anda sedang berupaya untuk mencari kebenaran.”

CATATAN:
Alkitab adalah kitab agamawi pertama yang dibawa ke angkasa luar (dalam bentuk film mikro). Alkitab adalah kitab pertama yang dibaca yang menguraikan tentang asal mula bumi (para antariksawan membaca kitab Kejadian 1:1 – “Pada mulanya Allah . . .”). Pikirkan, Voltaire mengatakan bahwa Alkitab akan hilang dari peredarannya pada tahun 1850.
Alkitab adalah juga salah satu dari antara kitab-kitab termahal (jika bukan yang termahal). Alkitab Vulgata Berbahasa Latin dari Gutenberg terjual mencapai lebih dari $100,000. Orang-orang Rusia menjual Kodeks Sinaitikus (Alkitab dalam salah satu bentuk awalnya) ke Negara Inggris seharga $510,000.

Dan pada akhirnya, telegram terpanjang yang dikenal dunia adalah Alkitab Perjanjian Baru Revised Version (Versi yang Diperbaiki), dikirim dari New York ke Chicago.

Disalin dari :
http://www.greatcom.org/indonesian/apol ... _index.htm


BAGAIMANA ALKITAB DISIAPKAN

II. Bagaimana Alkitab Dipersiapkan?


Bagian 6 : Penyiapan Alkitab


Banyak orang telah mempertanyakan latar belakang Alkitab, pembagiannya dan materi yang dipakai untuk menghasilkannya. Bagian ini akan menolong Saudara untuk memahami penyusunan, dan saya rasa, akan memberikan kesadaran kepada para pembaca untuk memberikan penghargaan lebih besar kepada Firman Allah.



Bahan Tulis yang Dipakai dalam Penyiapan Kitab Suci


Papirus . Karena tidak dapat menyelamatkan banyak naskah kuno (yang dimaksudkan dengan naskah adalah lembaran Kitab Suci yang ditulis dengan tangan) pada dasarnya disebabkan oleh karena bahan yang dipakai menulis itu mudah rusak.

“Semua . . . tulisan tangan,” demikian tulisan F.F. Bruce, “telah lama hilang. Tidak mungkin terjadi yang sebaliknya, jika naskah-naskah itu ditulis pada papirus, karena (sebagaimana yang telah kita pahami) bahwa hanya dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus papirus dapat bertahan cukup lama.”

Kirsopp Lake menyatakan “sulit untuk menyangkali kesimpulan yang mengatakan bahwa para penulis biasanya menghancurkan lembaran-lembaran contoh mereka ketika mereka menyalin Kitab-kitab Suci.”

Bahan tulis kuno yang lazim dipakai adalah papirus, yang dibuat dari tanaman papirus. Rumput buluh halus ini banyak tumbuh di danau-danau yang dangkal dan sungai-sungai yang ada di kawasan Mesir dan Syria. Papirus ini dikirim dengan kapal laut dalam jumlah besar melalui pelabuhan Syria bernama Bublos. Diduga bahwa kata Yunani untuk buku (biblos) dibentuk dari nama pelabuhan ini. Kata “paper” dalam bahasa Inggris berasal dari kata Yunani papyrus.

The Cambridge History of the Bible memberikan catatan tentang bagaimana papirus dipersiapkan untuk menjadi bahan tulis: “Rumput buluh halus itu dicabut dan dibelah memanjang sehingga menjadi lembaran pipih sebelum dipukuli dan ditekan bersama untuk menjadi dua lapisan yang berposisi tegak lurus satu terhadap lainnya. Pada waktu sudah kering permukaannya yang keputih-putihan digosok dengan batu halus atau alat lain sejenisnya. Pliny menunjuk pada beberapa kualitas papirus, dan ditemukan bahwa ada variasi yang berhubungan dengan tebalnya maupun kualitas permukaannya sebelum zaman Kerajaan Baru (sejarah Mesir kuno tahun 1580-1058 S.M.) ketika lembaran-lembaran yang ada seringkali sangat tipis dan agak tembus cahaya."

Serpihan papirus tertua yang dikenal manusia diperkirakan berasal dari tahun 2400 S.M. Naskah-naskah paling awal tertulis di atas papirus, dan sulit untuk bertahan kecuali tersimpan di tempat kering seperti gurun pasir Mesir atau di gua-gua seperti Gua Qumran tempat ditemukannya Gulungan Laut Mati. Papirus dipakai secara populer sampai dengan kira-kira abad ketiga Masehi.


Perkamen . Nama ini diberikan pada “kulit domba, kambing, antilup dan binatang-binatang lain yang disamak.” Kulit ini “dicukur dan dikerok” agar dihasilkan bahan tulis yang lebih tahan lama.

F. F. Bruce menulis bahwa “kata ‘perkamen’ berasal dari nama kota Pergamum, di Asia Kecil, karena produksi bahan tulis ini pada suatu saat secara khusus dikaitkan dengan tempat tersebut.”


Vellum . Nama ini diberikan pada kulit anak sapi. Seringkali vellum ini dicelup pada bahan warna ungu. Beberapa di antara naskah yang kita miliki saat ini ada dalam bentuk vellum ungu. Tulisan pada vellum berwarna ini biasanya dibuat dari prada emas atau prada perak.

J. Harold Greenlee mengatakan bahwa gulungan kitab tertua yang dibuat dari kulit berasal dari sekitar tahun 1500 S.M.


Ostraka . Ini adalah bahan tembikar kasar yang pada umumnya dipakai oleh rakyat kecil. Istilah teknisnya adalah “serpihan tembikar” dan ditemukan dalam jumlah sangat besar di Mesir dan Palestina (Ayub 2:8).


Pen besi . Alat ini dipakai untuk mengukirkan tulisan pada batu.


Lempengan Tanah Liat dipahat dengan alat tulis tajam lalu dijemur untuk menghasilkan catatan tetap (Yeremia 17:13; Yehezkiel 4:1). Ini adalah yang termurah dan merupakan salah satu dari bahan tulis yang paling tahan lama.


Kayu Berlapis Lilin . Alat tulis dari besi tajam dipakai untuk mengukirkan tulisan pada papan kayu yang dilapisi dengan lilin.



Alat Tulis yang Dipakai dalam Penyiapan Kitab Suci


Pahat . Alat dari besi dengan ujung pipih untuk mengikis atau melubangi batu.

Alat Tulis (Stilus) Besi . “Alat bersisi tiga dengan ujung rata, stilus ini dipakai untuk membuat kesan pada lempengan tanah liat atau lempengan kayu berlapis lilin.”

Pen . Gelagah runcing “dibuat dari batang tanaman air (Juncus maritimis) sepanjang 6-16 inci, ujungnya dipotong rata dan pipih berbentuk pahat untuk menghasilkan goresan tebal dan tipis dengan menggunakan sisi lebar dan sisi tipisnya. Pena buluh ini dipakai dari awal milenium pertama di Mesopotamia tempat alat itu telah dipinjam, sementara gagasan tentang pena bulu berasal dari orang-orang Yunani pada abad ketiga S.M.” (Yeremia 8:8). Pena ini dipakai untuk menulis pada vellum, perkamen dan papirus.

Tinta biasanya adalah campuran antara “arang, getah dan air.”



Bentuk-bentuk Kuno Kitab Suci

Gulungan kitab

Gulungan kitab dibuat dengan cara merekat lempengan-lempengan papirus, lalu menggulung rangkaian lempengan ini pada sebuah batang penggulung dari kayu. Ukuran gulungan kitab ini terbatas karena kesulitan dalam penggunaan gulungan kitab itu. Tulisan biasanya hanya ditemukan pada salah satu sisi saja. Gulungan kitab yang bertulisan pada kedua sisinya disebut “Opisthograph” (Wahyu 5:1). Beberapa gulungan kitab berukuran panjang 144 kaki. Panjang rata-rata gulungan kitab adalah 20 sampai dengan 35 kaki. Tidak mengherankan bahwa Callimachus, ahli katalog profesional buku-buku pada perpustakaan Iskandaryah, berkata “buku yang besar sama dengan kesulitan besar.”



Kodeks atau Bentuk kitab

Untuk mempermudah dalam membaca dan memperkecil ukuran bahan bacaan, lempengan-lempengan papirus itu disusun dalam bentuk lembaran serta ditulisi pada kedua sisinya. Greenlee mengatakan bahwa Kekristenan telah menjadi alasan utama dalam perkembangan bahan bacaan ke dalam bentuk kodeks atau kitab itu. Penulis-penulis klasik menggoreskan pena mereka di atas gulungan papirus sampai sekitar abad ketiga Masehi.




Jenis-jenis Tulisan


Tulisan Uncial menggunakan huruf-huruf besar yang ditulis dengan pertimbangan yang dalam dan sangat berhati-hati. Tulisan ini dikenal sebagai “tulisan buku.” Vaticanus dan Sinaiticus adalah naskah dengan tulisan uncial.

Tulisan Minuscule (baca: minaskyul) adalah “tulisan dengan huruf-huruf kecil yang dirangkai satu dengan yang lain . . . diciptakan untuk menghasilkan buku.” Perubahan ini dimulai pada abad kesembilan Masehi.

Naskah-naskah Yunani ditulis tanpa ada jarak di antara satu kata dengan kata berikutnya. (Ibrani ditulis tanpa huruf hidup sampai dengan tahun 900 M. dengan hadirnya naskah-naskah Massoretis).

Bruce Metzger menjawab orang-orang yang berbicara tentang kesulitan yang ditimbulkan oleh teks yang tidak berjarak: “Tetapi, tidak harus dipikirkan bahwa hal-hal kabur seperti itu terjadi seringkali dalam bahasa Yunani. Dalam bahasa itu, memang itulah peraturannya, dengan sangat sedikit perkecualian, bahwa kata-kata Yunani asli dapat berakhir hanya dengan sebuah vokal (atau dengan diftong, vokal rangkap) atau di dalam salah satu dari ketiga huruf mati berikut ini: v, p, dan s (Nu, Rho dan Sigma). Selanjutnya, tidak seharusnya diduga bahwa scriptio continua menyebabkan kesulitan-kesulitan khusus dalam membaca, karena nampaknya telah menjadi kebiasaan zaman kuno bahwa orang membaca dengan suara nyaring, bahkan ketika si pembaca sedang seorang diri. Dengan demikian, walaupun tidak ditemukan jarak di antara kata-kata yang tertulis itu, dengan mengucapkan apa yang sedang dibacanya sendiri, suku kata demi suku kata, seseorang segera terbiasa untuk membaca scriptio continua.”



Pembagian Kitab Suci


Kitab-kitab
Berikut ini adalah susunan Perjanjian Lama berdasarkan pengkanonan Yahudi.

Hukum – (Torah)
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan

Para Nabi (Neviim)
Nabi-nabi Terdahulu
1. Yosua
2. Hakim-hakim
3. Samuel
4. Raja-raja

Nabi-nabi Kemudian
1. Yesaya
2. Yeremia
3. Yehezkiel
4. Dua Belas Nabi

Sastera – (Ketuvim [ Ibr.] atau Hagiografa [Yunani] )
A. Kitab Puisi
1. Mazmur
2. Amsal
3. Ayub

Lima Gulungan Kitab (Megilloth)
1. Kidung Agung
2. Rut
3. Ratapan
4. Ester
5. Pengkhotbah

Kitab-kitab Sejarah
1. Daniel
2. Ezra-Nehemia
3. Tawarikh



Pasal-pasal

Pembagian dilakukan pertama kali pada tahun 586 S.M. ketika Pentateukh dibagi ke dalam 154 kelompok (sedarim). Lima puluh tahun kemudian pembagian itu disederhanakan ke dalam 54 seksi (parashiyyoth) dan ke dalam 669 segmen lebih kecil lagi untuk mempermudah pencarian referensi. Ini dipergunakan dalam siklus pembacaan Alkitab dalam satu tahun.

Orang-orang Yunani membuat pembagian pada sekitar tahun 250 M. Sistem pembagian menurut pasal yang tertua berawal pada tahun 350 M. tercantum pada margin Kodeks Vaticanus. Geisler dan Nix menulis bahwa “baru pada abad ke-13 pembagian ke dalam seksi ini diubah . . . Stephen Langton, dosen Universitas Paris, yang kemudian menjadi Bisop Agung Canterbury, membagi Alkitab ke dalam pasal-pasal yang dipakai sampai zaman moderen ini.”



Ayat-ayat

Pada mulanya penunjuk-penunjuk ayat bervariasi dari jarak antar kata sampai dengan huruf atau angka. Penunjuk-penunjuk ayat itu secara universal tidak dipakai secara sistematik. Pembagian Alkitab berdasarkan ayat pertama-tama dibakukan sekitar tahun 900 M.

Vulgata dalam bahasa Latin adalah Alkitab pertama yang menggunakan pembagian ayat dan pasal, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru.

III. Kanon


Bagian 7 : Kanon Perjanjian Lama



Arti Kata Kanon


Kata kanon berasal dari akar kata “gelagah” (dalam bahasa Inggris cane; dalam bahasa Ibrani ganeh dan dalam bahasa Yunani kanon). “Gelagah” itu dipakai sebagai alat pengukur panjang dan pada akhirnya berarti “standar.”

Origen menggunakan kata “kanon untuk menyatakan apa yang kita sebut ‘hukum iman,’ patokan yang harus kita pakai untuk mengukur dan mengevaluasi . . .” Kemudian kata itu diartikan dengan “daftar” atau “indeks.” Kata “kanon” jika dipakai dalam hubungan dengan Kitab Suci berarti “daftar buku yang diterima secara resmi.”

Hal yang perlu diingat adalah bahwa gereja tidak menciptakan kanon atau buku-buku yang dimasukkan dalam sebuah buku yang kita sebut Kitab Suci. Sebaliknya, gereja mengakui bahwa buku-buku itu diwahyukan sejak semula. Kitab-kitab itu diwahyukan Allah pada saat kitab-kitab itu ditulis.
Kelayakan Buku Untuk Dikanonkan
Kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kriteria apa yang dipakai oleh gereja pada tahap awal untuk memilih kitab-kitab kanonik. Mungkin ada lima prinsip yang dipakai sebagai penuntun dalam menetapkan apakah sebuah kitab Perjanjian Baru bersifat kanonik atau bernilai sebagai Kitab Suci. Geisler dan Nix mencatat kelima prinsip ini:

Kitab itu harus berotoritas – apakah berasal dari tangan Allah? (Apakah kitab ini hadir dengan ungkapan “demikianlah Firman Allah” yang bersifat ilahi?)

Apakah berasal dari para nabi? – apakah ditulis oleh manusia utusan Allah?

Apakah kitab itu otentik? (Bapa-bapa Gereja berprinsip “jika meragukan, buang saja.” Hal ini menambah “keabsahan ketajaman mereka di dalam memandang kitab-kitab kanonik.”)

Apakah kitab itu dinamik? – apakah kitab itu disertai oleh kuasa Allah yang mampu mengubah kehidupan manusia?

Apakah kitab itu diterima, dikumpulkan, dibaca dan dipergunakan? – apakah kitab itu diterima oleh umat Allah? Petrus mengakui karya Paulus sebagai Kitab Suci, setara dengan Kitab Suci Perjanjian Lama (II Petrus 3:16).



KANON PERJANJIAN LAMA

Faktor-faktor Penentu Kebutuhan Pengkanonan Perjanjian Lama


Sistem pengorbanan Yahudi berakhir dengan penghancuran Yerusalem dan Bait Allah pada tahun 70 M. Walaupun kanon Perjanjian Lama terpatri dalam benak orang-orang Yahudi jauh sebelum tahun 70 M., dirasakan adanya kebutuhan akan sesuatu yang lebih pasti. Orang-orang Yahudi tercerai-berai dan mereka perlu memastikan buku mana sajakah yang sebenarnya Firman Allah yang berkuasa. Hal ini disebabkan oleh beredarnya demikian banyak tulisan tambahan terhadap kitab suci serta desentralisasi yang terjadi. Orang-orang Yahudi menjadi suatu bangsa yang berpegang pada sebuah Kitab dan Buku itulah yang mempersatukan mereka.

Kekristenan mulai berkembang dan banyak tulisan orang Kristen mulai beredar. Orang-orang Yahudi perlu menyatakannya dengan tegas serta membuangnya dari antara tulisan-tulisan mereka dan dari pemakaian di sunagoge. Seseorang perlu demikian berhati-hati sehingga ia harus memisahkan kanon Kitab Suci Ibrani dari antara kumpulan literatur agamawi.



Kanon Ibrani

Berikut ini adalah susunan Perjanjian Lama berdasarkan pengkanonan Yahudi (diambil dari catatan ketika saya di seminari, namun dapat ditemukan dalam banyak buku seperti terbitan moderen Perjanjian Lama Yahudi. Periksalah juga The Holy Scriptures, berdasarkan Teks Massoretis dan Biblia Hebraica, Rudolph Kittel, Paul Kahle [penyunting]).

Hukum – (Torah)
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan

Para Nabi (Neviim)
Nabi-nabi Terdahulu
1. Yosua
2. Hakim-hakim
3. Samuel
4. Raja-raja

Nabi-nabi Kemudian
1. Yesaya
2. Yeremia
3. Yehezkiel
4. Dua Belas Nabi

Sastera – (Ketuvim [Ibr.] atau Hagiografa [Yunani])
Kitab Puisi
1. Mazmur
2. Amsal
3. Ayub

Lima Gulungan Kitab (Megilloth)
1. Kidung Agung
2. Rut
3. Ratapan
4. Ester
5. Pengkhotbah

Kitab-kitab Sejarah
1. Daniel
2. Ezra-Nehemia
3. Tawarikh


Walaupun gereja Kristen memiliki kanon Perjanjian Lama yang sama, jumlah kitab yang ada di dalamnya berbeda karena kita membagi Samuel, Raja-raja, Tawarikh, dsb. masing-masing ke dalam dua buah kitab; orang-orang Yahudi juga memandang Nabi-nabi Kecil itu hanya sebagai sebuah kitab.

Urutan kitab-kitab dalam Perjanjian Lama pun berbeda. Perjanjian Lama yang dipakai oleh gereja Protestan disusun berdasarkan topik, bukan urutan resminya.




Kesaksian Kristus Tentang Perjanjian Lama

Lukas 24:44. Di ruang atas Yesus memberitahu murid-murid-Nya “bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” Dengan kata-kata-Nya itu “Ia menunjukkan ketiga bagian yang dipakai untuk mengelompokkan Kitab Suci Ibrani – Taurat, kitab Para Nabi, dan kitab ‘Sastera’ (pada bagian ini yang disebut adalah kitab Mazmur mungkin karena kitab Mazmur adalah kitab pertama dan yang terpanjang dalam bagian ketiga ini).”

Yohanes 10:31-36; Lukas 24:44. Yesus tidak sependapat dengan tradisi lisan orang-orang Farisi (Markus 7; Matius 15), bukan tidak menyetujui konsep mereka tentang kanon Ibrani. “Tidak ditemukan bukti tentang adanya perdebatan di antara Dia dengan orang-orang Yahudi dalam hubungan dengan pengkanonan kitab Perjanjian Lama yang manapun.”

Lukas 11:51 (juga Matius 25:35): “mulai dari darah Habel sampai kepada darah Zakharia . . .” Pada bagian ini Yesus menegaskan kesaksian-Nya sampai pada batas kanon Perjanjian Lama. Habel, sebagaimana yang diketahui setiap orang, adalah orang pertama yang mati syahid (Kejadian 4:8). Zakharia adalah orang terakhir yang disebutkan sebagai syuhada (dalam susunan Perjanjian Lama Ibrani. Perhatikan daftar di atas – butir 2.), sesudah dirajam dengan batu sementara bernubuat di hadapan orang banyak “di pelataran rumah TUHAN” (II Tawarikh 24:21). Kejadian adalah kitab pertama dalam kanon Ibrani dan Tawarikh adalah buku terakhir. Yesus pada dasarnya berkata “dari Kejadian sampai dengan Tawarikh,” atau, berdasarkan susunan Alkitab kita, “dari Kejadian sampai dengan Maleakhi.”



Kesaksian Tambahan Penulis Alkitab


Catatan tertua tentang pembagian Perjanjian Lama ke dalam tiga kelompok ini ditemukan dalam pengantar kitab Pengkhotbah (130 S.M.). Pengantar yang ditulis oleh cucu sang penulis itu berbunyi sebagai berikut: “Taurat, dan Para Nabidan kitab-kitab lain leluhur kita.” Dalam pengantar itu ditemukan tiga pengelompokan Kitab Suci secara pasti.

Josephus, sejarawan Yahudi, (akhir abad pertama Masehi) menulis: “. . . dan betapa kokoh penghargaan yang telah kita berikan kepada kitab-kitab milik bangsa kita sendiri itu terbukti dari apa yang kita lakukan; karena selama berabad-abad yang telah berlalu, tidak ada seorangpun yang demikian berani untuk menambahkan sesuatu kepada kitab-kitab tersebut atau mengurangi sesuatu daripadanya, atau mengadakan perubahan atasnya; namun wajar bagi semua orang Yahudi, dengan segera dan sejak hari kelahiran mereka, memandang kitab-kitab tersebut sebagai kitab yang berisi ajaran ilahi, dan bertekun untuk melaksanakannya, dan, kalau keadaan menghendaki, bersedia untuk mati demi kitab-kitab itu. Karena tidak menjadi hal baru bagi orang-orang kami yang menjadi tawanan, mereka berjumlah besar, dan sering kali pada akhirnya, terlihat sebagai orang-orang yang berusaha bertahan untuk menanggung segala jenis siksaan dan kematian di arena, bahwa mereka sendiri tidak diizinkan untuk terpaksa mengucapkan sebuah kata yang bertentangan dengan hukum kami, serta catatan-catatan yang memuatnya. . . .”

Talmud

Tosefta Yadaim 3:5 berbunyi: “Injil dan kitab-kitab yang dimiliki para bidat tidak membuat tangan kotor; kitab-kitab Ben Sira dan kitab-kitab apapun yang telah ditulis sejak masa hidupnya tidak merupakan kitab yang layak dikanonkan.”

Seder Olam Rabba 30 berbunyi: “Sampai saat ini [masa Iskandar Agung] para nabi bernubuat melalui Roh Kudus; dari sejak sekarang dan seterusnya, sendengkanlah telingamu dan dengarkanlah kata-kata orang bijak.”

Talmud Babilonia, Traktat “Sanhedrin” VII-VIII, 24: “Sesudah zaman nabi-nabi yang terakhir seperti Hagai, Zakharia, dan Maleakhi, Roh Kudus meninggalkan Israel.”

Melito, Bisop di Sardis, menyusun daftar tertua kanon Perjanjian Lama yang dapat kita ketahui tahun penulisannya (170 M.)

Eusebius (Ecclesiastical History IV.26) menyimpan komentar-komentar yang pernah diberikannya.

Melito mengatakan bahwa ia telah memperoleh daftar yang dapat dipercaya itu ketika ia sedang ada dalam perjalanan di Suriah. Komentar-komentar Melito dituliskan dalam suratnya kepada Anesimius, seorang temannya: “Nama-nama kitab itu adalah sebagai berikut . . . Lima Kitab Musa: Kejadian, Keluaran, Bilangan, Imamat, Ulangan. Yesus Naue, Hakim-hakim, Ruth. Empat buah kitab Kerajaan, dua kitab Tawarikh, Mazmur Daud, Amsal Salomo (juga disebut kitab Hikmat), Pengkhotbah, Kidung Agung, Ayub. Tentang kitab Para Nabi: Yesaya, Yeremia, Dua Belas Nabi dalam sebuah kitab, Daniel, Yehezkiel, Ezra.”

F. F. Bruce memberikan komentarnya: “Nampaknya Melito menyatukan Ratapan dengan Yeremia, dan Nehemia dengan Ezra (walaupun tentu menimbulkan pertanyaan apabila kita temukan bahwa ia menghitung Ezra di antara para nabi). Dalam hal itu, daftarnya memuat semua kitab yang ada di dalam kanon Ibrani (yang disusun menurut susunan Septuaginta), dengan perkecualian kitab Ester. Ester mungkin tidak dimasukkan di dalam daftar yang diterimanya dari orang-orang yang menjadi sumber informasi di Suriah.”

Pembagian ke dalam tiga kumpulan teks Yahudi yang ada saat ini (dengan 11 kitab dalam kitab Sastera) berasal dari Mishnah (traktat Baba Bathra, abad ke-5 M.)




Bagian 8 : Kanon Perjanjian Baru



Kelayakan Buku Untuk Dikanonkan dalam Perjanjian Baru


Faktor dasar untuk menetapkan sifat kanonik Perjanjian Baru adalah pewahyuan oleh Allah, dan ujian utamanya, kerasuliannya.

Geisler dan Nix menjelaskan lebih lanjut hal tersebut:
“Di dalam istilah Perjanjian Baru, gereja ‘dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi’ (Efesus 2:20) yang berdasarkan janji-Nya, akan Kristus pimpin ke dalam ‘seluruh kebenaran’ (Yohanes 16:13) melalui Roh Kudus. Dikatakan bahwa gereja di Yerusalem tetap bertekun ‘dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan’ (KPR 2:42). Istilah ‘rasuli’ pada saat dipakai untuk menguji kekanonan tidak perlu diartikan ‘ditulis oleh rasul,’ atau ‘yang dipersiapkan di bawah arahan para rasul. . . .’

“Nampaknya lebih baik apabila kita menyetujui pandangan Gaussen, Warfield, Charles Hodge, dan sebagian besar kaum Protestan bahwa yang menjadi ujian primer atas kekanonan adalah otoritas rasuli, atau persetujuan dari para rasul, bukan semata-mata dikarang oleh para rasul.”

N. B. Stonehouse menulis bahwa otoritas rasuli “yang berbicara lantang dalam Perjanjian Baru tidak pernah terpisah dari otoritas Tuhan. Di dalam surat-surat kiriman ada pengakuan yang tetap bahwa di dalam gereja hanya ada satu otoritas absolut, otoritas Tuhan sendiri. Di manapun para rasul berbicara dengan otoritas, mereka bertindak demikian sebagai perwujudan pendayagunaan otoritas Tuhan. Jadi, misalnya, ketika Paulus mempertahankan otoritasnya sebagai seorang rasul, ia mendasarkan pernyataannya semata-mata dan secara langsung pada amanat yang diberikan Tuhan kepadanya (Galatia 1 dan 2); ketika ia menyandang wewenang untuk mengatur gereja, ia memohon otoritas Tuhan bagi kata-katanya, bahkan ketika tidak ada firman Tuhan yang secara langsung telah disampaikan (I Korintus 14:37; bd. I Korintus 7:10). . . .”


Buku-buku Kanonik Perjanjian Baru


Mengapa perlu menetapkan pengkanonan Perjanjian Baru? Tiga buah alasan:
Seorang penyesat, Marcion (140 M.), menetapkan kanonnya sendiri dan mulai menyebarluaskannya. Gereja perlu menangkal pengaruhnya dengan jalan menetapkan yang manakah kanon Perjanjian Baru yang sebenarnya.

Banyak gereja Timur menggunakan buku-buku dalam kebaktian mereka, dan buku-buku itu palsu. Hal itu memerlukan keputusan untuk menetapkan kanon.

Undang-undang Diocletian (303 M.) mencanangkan penghancuran kitab-kitab suci milik orang Kristen. Siapakah yang rela mati hanya untuk sebuah kitab agamawi? Mereka perlu tahu!


Athanasius dari Aleksandria (367 M.) memberikan kepada kita daftar tertua kitab-kitab Perjanjian Baru yang sama dengan daftar Perjanjian Baru kita saat ini. Daftar tersebut dicantumkannya dalam surat pesta yang ditujukan kepada gereja-gereja.

Tidak lama sesudah Athanasius, dua orang penulis, Jerome dan Agustinus, mendefinisikan pengkanonan ke-27 kitab itu.


Polikarpus (115 M.), Clement dan orang-orang lain mengacu kepada kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan ungkapan “sebagaimana dikatakan dalam kitab-kitab suci ini.”

Justin Martyr (100-165 M.), mengacu kepada Perjamuan Kudus, menulis di dalam kitabnya berjudul First Apology 1.67: “Dan pada hari yang disebut Minggu ada perkumpulan di suatu tempat dari semua orang yang tinggal di kota-kota dan di pedesaan, dan riwayat para rasul atau tulisan para nabi dibacakan, sesuai dengan waktu yang tersedia. Lalu ketika sang pembaca selesai membacakannya, pemimpinnya memberikan nasihat dan undangan untuk mengikuti hal-hal baik ini.” Ia menambahkan dalam Dialoguenya dengan Trypho (h. 49, 103, 105, 107) ungkapan “Ada tersurat,” untuk mengutip dari Injil. Baik dia maupun Trypho seharusnya telah mengetahui ungkapan “Ada tersurat” itu menunjuk kepada apa.


Irenaeus (180 M.)

F. F. Bruce menulis tentang pentingnya Irenaeus: “Pentingnya bukti terletak pada hubungannya dengan zaman rasul-rasul dan di dalam hubungan-hubungan oikoumenisnya. Ia dibesarkan di Asia Kecil di bawah kaki Polikarpus, murid Yohanes, ia menjadi bisop di Lyons di Gaul, pada tahun 180 M. Tulisannya memberikan pengesahan pada pengakuan kanonik atas keempat Injil dan Kisah Para Rasul, atas surat Roma, I dan II Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, I dan II Timotius, dan Titus, atas I Petrus dan I Yohanes dan atas surat Wahyu. Di dalam perjanjiannya, Against Heresies, III,ii,8, terlihat jelas bahwa pada tahun 180 M. gagasan tentang Injil empat sekawan itu telah menjadi demikian jelas di seluruh lingkungan Kekristenan sehingga dapat diacu sebagai fakta yang sudah kokoh, yang demikian jelas dan tidak dapat dihindari dan demikian wajar sebagaimana keempat mata angin pada kompas (sesuai dengan namanya) atau keempat penjuru angin.”

Ignatius (50-115 M.): “Saya tidak berharap untuk memberikan perintah kepada Sau-dara seperti yang dilakukan Petrus dan Paulus; mereka adalah rasul. . . .” Trall.3.3.

Konsili Gereja. Keadaannya sama dengan Perjanjian Lama (bd. B,6, Konsili Jamnia). F. F. Bruce menyatakan bahwa “ketika pada akhirnya Konsili Gereja – Sinode Hippo pada tahun 393 M. – menetapkan daftar kedua puluh tujuh kitab Perjanjian Baru, sinode itu tidak memberikan kepada konsili itu otoritas yang tidak mereka miliki, namun hanya mencatat pengkanonan yang sudah ada dan sudah mapan. (Ketetapan Sinode Hippo ini diumumkan kembali empat tahun kemudian oleh Sinode Ketiga di Kartago.)” Sejak saat itu, tidak pernah ada keraguan yang serius tentang ke-27 kitab Perjanjian Baru yang telah diterima baik oleh kalangan Katolik Roma maupun kalangan Protestan.



Apokrifa Perjanjian Baru

Surat Kiriman Pseudo-Barnabas (70-79 M.)
Surat Kiriman kepada Orang-orang Korintus (96 M.)
Homili Kuno, juga disebut Surat Kedua Klemen (120-140 M.)
Gembala Hermas (115-140 M.)
Didakhe, Pengajaran Dua Belas Rasul (100-120 M.)
Wahyu Petrus (150 M.)
Kisah Paulus dan Thekla (170 M.)
Surat kepada Jemaat Laodikea (abad ke-4?)
Injil menurut Orang Ibrani (65-100 M.)
Surat Polikarpus kepada Orang-orang Filipi (108 M.)
Tujuh Surat Kiriman Ignatius (100 M.)

Dan masih banyak lagi lainnya.


-end-

Disalin dari :
http://www.greatcom.org/indonesian/apol ... _index.htm



Kejujuran dan Kebenaran Alkitab

Kejujuran dan Kebenaran Alkitab
Josh McDowell




Apa yang sedang kita bangun di sini adalah masalah sifat Kitab Suci yang dapat dipercaya secara historis, bukan dalam hubungan dengan masalah pewahyuannya.

Kejujuran Kitab Suci secara historis harus diuji dengan menggunakan kriteria yang sama dengan kriteria yang dipakai menguji semua dokumen historis. C. Sanders, dalam bukunya berjudul Introduction to Research in English Literary History (Pengantar kepada Penelitian Sejarah Kesusasteraan Inggris), memberikan daftar dan menjelaskan tiga prinsip dasar historiografi (penelitian bahan sejarah). Prinsip-prinsip tersebut adalah tes bibliografis, tes bukti internal dan tes bukti eksternal.




I. Tes Bibliografis Kejujuran PB


Bagian 1 : BUKTI NASKAH PERJANJIAN BARU



Sekarang terkumpul lebih dari 5,300 naskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani. Ada lebih dari 10,000 Vulgata dalam bahasa Latin dan paling kurang 9,300 versi-versi (naskah-naskah) lebih awal dan kita memiliki lebih dari 24,000 lembar naskah bagian-bagian Perjanjian Baru yang masih terpelihara sampai saat ini.


Bahkan tidak ada dokumen karya-karya kuno lainnya yang mulai mendekati jumlah dan pembuktian seperti itu. Sebagai perbandingan, Iliad karangan Homer tertera sebagai naskah

dengan bukti-bukti pada urutan kedua, hanya dengan 643 naskah yang masih bertahan. Teks karangan Homer pertama yang masih terpelihara secara lengkap berasal dari abad ke-13 Masehi.

Perjanjian Baru : 24.633 naskah
Iliad: 643 naskah


Berikut ini adalah naskah Perjanjian baru yang masih bertahan:


Yunani:
Uncial : 267
Minuscule : 2.764
Leksionaris : 2.143
Papirus : 88
Temuan baru : 47
Jumlah: 5.309 naskah Yunani


Vulgata Latin :10.000 lebih
Etiopik : 2.000 lebih
Slavik: 4.101
Armenian :2.587
Pashetta Syriak : 350 lebih

Bohairik : 100
Arabik : 75
Latin Tua : 50
Anglo Saxon : 7
Gothik : 6
Sogdian : 3
Syriak Tua : 2
Persia : 2
Frankis : 1



Informasi untuk daftar di atas dikumpulkan dari sumber-sumber berikut: Kurt Aland’s Journal of Biblical Literature, jilid 87, 1968; Kurt Aland’s Kurzgefasste Liste Der Griechischen Handscriften Des Neven Testaments, W. De Gruyter, 1963; Kur Aland’s “Neve Nevtestamentliche Papyri III,” New testament Studies, July, 1976; Bruce Metzger’s The Early Versions of the New Testament, Clarendon Press, 1977; New Testament Manuscript Studies, (eds.) Merrill M. Parvis dan Allen Wikgren, The University of Chicago Press, 1950; Eroll F. Rhodes’ An Annotated List of Armenian New Testament Manuscripts, Tokyo, Ikeburo, 1959; The Bible and Modern Scholarship, (ed.) J. Phillip Hyatt, Abington Press, 1965.


John Warwick Montgomery mengatakan bahwa “untuk menjadi orang yang skeptis terhadap teks kitab-kitab Perjanjian Baru yang dihasilkan (dari penemuan) berarti mengizinkan semua temuan karya kuno dan klasik hilang ditelan oleh kegelapan, karena tidak ada dokumen zaman kuno yang teruji secara bibliografis seperti Perjanjian Baru.”


Sir Frederic G. Kenyon, yang pernah menjadi direktur dan juru pustaka terpenting di British Museum dan orang paling berotoritas untuk memberikan pernyataan tentang naskah kuno, berkata, “. . . selain jumlah, naskah-naskah Perjanjian Baru berbeda dari naskah-naskah kuno hasil karya penulis-penulis klasik, dan saat ini perbedaannya menjadi keuntungan yang nyata. Tenggang waktu antara masa penulisan suatu kitab dengan tahun ditemukannya naskah tertua kitab tersebut tidak pernah demikian singkat seperti pada kasus Perjanjian Baru. Kitab-kitab Perjanjian Baru ditulis pada bagian kedua abad pertama; naskah-naskah tertua yang ditemukan (tidak termasuk serpihan-serpihan yang tidak penting) berasal dari abad keempat – katakan dari 250 sampai dengan 300 tahun kemudian.

“Mungkin ini terdengar sebagai tenggang waktu yang sangat besar, namun ini tidak ada artinya apa-apa jika dibandingkan dengan tenggang waktu yang memisahkan pengarang-pengarang klasik terkenal dengan naskah-naskah tertua mereka. Kita percaya bahwa, dalam hubungan dengan semua unsur penting, kita memiliki sebuah teks yang tepat, sebagai hasil penemuan, tentang tujuh buah drama Sophocles; namun naskah penting tertua yang dijadikan dasar teks drama itu ditulis lebih dari 1400 tahun sesudah kematian sang penyair.”



Kenyon melanjutkan dalam bukunya berjudul The Bible and Archeology: “Maka tenggang waktu antara tahun penulisan naskah asli dengan bukti tertua yang ditemukan menjadi demikian singkat sehingga sesungguhnya patut diabaikan, dan dasar terakhir bagi keraguan, apakah Alkitab sampai kepada kita dalam keadaan sama dengan ketika Alkitab itu ditulis, sekarang telah tersingkir. Baik kebenarannya maupun integritas kitab-kitab Perjanjian Baru secara umum dapat dianggap sebagai yang terakhir kalinya tidak tergoyahkan.”


F. J. A. Hort secara tepat menambahkan bahwa “dalam kepelbagaian dan kelengkapan bukti sebagai tumpuannya, teks Perjanjian Baru berdiri menjulang secara mutlak dan tidak tersaingi di antara karya-karya prosa kuno.”


J. Harold Greenlee mengatakan, “. . . sangat menakjubkan bahwa jumlah naskah Perjanjian Baru yang tersedia saat ini jauh melebihi jumlah naskah karya-karya literatur kuno lainnya. Pada tempat ketiga, naskah Perjanjian Baru tertua yang telah ditemukan penulisannya diperkirakan sangat dekat dengan tahun penulisan naskah aslinya jika dibandingkan dengan kasus tentang tenggang waktu pada hampir setiap karya literatur kuno lainnya.”
http://www.sarapanpagi.org/kejujuran-dan-kebenaran-alkitab-vt1024.html

PERBANDINGAN PB DENGAN KARYA KUNO LAIN

Bagian 2 : PERBANDINGAN PB DENGAN KARYA KUNO LAIN


Perbandingan Naskah


F. F. Bruce dalam bukunya The New Testament Documents melukiskan dengan jelas perbandingan antara Perjanjian Baru dengan tulisan-tulisan historis kuno: “Mungkin kita dapat menghargai betapa kaya Perjanjian Baru dalam hubungan dengan usaha pembuktian naskah jika kita bandingkan dengan materi tekstual karya-karya historis kuno lainnya. Untuk Peperangan Gallic karya Caesar (yang dikarang antara tahun 58 sampai dengan 50 S.M.) ditemukan beberapa naskah, tetapi hanya sembilan atau sepuluh saja yang baik, dan yang tertua berasal dari zaman sekitar 900 tahun sesudah zaman Kaisar. Dari 142 kitab sejarah Romawi karya Livy (59 S.M.-17 M.), hanya 35 naskah yang bertahan; dan kitab-kitab ini kita kenal hanya bersumber pada tidak lebih dari 20 naskah penting, hanya satu di antaranya, dan itu berisi bagian-bagian dari Kitab III-VI,yang berasal dari abad keempat. Dari 14 kitab Sejarah karangan Tacitus (100 M.) hanya empat setengah naskah yang bertahan; dari 16 kitab Annals yang ditulisnya, 10 yang bertahan secara utuh dan dua hanya sebagian. Teks dari bagian-bagian dua karya historis besar yang ditemukan bergantung sepenuhnya hanya pada dua buah naskah, satu dari abad kesembilan dan yang lain dari abad kesebelas.

“Naskah yang masih ada tentang karya-karyanya yang lebih kecil (Dialogus de Oratoribus, Agricola, Germania) semuanya bersumber pada kodeks abad kesepuluh. Sejarah karangan Thucydides (460-400 S.M.) kita kenal berdasarkan delapan naskah, yang tertua dari tahun 900 M., dan beberapa serpihan papirus, yang berasal kira-kira dari awal zaman Kristen. Keadaan yang sama juga kita temukan pada Sejarah karangan Herodotus (488-428 S.M.). Namun tidak ada sarjana klasik bersedia mendengarkan alasan bahwa keaslian Herodotus atau Thucydides diragukan karena naskah tertua karya-karya mereka yang dapat kita manfaatkan sekarang berasal dari waktu yang berjarak lebih dari 1300 tahun sesudah penulisan naskah-naskah aslinya.”



Greenlee menulis dalam bukunya yang berjudul Introduction to New Testament Textual Criticism (Pengantar kepada Penelitian Tekstual Perjanjian Baru) tentang tenggang waktu antara naskah asli (autograf) dan naskah yang ditemukan (lembar tertua yang masih bertahan), mengatakan bahwa “naskah-naskah tertua, yang pada umumnya dari pengarang klasik Yunani dan dikenal saat ini, berasal dari zaman seribu tahun atau lebih sesudah kematian pengarangnya. Tenggang waktu bagi pengarang-pengarang Latin agak berkurang, turun secara bervariasi sampai paling kurang tiga abad dalam hubungan dengan Virgil. Tetapi, dalam hubungan dengan Perjanjian Baru, dua di antara naskah terpenting ditulis dalam kurun waktu 300 tahun sesudah Perjanjian Baru tertulis lengkap, dan beberapa kitab Perjanjian Baru yang pada hakikatnya ditemukan dalam keadaan utuh,demikian juga naskah-naskah dari banyak bagian Perjanjian Baru yang demikian luas berasal dari satu masa abad sesudah penulisan naskah aslinya.”

Greenlee menambahkan bahwa “karena para sarjana menerima secara umum tulisan-tulisan klasik kuno sebagai karya yang dapat dipercaya walaupun naskah-naskah tertua mereka itu ditulis jauh sesudah penulisan karya aslinya dan jumlah naskah yang bertahan dalam banyak hal sangat sedikit, maka jelaslah bahwa sejalan dengan itu naskah-naskah Perjanjian Baru dipastikan dapat dipercaya.”


Bruce Metzger dalam bukunya berjudul The Text of the New Testament (Teks Perjanjian Baru) dengan meyakinkan menulis tentang perbandingan tersebut: “Karya beberapa pengarang kuno terpelihara untuk dapat sampai kepada kita melalui benang penyaluran yang sangat tipis kemungkinannya. Misalnya, sejarah singkat tentang Roma oleh Velleius Paterculus bertahan sampai pada zaman moderen hanya melalui sebuah naskah yang tidak lengkap, yang dipakai untuk menghasilkan editio princeps (edisi pertama) – dan naskah tunggal ini hilang pada abad ketujuhbelas sesudah disalin oleh Beatus Rhenanus di Amerbach. Bahkan Annals yang dikarang oleh sejarawan terkenal Tacitus bertahan, sejauh ini dalam hubungan dengan enam kitab pertama, hanya dalam sebuah naskah, yang diperkirakan berasal dari abad kesembilan. Pada tahun 1870 satu-satunya naskah Epistle to Diognetus (Surat Kiriman kepada Diognetus), komposisi Kristen awal yang biasanya dimasukkan oleh para penyunting ke dalam himpunan karangan Bapa-bapa Rasuli, termakan api di perpustakaan walikota Strasbourg. Dalam perbedaan mencolok angka-angka ini, peneliti tekstual Perjanjian Baru (yang bermaksud menghancurkan kebenaran kitab ini, red.) dipermalukan oleh kekayaan materinya sendiri.”


F. F. Bruce mengatakan: “Tidak ada bahan literatur kuno di dunia ini yang memiliki Bahan pendukung tekstual yang baik sebanyak bahan pendukung Perjanjian Baru itu.”


PENULIS : Caesar
Ditulis Tahun : 100-44 S.M.
Naskah Tertua : 900 M.
Tenggang Waktu : 1,000 tahun
Jumlah : 10

PENULIS : Livy
Ditulis Tahun : 59 S.M.-17 M
Naskah Tertua : --
Tenggang Waktu : --
Jumlah : 20

PENULIS : Plato (Tetralogies)
Ditulis Tahun : 427-347 S.M.
Naskah Tertua : 900 M.
Tenggang Waktu : 1,200 tahun
Jumlah : 7

PENULIS : Tacitus (Annals)
Ditulis Tahun : 100 M.
Naskah Tertua : 1100 M.
Tenggang Waktu : 1,000 tahun
Jumlah : 20 (-)

PENULIS : Tacitus (juga karya kecilnya)
Ditulis Tahun : 100 M.
Naskah Tertua : 1000 M.
Tenggang Waktu : 900 tahun
Jumlah : 1

PENULIS : Pliny Muda (History)
Ditulis Tahun : 61-113 M.
Naskah Tertua : 850 M.
Tenggang Waktu : 750 tahun
Jumlah : 7

PENULIS : Thucydides (History)
Ditulis Tahun : 460-400 S.M.
Naskah Tertua : 900 M.
Tenggang Waktu : 1,300 tahun
Jumlah : 8

PENULIS : Suetonius (De Vita Caesarum)
Ditulis Tahun : 75-160 M.
Naskah Tertua : 950 M.
Tenggang Waktu : 800 tahun
Jumlah : 8

PENULIS : Herodotus (History)
Ditulis Tahun : 480-425 S.M.
Naskah Tertua : 900 M.
Tenggang Waktu : 1,300 tahun
Jumlah : 8

PENULIS : Horace
Ditulis Tahun : --
Naskah Tertua : --
Tenggang Waktu : 900 tahun
Jumlah : --

PENULIS : Sophocles
Ditulis Tahun : 496-406 S.M.
Naskah Tertua : 1000 M.
Tenggang Waktu : 1,400 tahun
Jumlah : 193

PENULIS : Lucretius
Ditulis Tahun : Mati tahun 55 atau 53 S.M.
Naskah Tertua : --
Tenggang Waktu : 1,100 tahun
Jumlah : 2

PENULIS : Catullus
Ditulis Tahun : 54 S.M. .
Naskah Tertua : 1550 M
Tenggang Waktu : 1,600 tahun
Jumlah : 3

PENULIS : Euripides
Ditulis Tahun : 480-406 S.M.
Naskah Tertua : 1100 M.
Tenggang Waktu : 1,500 tahun
Jumlah : 3

PENULIS : Demosthenes
Ditulis Tahun : 383-322 S.M.
Naskah Tertua : 1100 M.
Tenggang Waktu : 1,300 tahun
Jumlah : 200 (Semua dari satu lembaran)

PENULIS : Aristoteles
Ditulis Tahun : 384-322 S.M.
Naskah Tertua : 1100 M.
Tenggang Waktu : 1,400 tahun
Jumlah : 49 (Dari salah satu karya)

PENULIS : Aristophanes
Ditulis Tahun : 450-385 S.M.
Naskah Tertua : 900 M.
Tenggang Waktu : 1,200 tahun
Jumlah : 10



Perbandingan Tekstual


Bruce Metzger mengamati: ”Dari semua komposisi sastera karya pujangga-pujangga Yunani, sajak karya Homer adalah yang paling sesuai sebagai bahan pembanding Alkitab.” Ia menambahkan: “Dalam keseluruhan sastera kuno Yunani dan Latin, Iliad mempunyai derajat nilai langsung di bawah Perjanjian Baru dalam hal tersedianya jumlah terbesar bukti dalam bentuk naskah.”
Metzger melanjutkan: “Pada zaman kuno manusia [1] menghafal karya Homer sebagaimana mereka kemudian wajib menghafal Kitab Suci. [2] Masing-masing dihargai demikian tinggi dan mereka kutip dalam mempertahankan alasan-alasan mereka yang berhubungan dengan sorga, dunia dan Hades (alam barzah).[3] Karya Homer dan Alkitab merupakan sarana utama yang dipakai mengajar angkatan demi angkatan pelajar di sekolah untuk membaca. [4] Di sekitar karya Homer dan Alkitab telah dihasilkan demikian banyak catatan dan tafsiran. [5] Karya Homer dan Alkitab dilengkapi dengan daftar kata-kata penting. [6] Kedua-duanya jatuh ke tangan penafsir yang memandang karya-karya tersebut sebagai kiasan. [7] Kedua-duanya ditiru dan ditambah – satu dengan Nyanyian-nyanyian Homer dan karya-karya tulis seperti Batrachomyomachia, yang lain dengan kitab-kitab Apokrifa. [8] Karya Homer tersedia dalam bentuk analisis prosa; Injil Yohanes diubah ke dalam bentuk kisah kepahlawanan sepanjang enam kaki oleh Nonnus dari Panopolis. [9] Naskah-naskah Homer dan Alkitab diberi ilustrasi. [10] Pemandangan Homer terlihat pada lukisan-lukisan dinding di Pompei; gereja-gereja Kristen basilika (sampai dengan abad pertengahan, red.) dihiasi dengan mozaik dan fresko (lukisan dinding dengan menggunakan bahan-bahan warna yang dicampur air atau campuran kapur, red.) adegan-adegan Alkitab.

D. G. Turner menyatakan bahwa tanpa diragukan Homer adalah pujangga kuno yang karya- karyanya dibaca oleh kalangan yang paling luas.

KARYA : Homer (Iliad)
Tahun Penulisan : 900 S.M.
Naskah Tertua : 400 S.M.
Tenggang Waktu : 500 tahun
Jumlah Naskah : 643

KARYA : Perjanjian Baru
Tahun Penulisan : 40-100 M.
Naskah Tertua : 125 M.
Tenggang Waktu : 25 tahun
Jumlah Naskah : 24.000 lebih



Geisler dan Nix membuat perbandingan variasi tekstual antara dokumen-dokumen Perjanjian Baru dan karya-karya kuno lainnya: “Menyusul sesudah Perjanjian Baru, ditemukan naskah-naskah Iliad dalam jumlah lebih banyak (643) jika dibandingkan buku kuno apapun lainnya. Kedua-duanya, Iliad dan Alkitab, mengalami perubahan-perubahan tekstual dan kritik dalam hubungan dengan naskah-naskah mereka dalam bahasa Yunani. Perjanjian Baru memiliki sekitar 20,000 kalimat.”
Mereka melanjutkan komentar mereka dengan mengatakan bahwa “Iliad memiliki sekitar 15,600 kalimat. Hanya 40 kalimat (atau 400 kata) dalam Perjanjian Baru yang diragukan sementara ada 764 kalimat Iliad yang diragukan. Ini berarti bahwa kerusakan teks sebanyak lima persen ini sebanding dengan setengah dari satu persen perbaikan serupa yang dibuat atas Perjanjian Baru.
“Sajak kepahlawanan nasional India, Mahabharata, bahkan mengalami perubahan-perubahan yang lebih parah lagi. Sekitar delapan kali gabungan kerusakan yang ada pada Iliad dan Odyssey, secara kasar 250,000 kalimat. Dari jumlah ini, sekitar 26,000 kalimat dinyatakan sebagai kerusakan tekstual (10 persen).”



Benjamin Warfield dalam bukunya berjudul Introduction to Textual Criticism of the New Testament (Pengantar kepada Kritik Tekstual Perjanjian Baru) mengutip pendapat Ezra Abbot tentang sembilanbelas per duapuluh bagian dari variasi tekstual Perjanjian Baru, dengan berkata bahwa bagian-bagian itu: “. . . memiliki sedikit sekali pendukung . . . walaupun ada demikian banyak variasi bacaan; dan sembilan belas per duapuluh dari sisanya demikian tidak penting sehingga penerimaan atau penolakannya tidak akan membawa perubahan yang berarti atas pengertian teks di mana bagian yang diterima atau ditolak itu menjadi bagiannya.”

Bagian 3 : Kronologi Naskah PB



Prosedur Penetapan Tahun Penulisan: Beberapa faktor yang menolong kita untuk menetapkan umur naskah adalah:

1. Bahan naskah
2. Ukuran dan bentuk huruf
3. Tanda baca
4. Pembagian teks
5. Cara menghiasi
6. Warna tinta
7. Kualitas dan bentuk bahan

Naskah John Rylands (130 M.) disimpan di John Rylands Library, Manchester, England (serpihan tertua Perjanjian Baru yang masih bertahan). “Karena usianya yang demikian tua dan tempat ditemukannya (Mesir) yang cukup jauh dari tempat penulisan yang telah disepakati secara tradisional (Asia Kecil), bagian Injil Yohanes ini cenderung untuk mengokohkan tahun penulisan Injil tersebut yang telah disepakati secara tradisional yaitu sekitar akhir abad pertama.

Bruce Metzger berbicara tentang penelitian yang mati: “Andaikan serpihan kecil ini telah dikenal pada sekitar pertengahan abad yang lalu, maka kelompok peneliti Perjanjian Baru yang diinspirasi oleh dosen Tubingen, bernama Ferdinand Christian Baur, yang sangat pandai itu tidak akan dapat mempertahankan pendapat mereka bahwa Injil Keempat itu belum tertulis sampai sekitar tahun 160 M.”


Papirus Bodmer II (150-200 M.) disimpan di Bodmer Library of World Literature dan berisi sebagian besar dari tulisan Yohanes.

Bruce Metzger mengatakan bahwa naskah ini adalah “hasil penemuan terpenting naskah-naskah Perjanjian Baru sejak terbelinya papirus Chester Beatty. . . .”

Dalam artikelnya ‘Zur Datierung des Papyrus Bodmer II (P66),’ Anzeiger der osterreichischen Akademie der Wissenschaften, phil.-hist, kl., 1960, Nr.4, h. 12033, “Herbert Hunger, direktur bagian penyimpanan papirus di Perpustakaan Nasional di Vienna, menetapkan tahun penulisan 66 tahun lebih awal, di tengah-tengah apabila bukan bahkan di paruh pertama abad kedua; periksa sendiri sedapat mungkin artikelnya.”

Papirus Chester Beatty (200 M.) disimpan di C. Beatty Museum di Dublin dan sebagian dimiliki oleh Universitas Michigan. Koleksi ini berisi kodeks papirus, tiga di antaranya memuat bagian-bagian utama Perjanjian Baru.

Dalam bukunya The Bible and Modern Scholarship (Alkitab dan pengetahuan modern), Sir Frederic Kenyon mengatakan, “Hasil bersih penelitian ini – penelitian terpenting sejak penemuan kodeks Sinaitcus – sesungguhnya memperkecil tenggang waktu antara naskah-naskah yang lebih tua itu dengan tahun-tahun penulisan kitab-kitab Perjanjian Baru yang telah diterima secara tradisional selama ini sehingga tenggang waktu itu dapat diabaikan pada diskusi-diskusi yang diadakan tentang keasliannya. Tidak ada buku kuno lainnya memiliki kesaksian tentang teksnya sendiri setua dan sebanyak itu, dan tidak akan ada cendekiawan yang tidak berfihak dapat menyangkali bahwa teks yang telah sampai kepada kita itu sungguh-sungguh dapat dipercaya.”

Diatessaron: berarti “keselarasan dari empat bagian.” Kata Yunani dia Tessaron secara harafiah berarti “melalui empat.” Ini adalah buku tentang keselarasan keempat Injil karya Tatian (sekitar 160 M.).

Eusebius dalam bukunya berjudul Ecclesiastical History, IV, 29 Loeb ed., 1, 397, menulis: “. . . Mantan pemimpin mereka bernama Tatian mengarang suatu gabungan dan kumpulan Injil, dan menamainya THE DIATESSARON, dan buku ini masih dapat ditemukan di beberapa tempat. . . .” Diyakini bahwa Tatian, orang Kristen berdarah Suriah, adalah orang pertama yang telah menulis sebuah kitab tentang keselarasan Injil; hanya sebagian kecil dari karyanya itu yang masih bertahan sampai saat ini.

Codex Vaticanus (325-350 M.), disimpan di Vatican Library, berisi hampir semua bagian Alkitab.

Codex Sinaiticus (350 M.) disimpan di British Museum. Naskah yang berisi hampir semua Perjanjian Baru dan lebih dari setengah bagian Perjanjian Lama, ditemukan oleh Dr. Constantin Von Tischendorf di Biara Gunung Sinai pada tahun 1859, yang dipersembahkan oleh Biara tersebut kepada Kaisar Rusia dan dibeli oleh Pemerintah British dari orang-orang Uni Soviet seharga 100,000 pound pada Hari Natal, 1933.

Penemuan naskah ini adalah kisah yang menarik. Bruce Metzger menyampaikan latar belakang menarik yang membawa kepada penemuan tersebut:

“Pada tahun 1844, sebelum ia berusia tiga puluh tahun, Tischendorf, seorang dosen privat di Universitas Leipzig, mengawali suatu perjalanan besar pada kawasan Timur Dekat (Timur Tengah ditambah negara-negara Balkan) untuk mencari naskah-naskah Alkitabiah. Ketika sedang mengunjungi biara Santa Catharine, ia sempat melihat beberapa lembar perkamen di keranjang sampah penuh kertas yang dipersiapkan untuk menyalakan tungku biara itu. Pada waktu diteliti terbukti bahwa kertas-kertas itu adalah bagian dari sebuah kitab Perjanjian Lama versi Septuaginta, yang ditulis dalam tulisan Yunani kuno yang disebut uncial. Ia mengumpulkan dari keranjang sampah itu tidak kurang dari empat puluh lembar, dan secara santai sang biarawan memberikan komentar bahwa ada dua keranjang penuh buangan lembaran sejenis yang telah dimakan api! Kemudian, ketika ditunjukkan kepada Tischendorf bagian-bagian lain kodeks yang sama (yang berisi semua kitab Yesaya dengan I dan II Makabe), ia memperingatkan sang biarawan bahwa barang-barang tersebut terlalu berharga untuk sekadar dipakai untuk menyalakan api tungku mereka itu. Keempat puluh tiga lembar yang diizinkan untuk dimilikinya berisi bagian-bagian dari I Tawarikh, Yeremia, Nehemia, dan Ester, dan ketika ia kembali ke Eropa ia menyimpannya di perpustakaan universitas di Leipzig, tempat barang-barang itu tersimpan sampai sekarang. Pada tahun 1846 ia menerbitkan isinya dan menamainya kodeks Frederico-Augustinus (untuk menghormati Raja Saxon, Frederick Augustus, raja dan orang yang membiayai perjalanan sang penemu).”

Kunjungan keduanya ke biara itu dilakukan Tischendorf pada tahun 1853 tanpa membawa hasil naskah baru. Hal itu disebabkan para biarawan itu merasa curiga atas gairahnya yang terlihat demikian besar untuk memiliki naskah-naskah itu pada kunjungan pertamanya dalam tahun 1844 itu. Menjelang keberangkatannya untuk kunjungan ketiga kalinya pada tahun 1859 di bawah arahan Kaisar Rusia, Alexander II, , Tischendorf memberikan kepada penatalayan biara itu sebuah buku Septuaginta yang telah diterbitkan Tischendorf di Leipzig. “Sesudah itu, sang penatalayan menyatakan bahwa iapun mempunyai sebuah kitab Septuaginta, dan membawa keluar dari lemari yang ada di dalam kamarnya yang kecil saja sebuah naskah dibungkus dengan kain merah. Di depan mata cendekiawan yang terheran-heran itu terletak harta yang selama itu dirindukannya. Dengan berusaha menutupi perasaannya, Tischendorf dengan santai minta izin untuk melihatnya lebih lanjut pada malam itu. Ia diizinkan, dan ketika sudah kembali ke dalam kamarnya Tischendorf tidak tidur semalam suntuk karena sukacitanya dalam mempelajari naskah tersebut –sebab seperti yang dinyatakannya dalam buku catatan hariannya (yang ditulisnya dalam bahasa Latin berhubung ia adalah seorang cendekiawan), quippe dormire nefas videbatur (‘nampaknya benar-benar seperti suatu pelanggaran jika seandainya harus tidur’)! Segera ia temukan bahwa dokumen itu mempunyai isi bahkan lebih banyak daripada yang diharapkannya; karena bukan hanya sebagian besar dari Perjanjian Lama saja yang ada di sana, melainkan juga Perjanjian Baru ada di sana dalam keadaan terpelihara sangat baik, bersama-sama dengan edisi dua dari karya-karya Kristen awal dari abad kedua, Surat Kiriman Barnabas (yang sebelumnya dikenal hanya melalui terjemahan dalam bahasa Latin yang sangat tidak memadai) dan sebagian besar dari Shepherd Hermas (Gembala Hermas), yang sampai sekarang yang dikenal hanya judulnya.

Codex Alexandrinus (400 M.) disimpan di British Museum; Encyclopaedia Britannica meyakini bahwa kodeks tersebut ditulis dalam bahasa Yunani di Mesir. Kodeks ini berisi hampir seluruh kitab dalam Alkitab.

Codex Ephraemi (tahun 400-an M.) disimpan di Bibliotheque Nationale, Paris. Encyclopaedia Britannica mengatakan bahwa “asal-usulnya dari abad ke-5 dan bukti yang tersedia di dalamnya menyebabkan kodeks ini penting dalam hubungan dengan teks beberapa bagian Perjanjian Baru.”

Setiap kitab terwakili dalam naskah itu kecuali II Tesalonika dan II Yohanes.

Codex Bezae (450 M. dan beberapa tahun berikutnya) disimpan di Cambridge Library dan berisi keempat Injil dan Kisah Para Rasul yang tidak hanya tertulis dalam bahasa Yunani namun juga dalam bahasa Latin.

Codex Washingtonensis (atau Freericanus) (450 M.) berisi keempat Injil.

Codex Claromontanus (tahun 500-an M.) berisi Surat-surat Kiriman Rasul Paulus. Naskah ini ditulis dalam dua bahasa.


Kejujuran Naskah dengan Dukungan Pelbagai Versi

Bagian 4 : Kejujuran Naskah dengan Dukungan Pelbagai Versi



Dukungan kuat lainnya terhadap bukti dan ketepatan tekstual diberikan oleh versi-versi kuno. Sebagian besar, “sastera kuno jarang diterjemahkan ke dalam bahasa lain.”
Kekristenan dari sejak awal adalah iman misioner.“Versi-versi tertua Perjanjian Baru dipersiapkan oleh utusan Injil dengan tujuan membantu penyebaran iman Kristen di tengah-tengah bangsa yang berbahasa ibu Syria, Latin, atau Koptik.”

Perjanjian Baru dalam versi bahasa Syria dan Latin (terjemahan) dibuat pada sekitar tahun 150 M. Hal ini membawa kita sangat mendekati naskah-naskah aslinya.


Image


Ada lebih dari 15,000 lembar dalam pelbagai versi yang tersedia saat ini.


Versi-versi Syriak :


Versi Syriak Kuno berisi empat Injil, disalin pada sekitar abad keempat. Perlu dijelaskan bahwa “Syriak adalah nama yang diberikan secara umum kepada orang-orang Aram Kristen. Versi ini ditulis dalam variasi istimewa abjad Aram.
Theodore dari Mopsuestia (abad kelima) menulis, “Telah diterjemahkan ke dalam bahasa ibu orang Syria.”

Syriac Peshitta. Arti dasarnya adalah “sederhana.” Itu adalah versi baku, dihasilkan sekitar tahun 150-250 M. Ada lebih dari 350 naskah tahun 400-an yang masih bertahan sampai saat ini.

Palestinian Syriac. Kebanyakan cendekiawan menetapkan tahun penulisannya pada sekitar 400-450 M. (abad kelima).

Philoxenian (508 M.). Polikarpus menerjemahkan Syriak untuk Perjanjian Baru Philoxenas, bisop dari Mabug.

Harkleian Syriak. 616 M. oleh Thomas dari Harkel.



Versi-versi Latin :


Old Latin (Latin Kuno). Ada kesaksian-kesaksian dari abad keempat sampai dengan abad ketigabelas bahwa pada abad ketiga “sebuah versi Latin kuno beredar di Afrika Utara dan Eropa. . . .”

African Old Latin (Codex Babbiensis) 400 M. Metzger mengatakan bahwa “E. A. Lowe menunjukkan tanda-tanda paleografis yang menandakan bahwa kodeks itu telah disalin dari papirus abad kedua.”

Codex Corbiensis (400-500 M.) berisi keempat Injil.

Codex Vercellensis (360 M.).

Codex Palatinus (abad kelima M.)

Latin Vulgate (yang berarti “umum atau populer”). Jerome adalah sekretaris Damasus, Bisop Roma. Jerome memenuhi permohonan sang bisop untuk menghasilkan suatu versi antara tahun 366-384.



Versi-versi Koptik (atau Mesir) :

F. F. Bruce menulis bahwa ada kemungkinan versi Mesir pertama diterjemahkan pada abad ketiga atau keempat.

Sahidik. Awal abad ketiga.

Bohairik. Redakturnya, Rodalphe Kasser, memberikan tahun penulisannya sekitar abad keempat.

Middle Egyptian (Mesir Tengah). Abad keempat atau kelima.



Versi-versi awal lainnya :

Armenian (400+ M.). Nampaknya telah diterjemahkan dari Alkitab berbahasa Yunani yang diperoleh dari Konstantinopel.

Gothic. Abad keempat.

Georgian. Abad kelima.

Ethiopik. Abad keenam.

Nubian. Abad keenam.
Bagian 5 : Bagian 5 Kejujuran Naskah dengan Dukungan Bapa-bapa Gereja



The Encyclopaedia Britannica mengatakan: “Ketika sarjana peneliti teks itu memeriksa semua naskah dan versi, ia belum meneliti secara tuntas bukti teks Perjanjian Baru. Tulisan bapak-bapak Kristen abad permulaan seringkali mencerminkan bentuk teks yang berbeda dari salah satu yang ada pada naskah-naskah lain . . . kesaksian mereka tentang teks, terutama pada saat kesaksian itu memperkokoh pelbagai variasi naskah yang berasal dari sumber-sumber lain, termasuk kesaksian yang harus dipertimbangkan para peneliti tekstual sebelum menetapkan kesimpulan mereka.”


J. Harold Greenlee mengatakan bahwa kutipan-kutipan Kitab Suci dalam karya penulis-penulis Kristen pada abad-abad pendahuluan “demikian banyak sehingga Perjanjian Baru dapat direkonstruksi (disusun kembali) berdasarkan karya-karya tersebut tanpa menggunakan naskah-naskah Perjanjian Baru.”
Bruce Metzger mengulangi hal tersebut, dalam hubungan dengan kutipan-kutipan dalam pelbagai tafsiran, khotbah, dsb., dengan berkata: “Sesungguhnya, demikian banyak kutipan-kutipan itu sehingga seandainya semua sumber lain yang memberikan informasi kepada kita tentang Perjanjian Baru itu dibinasakan, kutipan-kutipan itu sendiri sudah cukup untuk dijadikan dasar penyusunan kembali hampir-hampir Perjanjian Baru seutuhnya.”


Sir David Dalrymple bertanya-tanya tentang keunggulan Kitab Suci dalam karya kunonya ketika ia ditanya oleh seseorang, “Andaikan bahwa Perjanjian Baru telah dibinasakan, dan setiap jilidnya punah pada akhuir abad ketiga, dapatkah Perjanjian Baru itu dikumpulkan kembali dari tulisan Bapa-bapa Gereja abad kedua dan ketiga?”


Sesudah mengadakan banyak penelitian Dalrymple menyimpulkan: “Perhatikanlah kitab-kitab itu. Ingatkah pertanyaan Saudara tentang Perjanjian Baru dan Bapa-bapa Gereja? Pertanyaan itu membangkitkan rasa ingin tahu saya, dan ketika telah ada pada saya semua karya Bapa-bapa Gereja abad kedua dan ketiga yang masih tersedia, saya mulai meneliti, dan sampai saat ini saya telah menemukan seluruh Perjanjian Baru dalam karya-karya tersebut, kecuali sebelas ayat saja.”


Suatu peringatan: Joseph Angus dalam bukunya The Bible Handbook, h. 56, memberikan beberapa keterbatasan karya bapa-bapa gereja pada awal sejarah gereja:
• Kutipan-kutipan kadangkala dipakai dengan kata-kata yang kurang tepat.
• Beberapa penyalin cenderung untuk melakukan kesalahan atau berniat melakukan perubahan.


Clement dari Roma (95 M.). Origen dalam karyanya berjudul De Principus, Jilid II, Bab 3, menyebutnya murid para rasul.

Tertullian dalam Against Heresies, Bab 23, menulis bahwa ia [Clement] dipilih oleh Petrus.

Irenaeus melanjutkan dalam Against Heresies, Jilid III, Bab 3, bahwa “di dalam telinganya masih terngiang-ngiang khotbah para Rasul dan ajaran mereka masih terlihat jelas di hadapan matanya.”
Ia mengutip dari:
Matius
Markus
Lukas
Kisah Rasul
I Korintus
I Petrus
Ibrani
Titus


Ignatius (70-110 M.) adalah Bisop Antiokhia dan mengalami mati syahid. Ia mengenal baik para rasul. Ketujuh surat kirimannya berisi kutipan-kutipan dari:
Matius
I Korintus
Kolose
I Petrus
Yohanes
Efesus
Yakobus
Kisah Para Rasul
Filipi
I dan II Tesalonika
Roma
Galatia
I dan II Timotius


Polikarpus (70-156 M.), mati syahid pada usia 86 tahun, Bisop Smirna dan murid rasul Yohanes.
Selain itu yang mengutip dari Perjanjian Baru antara lain Barnabas (70 M.), Hermas (95 M.), Tatian (170 M.), dan Irenaeus (170 M.).

Clement dari Aleksandria (150-212 M.). Ia membuat 2,400 kutipan dari seluruh kitab Perjanjian Baru, kecuali tiga kitab.

Tertullian (160-220 M.) adalah seorang pemimpin Gereja di Kartago dan mengutip Perjanjian Baru lebih dari 7,000 kali, 3,800 di antaranya dikutip dari keempat Injil.

Hippolytus (170-235 M.) memiliki lebih dari 1,300 referensi.

Justin Martyr (133 M.) memberantas Marcion si penyesat.

Origen (185-253 atau 254M.). Penulis yang berisik ini menyusun lebih dari 6,000 karya. Ia mendaftarkan lebih dari 18,000 kutipan Perjanjian Baru.

Cyprian (meninggal pada tahun 258 M.) adalah Bisop Kartago. Ia menggunakan hampir 740 kutipan Perjanjian Lama dan 1,030 dari Perjanjian Baru.


Geisler dan Nix secara tepat menyimpulkan bahwa “daftar singkat pada saat ini akan mengungkapkan bahwa ada sekitar 32,000 kutipan Perjanjian Baru sebelum Konsili Nicea dilaksanakan (325 M.). Ke-32,000 kutipan ini sama sekali tidak menyeluruh, dan bahkan karya-karya penulis abad keempatpun tidak termasuk di dalamnya. Hanya dengan menambahkan jumlah referensi yang dipakai oleh seorang penulis lain bernama Eusebius, yang giat mengarang menjelang dan bersamaan dengan Konsili Nicea akan dihasilkan jumlah kutipan Perjanjian Baru melebihi 36,000.”


Kepada semua hal di atas dapat Saudara tambahkan Agustinus, Amabius, Laitantius, Chrysostom, Jerome, Gaius Romanus, Athanasius, Ambrosius dari Milan, Cyril dari Iskandariyah, Ephraem orang Syria, Hilary dari Poitiers, Gregory dari Nyssa, dsb., dsb., dsb.

Leo Jaganay, ketika mengarang buku tentang kutipan bapa-bapa gereja dari Perjanjian Baru, menulis: “Dari demikian banyak jumlah buku yang tidak diterbitkan yang ditinggalkan oleh Dean Burgeon pada saat ia meninggal, yang perlu dicatat secara khusus adalah indeks kutipan Perjanjian Baru oleh bapa-bapa gereja kuno. Indeks itu berisi enam belas jilid buku tebal yang dapat ditemukan dalam British Museum, dan berisi 86,489 kutipan.”


KUTIPAN PERJANJIAN BARU OLEH BAPA-BAPA GEREJA ABAD-ABAD AWAL :


PENULIS : Justin Martyr
Injil : 268
KPR : 10
Surat-surat Umum : 43
Surat-surat Paulus : 6
Wahyu : 3 (266 kutipan tak langsung)
Jumlah : 330

PENULIS : Irenaeus
Injil : 1,038
KPR : 194
Surat-surat Umum : 499
Surat-surat Paulus : 23
Wahyu : 65
Jumlah : 1,189

PENULIS : Clement Alex
Injil : 1,017
KPR : 44
Surat-surat Umum : 1,127
Surat-surat Paulus : 207
Wahyu : 11
Jumlah : 2,406

PENULIS : Origen
Injil : 9,231
KPR : 349
Surat-surat Umum : 7,778
Surat-surat Paulus : 399
Wahyu : 165
Jumlah : 17,922

PENULIS : Tertullian
Injil : 3,822
KPR : 502
Surat-surat Umum : 2,609
Surat-surat Paulus : 120
Wahyu : 205
Jumlah : 7,258

PENULIS : Hippolytus
Injil : 734
KPR : 42
Surat-surat Umum : 387
Surat-surat Paulus : 27
Wahyu : 188
Jumlah : 1,378

PENULIS : Eusebius
Injil : 3,258
KPR : 211
Surat-surat Umum : 1,592
Surat-surat Paulus : 88
Wahyu : 27
Jumlah : 5,176


Total

PENULIS : Justin Martyr
Injil : 268
KPR : 10
Surat-surat Umum : 43
Surat-surat Paulus : 6
Wahyu : 3 (266 kutipan tak langsung)
Jumlah : 330

PENULIS : Irenaeus
Injil : 1,038
KPR : 194
Surat-surat Umum : 499
Surat-surat Paulus : 23
Wahyu : 65
Jumlah : 1,189

PENULIS : Clement Alex
Injil : 1,017
KPR : 44
Surat-surat Umum : 1,127
Surat-surat Paulus : 207
Wahyu : 11
Jumlah : 2,406

PENULIS : Origen
Injil : 9,231
KPR : 349
Surat-surat Umum : 7,778
Surat-surat Paulus : 399
Wahyu : 165
Jumlah : 17,922

PENULIS : Tertullian
Injil : 3,822
KPR : 502
Surat-surat Umum : 2,609
Surat-surat Paulus : 120
Wahyu : 205
Jumlah : 7,258

PENULIS : Hippolytus
Injil : 734
KPR : 42
Surat-surat Umum : 387
Surat-surat Paulus : 27
Wahyu : 188
Jumlah : 1,378

PENULIS : Eusebius
Injil : 3,258
KPR : 211
Surat-surat Umum : 1,592
Surat-surat Paulus : 88
Wahyu : 27
Jumlah : 5,176


Total

PENULIS : 7
Injil : 19,368
KPR : 1,352
Surat-surat Umum : 14,035
Surat-surat Paulus : 870
Wahyu : 664
Jumlah : 36,289
Bagian 6 : Kejujuran Naskah dengan Dukungan Bagian-bagian Kitab Suci



Ini adalah bidang yang sangat diabaikan, namun sesungguhnya leksionaris adalah kumpulan terbesar peringkat kedua dari naskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani..

Bruce Metzger memberikan uraian tentang latar belakang leksionaris: “Mengikuti kebiasaan di sunagoge, yang mengatur bahwa bagian-bagian dari Taurat dan Kitab Para Nabi harus dibaca dalam ibadah kudus pada setiap hari Sabat, Gereja Kristen mengambil kebiasaan membaca beberapa pasal kitab-kitab Perjanjian Baru dalam kebaktian. Sistem yang biasa dilakukan untuk memberikan pelajaran berdasarkan Injil dan Surat-surat Kiriman terus dikembangkan, dan kebiasaan tersebut timbul dari usaha mengatur pelajaran-pelajaran ini menurut susunan yang sudah baku untuk hari Minggu dan hari-hari libur lainnya dalam kalender Kristen.”

Metzger melanjutkan berkata bahwa 2,135 kutipan telah dimasukkan dalam daftar, tetapi tentang selebihnya yang berjumlah lebih besar itu masih menantikan analisis kritis.
J. Harold Greenlee menyatakan bahwa “serpihan-serpihan leksionaris tertua berasal dari abad keenam, sedangkan naskah-naskah yang lengkap berasal dari abad kedelapan atau sesudahnya.
Leksionaris biasanya agak konservatif dan menggunakan teks yang lebih tua, dan hal ini menyebabkannya sangat berharga dalam proses penelitian tekstual.



Top
Profile
BP
Post subject:
PostPosted: Sun Mar 25, 2007 7:48 am
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 4174
II. Tes Bibliografis Kejujuran PL



Mengenai Perjanjian Lama, kita tidak memiliki wibawa berdasarkan naskah yang sangat dekat dengan masa penulisan naskah aslinya dalam jumlah yang berlimpah, seperti pada Perjanjian Baru. Sampai dengan penemuan terakhir Gulungan Kitab Laut Mati, naskah Ibrani tertua dan terlengkap yang kita miliki berasal dari tahun 900 M. Ini menyebabkan adanya tenggang waktu 1,300 tahun (Perjanjian Lama Ibrani ditulis lengkap sekitar abad 4 S.M.). Pada pandangan pertama akan nampak bahwa Perjanjian Lama mempunyai sifat tidak dapat dipercaya, seperti halnya naskah-naskah kuno lainnya.

Dengan adanya penemuan Gulungan Kitab Laut Mati, sejumlah naskah Perjanjian Lama telah ditemukan dan para cendekiawan menetapkan bahwa naskah-naskah itu berasal dari zaman sebelum Kristus.
Pada saat fakta-fakta itu diketahui dan diperbandingkan, ada demikian banyak alasan untuk mempercayai bahwa naskah-naskah yang kita miliki sekarang dapat dipercaya. Akan kita lihat, sebagaimana yang dikatakan oleh Sir Frederic Kenyon, bahwa “orang Kristen dapat memegang Alkitab yang lengkap dan mengatakan tanpa rasa takut atau enggan bahwa ia sedang memiliki di dalamnya Firman Allah sejati, yang diwariskan tanpa mengalami pengurangan yang berarti dari angkatan yang satu kepada angkatan-angkatan berikutnya dari abad yang satu kepada abad-abad berikutnya.”

Pertama, untuk dapat memahami keunikan Kitab Suci dalam hubungan dengan kejujurannya, seseorang perlu meneliti sikap yang sangat berhati-hati yang dimiliki para penyalin Perjanjian Lama.



Bagian 7 : Ahli Talmud


Dalam periode ini ada demikian banyak waktu yang dipakai untuk menginventarisir hukum sipil dan hukum Ibrani yang dikanonkan. Ahli-ahli Talmud memiliki sistem yang cukup rumit untuk menyalin gulungan-gulungan kitab yang ada di sunagoge.

Samuel Davidson menggambarkan beberapa di antara tata tertib ahli-ahli Talmud dalam hubungan dengan Kitab Suci. Peraturan-peraturan yang pelik ini (akan saya pergunakan urutan nomor yang dipakai oleh Geisler dan Nix) sebagai berikut:

[1] Gulungan kitab di sunagoge harus ditulis di atas lembaran-lembaran kulit binatang yang dianggap suci,
[2] dipersiapkan untuk dipakai secara khusus di sunagoge oleh seorang Yahudi.
[3] Lembaran-lembaran ini harus dirangkai menjadi satu dengan menggunakan urat binatang yang dianggap suci.
[4] Setiap kulit harus berisi sejumlah kolom tertentu, dan dibuat seragam untuk seluruh kodeks.
[5] Panjang setiap kolom tidak boleh kurang dari 48 atau melebihi 60 baris; dan lebarnya harus berisi tiga puluh huruf.
[6] Seluruh salinan harus pertama-tama dibuat bergaris; dan apabila tiga kata ditulis tanpa garis, maka kata-kata tersebut dianggap tidak berguna.
[7] Tinta yang dipakai harus berwarna hitam, tidak boleh berwarna merah, hijau, ataupun yang lain, dan harus dipersiapkan berdasarkan resep yang tetap.
[8] Salinan yang benar adalah lembaran yang telah ditulis oleh penyalin tanpa penyimpangan sedikitpun.
[9] Tidak boleh ada kata atau huruf, bahkan sebuah yod (huruf terkecil Ibrani, red.), yang ditulis berdasarkan ingatan yakni, bahwa sang penyalin menulis sebelum melihat kodeks yang terbentang di depannya . . .
[10] Di antara setiap huruf mati harus ada ruangan selebar rambut atau benang;
[11] di antara setiap parashah (bagian Taurat yang telah ditetapkan untuk dibaca pada ibadah di sunagoge), atau bagian baru, harus diberi jarak yang sama dengan deretan sembilan huruf mati;
[12] di antara setiap kitab, tiga baris.
[13] Kitab kelima karya Musa harus diakhiri dengan tepat, yakni dengan sebuah baris lengkap; namun selain kitab itu tidak demikian.
[14] Selain itu, sang penyalin harus duduk dengan berpakaian Yahudi secara lengkap,
[15] membersih-kan seluruh tubuhnya (mandi),
[16] tidak mulai menulis nama Allah dengan pena yang baru saja dicelupkan dalam tinta,
[17] dan seandainya seorang raja menegurnya ketika ia sedang menuliskan nama tersebut ia harus mengabaikan sang raja.”

Davidson menambahkan bahwa “gulungan-gulungan yang dihasilkan tanpa memperhatikan tata tertib ini diputuskan untuk ditanam di dalam tanah atau dibakar; atau dibuang ke sekolah-sekolah untuk dijadikan buku bacaan.”

Mengapa kita tidak memiliki naskah kuno lebih banyak lagi? Tidak adanya naskah-naskah kuno, yang ditulis dengan memperhatikan peraturan-peraturan dan ketepatan-ketepatanh yang telah ditetapkan bagi sang penyalin itu, mengokohkan kejujuran lembaran-lembaran naskah yang kita miliki saat ini.

Gleason Archer, dalam membandingkan variasi-variasi naskah teks Ibrani dengan literatur sebelum zaman Kristen seperti Kitab Mesir tentang Orang Mati, menyatakan bahwa hal yang sungguh-sungguh menakjubkan adalah karena teks Ibrani tidak memiliki gejala kelainan dan perubahan seperti yang dimiliki naskah lain sezamannya. Ia menulis:
“Walaupun dua naskah Yesaya yang ditemukan di Gua Qumran 1 di dekat Laut Mati pada tahun 1947 itu berumur seribu tahun lebih tua daripada naskah tertua yang dikenal sebelumnya (980 M.), naskah-naskah itu membuktikan bahwa ada persamaan kata per kata dengan Alkitab Ibrani baku yang kita miliki selama ini lebih dari 95 persen. Perbedaan yang 5 persen itu terutama berisi kekeliruan yang terlihat jelas dalam mencoretkan pena dan perbedaan ejaan. Bahkan serpihan-serpihan kitab Ulangan dan kitab Samuel dari Laut Mati yang menunjukkan bahwa naskah-naskah itu berasal dari kelompok naskah yang berbeda dari naskah yang dijadikan dasar teks Ibrani yang sudah kita terima itu, tidak memberikan tanda-tanda tentang adanya perbedaan dalam ajaran atau pengajaran. Kekeliruan pencoretan pena dan perbedaan ejaan itu tidak mempengaruhi sedikitpun berita yang diwahyukan itu.”

Ahli-ahli Talmud itu demikian yakin bahwa ketika mereka telah selesai menyalin sebuah naskah mereka memiliki salinan yang tepat, sehingga mereka memberikan wewenang yang sama kepada salinan yang baru itu.

Frederic Kenyon dalam Our Bible and Ancient Manuscripts (Alkitab Kita dan Naskah-naskah Kuno) membentangkan lebih luas hal di atas serta penghancuran naskah yang lebih tua: “Sikap berhati-hati yang sama ekstrimnya dengan yang diberikan kepada penyalinan naskah juga mendasari penghancuran naskah-naskah yang lebih tua. Ketika sebuah naskah telah disalin dengan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Talmud, dan telah teruji kebenarannya, maka naskah itu diterima sebagai naskah yang benar dan dipandang memiliki nilai yang sama dengan naskah lain yang manapun. Jika semuanya sama-sama benar, maka umur tidak memberikan manfaat apa-apa kepada suatu naskah; sebaliknya, umur sangat merugikan, karena sebuah naskah memiliki kemungkinan untuk cacat atau mengalami kerusakan dalam pergeseran waktu. Naskah yang rusak atau tidak sempurna segera dinyatakan tidak layak pakai.

Setiap sinagoge dilengkapi dengan ‘Gheniza,’ lemari kayu, tempat menyimpan naskah-naskah cacat yang sudah dikesampingkan; dan dari tempat penyimpanan itulah beberapa di antara naskah yang masih bertahan sampai saat ini telah ditemukan orang pada zaman moderen. Jadi, jauh dari pemikiran mereka untuk memandang bahwa naskah-naskah Kitab Suci yang lebih tua itu lebih berharga, kebiasaan Yahudi adalah justru lebih menyukai yang lebih baru, sebagai naskah yang paling sempurna dan bebas dari kerusakan. Naskah-naskah yang lebih tua, begitu disimpan di ‘Gheniza,’ akan hancur secara wajar, apakah karena tidak dihiraukan lagi atau karena dengan sengaja dibakar ketika isi ‘Gheniza’ itu sudah terlalu penuh.

“Oleh karena itu, tidak adanya naskah-naskah Alkitab Ibrani dalam kondisi sangat tua tidak perlu mengherankan atau menggelisahkan kita. Jika, kepada alasan-alasan yang telah disebutkan itu, kita tambahkan penganiayaan yang bertubi-tubi (yang mencakup upaya penghancuran atas harta benda) dengan orang-orang Yahudi sebagai korbannya, hilangnya naskah-naskah kuno telah cukup dijelaskan, dan naskah-naskah yang masih ada diterima sebagai naskah yang memelihara apa yang mereka akui sendiri terpelihara – yaitu, teks Massoretis.”

“Rasa hormat terhadap Kitab Suci dan perhatian terhadap kemurnian teks kudus itu untuk pertama kalinya berasal dari masa sesudah kejatuhan Yerusalem.”

Seseorang dapat menelusurinya sampai pada Ezra 7:6, 10 dalam ayat-ayat yang mengatakan bahwa Ezra adalah “jurutulis yang handal.” Ia adalah tenaga profesional, terampil dalam bidang Kitab Suci.



Periode Massoretis & Kutipan dan Pengamalan Kejujuran PL

Bagian 8 : Periode Massoretis & Kutipan dan Pengamalan Kejujuran PL



a. PERIODE MASSORETIS (500-900 M.)


Massoret (dari kata Ibrani massora, “Tradisi”) menerima tugas berat untuk menyunting teks dan menetapkan pembakuannya. Kantor pusatnya terletak di Tiberias. Teks yang merupakan hasil akhir Massoret disebut teks “Massoretis.” Teks yang mereka hasilkan ini telah ditambah dengan penunjuk vokal (bunyi huruf hidup) untuk memastikan ucapan yang tepat. Teks Massoretis ini adalah teks Ibrani baku masa kini.

Para Massoret memiliki kedisplinan yang tinggi dan mereka memperlakukan teks naskah kuno itu “dengan rasa hormat tertinggi yang dapat dibayangkan, dan menerapkan sistem yang demikian rumit untuk memeliharanya dari kesalahan dalam penyalinannya. Misalnya, mereka menghitung berapa kali tiap huruf dalam abjad mereka itu muncul dalam setiap kitab; mereka menunjukkan huruf menjadi titik pusat Pentateukh dan huruf yang menjadi titik pusat seluruh Alkitab Ibrani, dan bahkan membuat penghitungan lebih rinci lagi daripada contoh ini. ‘Segala sesuatu yang dapat dihitung nampaknya mereka hitung,’ kata Wheeler Robinson, dan mereka menciptakan cara untuk meningkatkan daya ingat sehingga dengan demikian pelbagai jumlah dengan mudah mereka hafalkan.”

Sir Frederic Kenyon mengatakan: “Selain mencatat pelbagai perbedaan naskah, tradisi, atau hasil dugaan, para Massoret memikul tanggung jawab untuk melakukan sejumlah penghitungan yang tidak masuk ke dalam suasana yang biasanya ada pada penelitian tekstual. Mereka menghitung jumlah ayat, kata, dan huruf pada setiap kitab. Mereka menghitung kata yang menjadi titik pusat dan huruf yang menjadi titik pusat setiap kitab. Mereka menghitung ayat-ayat yang memuat semua huruf dalam abjad mereka itu, atau sejumlah huruf saja; dan sebagainya. Hal-hal remeh seperti ini, menurut anggapan kita yang mungkin memang demikian, masih memiliki dampak untuk menjamin adanya perhatian yang sangat kecil sekalipun terhadap proses penyalinan teks secara tepat; dan hal-hal kecil itu hanya merupakan pengungkapan yang berlebihan dari penghargaan terhadap Kitab Suci, yang sesungguhnya pengungkapan penghargaan itu tidak seharusnya menerima sesuatu selain pujian. Para Massoret sungguh-sungguh berhasrat untuk menjaga agar tidak ada satu titik atau garis kecilpun, tidak ada satu huruf terkecilpun atau bagian kecil dari sebuah hurufpun dari hukum Taurat berlalu atau hilang.”

Flavius Josephus, seorang sejarawan Yahudi, menulis: “Kami telah memberikan bukti praktis tentang rasa hormat kami kepada Kitab Suci kami sendiri. Karena, kendatipun zaman yang panjang itu telah berlalu, tidak ada seorangpun yang mencoba baik untuk menambah, maupun mengurangi, atau mengubah sebuah sukukata; dan ini merupakan naluri yang dimiliki setiap orang Yahudi, sejak hari kelahirannya, untuk memandangnya sebagai perintah Allah, untuk berpegang padanya, dan, jika perlu, dengan senang hati mati untuknya. Berulang kali, sebelum ini ada hal yang dapat disaksikan tentang orang-orang tawanan yang lebih rela menderita penganiayaan dan menanggung kematian dalam pelbagai bentuk di gedung-gedung teater, daripada mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengannya.”

Josephus melanjutkan uraiannya dengan mengadakan perbandingan antara rasa hormat orang-orang Ibrani terhadap Kitab Suci dengan penghargaan orang-orang Yunani terhadap sastera mereka: “Apakah yang akan ditanggung oleh orang-orang Yunani untuk alasan yang sama? Bahkan untuk menyelamatkan seluruh koleksi karya tulis bangsa mereka dari kehancuran, mereka tidak akan bersedia menghadapi penderitaan pribadi sedikitpun. Karena bagi orang-orang Yunani, semua karya sastera itu hanya kumpulan ceritera yang digubah berdasarkan khayalan pengarang-pengarangnya; dan dalam penilaian seperti ini bahkan oleh sejarawan-sejarawan terdahulu karya-karya dengan ciri seperti itu sungguh-sungguh terbukti sebagai kenyataan, pada saat mereka melihat beberapa di antara penulis sezamannya yang berusaha untuk melukiskan kejadian-kejadian yang sama sekali tidak berhubungan dengan mereka, mereka tidak mau mempersulit diri dengan mencari informasi dari orang-orang yang mengetahui fakta yang sebenarnya.”



b. KUTIPAN DAN PENGAMALAN KEJUJURAN PERJANJIAN LAMA


Pengamatan Robert Dick Wilson yang demikian cemerlang membawa kebenaran dan kejujuran Kitab Suci kembali ke masa Perjanjian Lama: Dalam 144 kasus penerjemahan dari bahasa Mesir, Asyur, Babilonia dan Moab ke dalam bahasa Ibrani dan dalam 40 kasus proses sebaliknya, atau 184 kasus secara keseluruhannya, bukti yang ada menunjukkan bahwa selama 2300 sampai 3900 tahun teks tentang nama-nama dalam Alkitab Ibrani telah disalin dengan ketepatan yang paling tinggi. Bahwa para penyalin asli itu telah menuliskannya dengan kesesuaian pada prinsip-prinsip filosofis yang benar seperti itu telah menjadi bukti tentang sikap mereka yang demikian berhati-hati dan pengetahuan mereka yang demikian tinggi; selanjutnya, bahwa teks Ibrani telah disalin oleh pelbagai penyalin melalui abad demi abad menjadi sesuatu yang tidak tersaingi dalam sejarah pustaka.”

Wilson menambahkan: “Ada sekitar empat puluh raja yang hidup dari tahun 2000 S.M. sampai dengan tahun 400 S.M. Masing-masing tercantum dalam urutan kronologis ‘. . . dengan referensi kepada raja-raja negara yang sama dan dengan memperhatikan raja-raja dari negeri-negeri lain . . . tidak pernah ada bukti yang lebih kuat yang dapat dibayangkan tentang ketepatan yang sangat tinggi yang dimiliki catatan-catatan Perjanjian Lama daripada kumpulan raja-raja ini.’ Secara matematis, hanya ada satu kemungkinan di antara 750,000,000,000,000,000,000,000 bahwa ketepatan ini hanya semata-mata karena suatu keadaan.”

Karena adanya bukti itu maka Wilson menyimpulkan:
“Bukti bahwa naskah-naskah asli itu telah diwariskan dengan ketepatan yang sangat tinggi selama lebih dari 2000 tahun tidak dapat disangkali. Bahwa naskah-naskah yang ada pada 2000 tahun lalu telah diturunkan dalam keadaan yang sama dengan naskah-naskah aslinya tidak hanya sebagai suatu kemungkinan, tetapi, seperti yang telah kami tunjukkan, dipandang sebagai sesuatu yang pasti dapat terjadi berdasarkan analogi dokumen Babilonia yang sampai saat ini masih ada baik yang asli maupun salinannya, yang kedua-duanya terpisah ribuan tahun, dan dari antara puluhan papirus yang dibandingkan dengan edisi moderen karya-karya klasik itu menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lebih dari 2000 tahun hanya ada perubahan-perubahan sangat kecil pada teks tersebut dan terutama dengan ketepatan yang teruji secara ilmiah dan dapat dibuktikan yang olehnya ejaan yang tepat nama raja-raja dan pelbagai istilah asing yang terdapat di dalam teks Ibrani telah disalurkan kepada kita.”

F. F. Bruce menyatakan bahwa “teks Alkitab Ibrani yang terdiri dari huruf-huruf mati yang disunting oleh para Massoret telah diwariskan ke dalam zaman mereka dengan ketepatan yang menyolok mata dengan tenggang waktu hampir seribu tahun.”

William Green menyimpulkan bahwa “mungkin aman untuk dikatakan bahwa tidak ada karya kuno lain yang telah diwariskan dengan cara demikian tepat.”

Mengenai ketepatan dalam penyaluran teks Ibrani, Atkinson, Petugas Perpustakaan di Universitas Cambridge, mengatakan bahwa penyaluran naskah itu “hampir-hampir berupa mujizat.”
Rabbi Aquiba, abad kedua Masehi, dengan hasrat untuk menghasilkan teks yang benar-benar tepat, dipercayai telah berkata “penyaluran teks (Massoret) yang tepat berfungsi sebagai pagar bagi Taurat.”


Teks Ibrani & Kesaksian Gulungan Laut Mati

Bagian 9 : Teks Ibrani & Kesaksian Gulungan Laut Mati



a. TEKS IBRANI


Cairo Codex (895 M.) ditempatkan di British Museum. Kodeks itu dihasilkan oleh keluarga Massoret Musa ben Asher. Kodeks ini berisi kitab nabi-nabi akhir dan nabi-nabi terdahulu.

Codex of the Prophets of Leningrad (916 M.) berisi kitab Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan dua belas nabi kecil.

Naskah Perjanjian Lama terlengkap dan tertua adalah Codex Babylonicus Petropalitanus (1008 M.) yang disimpan di Leningrad. Naskah itu disiapkan berdasarkan teks Rabbi Harun ben Moses ben Asher sebelum tahun 1000 M. yang telah dikoreksi

Aleppo Codex (900+ M.) adalah sebuah naskah yang sangat berharga. Kodeks ini pernah dianggap telah hilang pada suatu saat, tetapi pada tahun 1958 ditemukan kembali. Naskah itu mengalami kerusakan.

British Museum Codex (950 M.) berisi sebagian kitab Kejadian sampai dengan Ulangan.

Reuchlin Codex of the Prophets (1105 M.). Penyiapan teks ini dilakukan oleh Massoret ben Naphtali.



b. KESAKSIAN GULUNGAN LAUT MATI ATAS KEJUJURAN KITAB SUCI IBRANI


Pertanyaan besar itu pertama-tama diajukan oleh Sir Frederic Kenyon, “Apakah teks Ibrani, yang kita beri nama Massoretis dan yang telah kita tunjukkan bahwa teks ini berasal dari sebuah teks yang direkonstruksi sekitar tahun 100 M. itu, dengan setia mewakili Teks Ibrani asli yang ditulis oleh penulis-penulis kitab-kitab Perjanjian Lama?”


Gulungan Laut Mati memberikan kepada kita jawaban langsung dan positif.

Masalah yang ada sebelum penemuan Gulungan Laut Mati itu adalah, “Sampai di manakah tingkat ketepatan naskah-naskah yang kita miliki saat ini jika dibandingkan dengan teks asli yang ada pada abad pertama itu?” Karena teks itu telah disalin berulang kali, masih dapatkah kita percayai?


Apakah Gulungan Laut Mati itu?

Gulungan kitab itu terdiri dari sekitar 40,000 serpihan dengan tulisan di atas masing-masing. Berdasarkan serpihan-serpihan ini telah dihasilkan rekonstruksi lebih dari 500 kitab.

Ditemukan banyak buku dan serpihan di luar Alkitab yang memberikan titik-titik teerang tentang masyarakat Qumrabn yang demikian religius. Tulisan seperti “Dokumen-dokumen Zadok,” sebuah “Peraturan Masyarakat Qumran” dan “Buku Penuntun Ketertiban” menolong kita untuk memahami tujuan kehidupan sehari-hari masyarakat Qumran. Dalam pelbagai gua ditemukan sejumlah tafsiran Kitab Suci yang sangat bermanfaat.


Bagaimana Gulungan Laut Mati itu ditemukan?

Saya akan mengutip Ralph Earle yang memberikan jawaban sangat jelas dan padat terhadap pertanyaan tentang bagaimana Gulungan Kitab itu ditemukan:

“Kisah tentang penemuan ini adalah salah satu di antara kisah-kisah yang paling menarik tentang zaman moderen. Pada bulan Februari atau Maret 1947 seorang anak Badui yang pekerjaannya sebagai gembala bernama Muhammad sedang mencari seekor kambingnya yang hilang. Kakinya menyentuh batu yang kemudian terjatuh ke dalam lobang pada bukit karang yang ada di pantai barat Laut Mati, yang terletak sekitar delapan mil di selatan Yerikho. Ia terkejut karena sebagai akibatnya ia mendengar suara guci pecah. Sesudah memeriksanya, ia menemukan pemandangan yang menakjubkan. Pada lantai sebuah gua ada beberapa guci besar berisi gulungan kitab dari kulit, yang dibungkus kain lenan. Karena guci-guci itu ditutup dengan sangat hati-hati, maka gulungan-gulungan kitab itu terpelihara dalam keadaan yang sangat baik selama hampir 1,900 tahun. (Terbukti bahwa gulungan-gulungan kitab itu diletakkan di sana pada tahun 68 M.).

“Lima buah Gulungan Kitab yang ditemukan di dalam Gua Laut Mati I, sesuai dengan nama yang diberikan saat ini, dibeli oleh bisop agung Biara Ortodoks Syria di Yerusalem. Sementara itu, tiga gulungan kitab lainnya dibeli oleh Profesor Sukenik dari Universitas Ibrani di kota yang sama.
“Ketika gulungan kitab itu ditemukan pertama kali, tidak ada berita yang disiarkan tentang benda-benda itu. Pada bulan November 1947, dua hari sesudah Profesor Sukenik membeli tiga gulungan kitab itu serta dua guci dari gua itu, ia menulis dalam buku hariannya: ‘Mungkin saja ini adalah salah satu dari penemuan terbesar yang telah terjadi di Palestina, suatu penemuan yang tidak pernah terlalu kita harapkan.’ Namun, kata-kata yang berarti ini belum disebarluaskan kala itu.

“Untungnya, pada bulan Februari 1948, bisop agung yang tidak mampu membaca tulisan Ibrani itu, menelfon Sekolah Amerika untuk Penelitian Oriental di Yerusalem dan memberitahukan tentang gulungan kitab itu. Dalam rencana Allah yang baik, pimpinan sementara sekolah yang bertugas saat itu adalah cendekiawan muda yang bernama John Trever, yang juga adalah seorang fotografer amatir yang handal. Dengan usaha yang tidak mengenal lelah dan penuh penyerahan, ia memotret setiap kolom dalam gulungan besar kitab Yesaya, yang berukuran panjang 24 kaki dan tinggi 10 inci itu. Ia memproses sendiri lempengan negatifnya dan mengirimkan beberapa lembar di antara foto-foto yang dihasilkannya itu kepada Dr. W. F. Albright dari Universitas John Hopkins, yang dikenal luas sebagai pimpinan para arkeolog dalam bidang penelitian tentang peninggalan sejarah berdasarkan Alkitab. Ia menulis surat balasan yang juga dikirimnya dengan pos udara sebagai berikut: ‘Saya sampaikan ucapan selamat dari dalam lubuk hati saya atas penemuan naskah sebagai penemuan terbesar zaman moderen ini! . . . Suatu penemuan yang sungguh-sungguh menakjubkan! Dan dengan rasa gembira kita nyatakan bahwa tidak akan ada lagi sedikitpun keragu-raguan di dunia ini tentang keaslian naskah itu.’ Ia memberikan pandangannya bahwa naskah itu berasal dari sekitar tahun 100 S.M.”

Trever mengutip lebih lanjut pandangan-pandangan Albright: “Tidak ada lagi keragu-raguan di dalam pikiranku bahwa tulisan naskah-naskah itu lebih kuno dibandingkan papirus Nash . . . saya harus lebih menyukai tahun sekitar 100 S.M. . . .”


Nilai Gulungan-gulungan Kitab itu

Naskah-naskah Ibrani lengkap tertua yang kita miliki berasal dari tahun 900 M. dan sesudahnya. Bagaimana kita dapat memiliki kepastian bahwa penyalurannya dilakukan dengan tepat sejak zaman Kristus pada tahun 32 M. itu? Berkat arkeologi dan Gulungan Laut Mati, kita sekarang benar-benar mengetahuinya. Salah satu naskah yang ditemukan adalah sebuah naskah lengkap teks kitab Yesaya dalam bahasa Ibrani. Oleh para ahli paleografi ditetapkan bahwa naskah tersebut berasal dari sekitar tahun 125 S.M. Naskah ini berumur lebih tua 1,000 tahun lebih dibandingkan naskah lain yang manapun yang kita miliki sebelumnya.

Dampak penemuan ini berupa konfirmasi pada ketepatan gulungan kitab Yesaya (125 S.M.) pada saat dibandingkan dengan teks Massoretis kitab Yesaya (916 M.) dari masa 1,000 tahun kemudian. Ini menunjukkan ketepatan luar biasa yang dipertahankan para penyalin Kitab Suci selama lebih dari kurun waktu seribu tahun.

“Dari 166 kata dalam Yesaya 53, hanya ada tujuh belas huruf yang dipertanyakan. Sepuluh huruf di antaranya berhubungan hanya dengan masalah ejaan, yang tidak mempengaruhi arti teks itu. Empat huruf lagi adalah perubahan sedikit gaya penulisan, seperti kata depan. Sisanya yang tiga lagi membentuk kata ‘terang,’ yang ditambahkan pada ayat 11, dan tidak banyak mempengaruhi arti ayat itu. Selanjutnya, kata ini didukung oleh Septuaginta dan naskah IQ Is. Jadi, dalam sebuah bab yang ter5diri dari 166 kata, hanya ada sebuah kata (terdiri dari tiga huruf) yang dipertanyakan sesudah mengalami penyalinan selama seribu tahun – dan kata ini tidak memberikan perubahan berarti pada arti ayat yang memuatnya.”

F. F. Bruce mengatakan, “Sebuah gulungan kitab Yesaya yang tidak lengkap, yang ditemukan bersama-sama dengan naskah lain dalam gua Qumran pertama, dan dengan mudah dikenal sebagai ‘Yesaya B,’ bahkan memiliki persesuaian yang lebih dekat lagi dengan teks Massoretis.”

Gleason Archer menyatakan bahwa naskah-naskah Yesaya dari masyarakat Qumran itu “dibuktikan memiliki persamaan dengan teks Alkitab Ibrani baku kita kata per kata mencapai lebih dari 95 persen. Perbedaan yang 5 persen terutama terdiri dari kekeliruan yang nampak dengan jelas dalam menggoreskan alat tulis dan perbedaan dalam ejaan.”

Millar Burrows, yang dikutip oleh Geisler dan Nix, menyimpulkan: “Adalah suatu keajaiban bahwa teks yang melalui masa sekitar seribu tahun itu mengalami perubahan demikian kecil. Seperti yang telah saya katakan dalam artikel pertama saya tentang gulungan kitab itu, ‘Di sini terletak nilai terpentingnya, yang mendukung kesetiaan tradisi Massoretis.’ ”



Septuaginta Mendukung Keaslian Teks Ibrani & Teks Samaria

Bagian 10 : Septuaginta Mendukung Keaslian Teks Ibrani & Teks Samaria



a. SEPTUAGINTA MENDUKUNG KEASLIAN TEKS IBRANI


Orang-orang Yahudi tercerai-berai dari tanah air mereka dan timbul keperluan akan tersedianya Kitab Suci dalam bahasa yang dikenal secara umum pada zaman itu. Septuaginta (berarti “tujuh puluh” dan biasanya disingkat dengan menggunakan bilangan Romawi LXX) adalah nama yang diberikan kepada terjemahan Kitab Suci Ibrani dalam bahasa Yunani pada masa pemerintahan raja Mesir bernama Ptolemy Philadelphia (285-246 S.M.).

F. F. Bruce memberikan penuturan menarik tentang asal-usul pemberian nama terjemahan ini. Tentang sebuah surat yang dimaksudkan untuk ditulis pada sekitar tahun 250 S.M. (secara lebih realistik tidak lama sebelum tahun 100 S.M.) oleh Aristeas, pegawai istana Raja Ptolemy, kepada saudaranya bernama Philocrates, Bruce mengatakan:
“Ptolemy dikenal sebagai teladan kesusasteraan dan ketika berada di bawah kekuasaannyalah bahwa perpustakaan besar di Iskandariyah, salah satu keajaiban budaya dunia selama 900 tahun, diresmikan. Surat tersebut menguraikan bagaimana Demetrius dari Phalerum, yang dikatakan telah bertugas sebagai pegawai perpustakaan Ptolemy, membangkitkan minat raja terhadap Hukum Yahudi dan memberikan nasihat kepadanya untuk mengirim utusan kepada imam besar Eleazar di Yerusalem. Imam besar itu memilih sebagai penerjemah enam orang tua-tua dari setiap suku dari keduabelas suku Israel dan mengirim mereka ke Iskandariyah, dengan membawa perkamen yang sangat tepat dan indah berisi Taurat. Tua-tua itu dijamu sebagai tamu raja dengan makanan istana lengkap dengan minuman anggurnya, dan membuktikan kehebatan hikmat mereka dalam berdebat; lalu mereka menetapkan tempat tinggal sementara mereka di pulau Pharos (pulau yang dalam hal lain terkenal karena mercu suarnya), di sana selama tujuhpuluh dua hari mereka menyelesaikan tugas mereka untuk menerjemahkan Pentateukh ke dalam bahasa Yunani, dengan menyerahkan versi yang disetujui sebagai hasil konferensi dan usaha membanding-bandingkan.”

LXX, yang dinilai sangat dekat dengan teks Massoretis ( 916 M.) yang kita miliki saat ini, menolong kita untuk mengokohkan kejujuran penyalurannya dalam masa 1,300 tahun. Penyimpangan terbesar LXX dari teks Massoretis adalah kitab Yeremia.

Kutipan-kutipan LXX dan alkitabiah yang ditemukan dalam kitab-kitab Apokrif Ecclesiasticus, Kitab Jubilee, dsb., memberikan bukti bahwa teks Ibrani yang ada saat ini sungguh-sungguh sama dengan teks yang ada padav sekitar tahun 300 S.M.

Geisler dan Nix, dalam karya mereka yang paling bermanfaat berjudul A General Introduction to the Bible (Pengantar Umum kepada Alkitab) menyajikan empat sumbangsih penting Septuaginta. “[1] Septuaginta menjembatani jurang pemisah agamawi di antara orang-orang yang berbahasa Ibrani dan yang berbahasa Yunani, karena terjemahan tersebut memenuhi kebutuhan orang-orang Yahudi Iskandariyah, [2] Septuaginta menjembatani jurang pemisah historis antara Perjanjian Lama Ibrani milik orang-orang Yahudi dengan orang-orang Kristen yang berbahasa Yunani yang mau menggunakannya bersama-sama dengan kitab Perjanjian Baru mereka, [3] dan Septuaginta itu menjadi contoh bagi para utusan Injil untuk membuat terjemahan Kitab Suci ke dalam pelbagai bahasa dan suku bahasa; [4] Septuaginta menjembatani jurang pemisah kritik tekstual melalui kesesuaiannya yang demikian menakjubkan dengan teks Perjanjian Lama Ibrani (Aleph, A, B, C, dst.).”


F. F. Bruce memberikan beberapa alasan mengapa orang-orang Yahudi kehilangan minat mereka pada Septuaginta:

1. “. . . Dari abad pertama Masehi dan seterusnya orang-orang Kristen menerimanya sebagai versi Perjanjian Lama mereka dan menggunakannya secara bebas dalam menyebarluaskan dan mempertahankan iman Kristen.

2. “Alasan lain mengapa orang-orang Yahudi kehilangan minat mereka kepada Septuaginta terletak pada kenyataan bahwa pada sekitar tahun 100 M. diresmikanlah teks baku yang diperbaiki oleh para cendekiawan Yahudi. . . .”




b. TEKS SAMARIA


Teks ini berisi Pentateukh dan sangat berharga untuk menetapkan nilai perbedaan-perbedaan tekstual. Bruce mengatakan bahwa “perbedaan-perbedaan yang ada di antara Pentateukh Samaria dan edisi Massoretis (916 M.) tentang kitab-kitab ini sangat tidak berarti jika diperbandingkan dengan bagian-bagian yang selaras.”
Bagian 11 : Targum, Misnah, Gemara, Midrash, Hexapla


DUKUNGAN TEKS-TEKS LAIN


• TARGUM (dalam bentuk tertulis – naskah-naskah dari tahun 500 M.)

Arti dasarnya adalah “penafsiran.” Targum adalah uraian tentang Perjanjian Lama dengan menggunakan ungkapan dan kata-kata yang berbeda dari bunyi aslinya.

Sesudah orang-orang Yahudi dibawa ke pembuangan, bahasa Kasdim menggantikan kedudukan bahasa Ibrani. Oleh karena itu orang-orang Yahudi memerlukan Kitab Suci dalam bahasa yang dipakai sesehari.

Targum-targum utama adalah (1) Targum Onkelas (60 S.M., sejumlah orang mengatakan bahwa targum ini dikarang oleh Onkelas, murid sarjana besar Yahudi bernama Hillel). Targum ini berisi teks Ibrani Pentateukh. (2) Targum Jonathon ben Uzziel (30 S.M.?) Targum ini berisi kitab-kitab sejarah dan kitab Para Nabi.

F. F. Bruce memberikan latar belakang Targum yang lebih menarik lagi: “. . . Kebiasaan membacakan Kitab Suci kepada jemaat di sunagoge dengan diikuti uraian secara lisan dalam bahasa Aram (bahasa pribumi) mulai berkembang pada abad-abad akhir Sebelum Masehi. Wajarlah ketika bahasa Ibrani makin kurang dikenal khalayak ramai sebagai bahasa lisan, maka mereka perlu dilengkapi dengan tafsiran teks Kitab Suci dalam bahasa yang sungguh-sungguh mereka fahami, jika mereka diharapkan untuk mengerti apa yang dibacakan kepada mereka. Pejabat yang bertugas untuk memberikan uraian lisan ini disebut methurgeman (penerjemah atau penafsir) dan uraiannya itu disebut targum.

“. . . Methurgeman . . . tidak diizinkan untuk membacakan tafsirannya dari gulungan kitab, karena jemaat dapat salah faham dengan berfikir bahwa ia sedang membacakan ayat-ayat murni dari Kitab Suci. Dengan memperhatikan ketepatan, tanpa diragukan, maka ditetapkan pembatasan lebih lanjut bahwa tidak boleh lebih dari satu ayat Pentateukh dan tidak boleh lebih dari tiga ayat kitab Para Nabi yang boleh diterjemahkan pada satu kesempatan.

“Pada akhirnya Targum-targum ini diserahkan untuk ditulis.”

Nilai apakah yang dimiliki Targum-targum itu?

J. Anderson dalam bukunya berjudul The Bible, the Word of God (Alkitab, Firman Allah) menyebutkan nilai Targum-targum itu dengan berkata: “Manfaat besar Targum-targum kuno itu terletak pada pengesahan yang diberikan kitab-kitab itu atas keaslian teks Ibrani, dengan membuktikan bahwa teks Ibrani pada saat Targum-targum itu disusun sama dengan teks Ibrani yang ada pada saat ini.”


• MISHNAH (200 M.)

Artinya adalah “penjelasan, pengajaran.” Mishnah berisi koleksi kebiasaan-kebiasaan Yahudi dan eksposisi hukum lisan. Mishnah ditulis dalam bahasa Ibrani dan sering kali dianggap sebagai Hukum Kedua.

Kutipan-kutipan dari Kitab Suci sangat menyerupai teks Massoretis dan memberikan kesaksian tentang kejujurannya.


• GEMARA (dari Palestina tahun 200 M.; dari Babilonia tahun 500 M.)

Tafsiran-tafsiran (ditulis dalam bahasa Aram) yang berkembang di sekitar Mishnah ini memberikan sumbangsih kepada kejujuran tekstual teks Massoretis.

Mishnah ditambah dengan Gemara Babilonia menghasilkan Talmud Babilonia.
Mishnah + Gemara Babilonia = Talmud Babilonia
Mishnah + Gemara Palestina = Talmud Palestina


• MIDRASH (100 S.M. – 300 M.)

Midrash terdiri dari kajian-kajian doktrinal tentang teks Ibrani Perjanjian Lama. Kutipan-kutipan Midrash sungguh-sungguh Massoretis.


• HEXAPLA (rangkap enam)

Karya Origen (185-254 S.M.) tentang keselarasan keempat Injil dalam enam kolom: teks LXX, Aquila, Theodation, Symmachus, Ibrani dalam huruf-huruf Ibrani dan huruf-huruf Yunani.

Hexapla, ditambah dengan karya-karya Josephus, Philo dan Dokumen-dokumen keturunan Zadok (literatur masyarakat Qumran Laut Mati), “memberikan kesaksian tentang adanya sebuah teks yang sangat mirip dengan[ teks] Massoretis dari tahun 40 sampai 100 M.”


III. Tes Internal Kejujuran Kitab Suci


Bagian 12 : Manfaat Keraguan & Nilai Sumber Utama




a. MANFAAT KERAGUAN


Tentang tes ini John Warwick Montgomery menulis bahwa kritik-ktitik sastera masih mengikuti pepatah Aristoteles yaitu bahwa “manfaat keragu-raguan diberikan kepada dokumen yang diragukan itu sendiri, bukan diterapkan oleh sang pengritik pada dirinya sendiri.”

Oleh karena itu, “seseorang harus mendengarkan pernyataan-pernyataan dokumen yang sedang dianalisisnya, dan tidak mengakui kepalsuan atau kesalahan kecuali jika sang penulis menyatakan secara tidak langsung bahwa dirinya tidak memenuhi syarat melalui kontradiksi-kontradiksi atau fakta ketidaktepatan yang terlihat jelas.”

Horn menambah penjelasan tentang hal ini dengan mengatakan: “Fikirkan sejenak tentang apa yang perlu ditunjukkan yang berhubungan dengan suatu ‘kesulitan’ agar dapat memindahkannya ke dalam kategori alasan yang sahih untuk menentang suatu ajaran. Tentu saja dituntut jauh lebih banyak daripada sekadar kehadiran suatu kontradiksi. Pertama, kita harus pasti bahwa kita memahami dengan tepat teks, arti kata-kata atau bilangan-bilangan yang dipakainya. Kedua, bahwa kita memiliki semua pengetahuan (informasi) yang ada tentang hal ini. Ketiga, bahwa tidak ada penjelasan lebih lanjut yang dapat diberikan pada teks ini berdasarkan pengetahuan yang lebih berkembang, riset tekstual, arkeologi, dsb.

“. . . Kesulitan-kesulitan tidak dengan sendirinya menjadi keberatan-keberatan,” tambah Robert Horn. “Masalah-masalah yang belum terselesaikan tidak perlu dipandang sebagai kesalahan. Ini tidak dimaksudkan untuk memperkecil lingkup kesulitan itu; melainkan untuk memandangnya dengan suatu pengertian. Kesulitan-kesulitan harus digumuli dan pelbagai masalah harus mendorong kita untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas; namun sebelum kita tiba poada saat di mana kita memiliki pengertian secara lengkap dan final atas masalah apa saja, kita tidak berhak untuk membuat pernyataan tegas sebagai berikut, ‘Ini adalah kesalahan yang telah terbukti, suatu keberatan yang tidak dapat diragukan lagi terhadap Alkitab yang dipercayai tidak mungkin salah itu.’ Adalah hal yang telah diketahui umum bahwa ‘keberatan-keberatan’ yang tidak terhingga jumlahnya telah sepenuhnya terjawab sejak awal abad ini.”



b. NILAI SUMBER UTAMA


Mereka menulis sebagai saksi mata atau berdasarkan informasi pertama: Lukas 1:13 – “Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: “Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes.”

II Petrus 1:16 – “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.”

I Yohanes 1:3 – “. . . Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.”

Kisah Para Rasul 2:22 – “Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepada kamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu. . . .”

Yohanes 19:35 – “Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.”

Lukas 3:1 – “Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene. . . .”

Kisah Para Rasul 26:24-26 – “Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat!! Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil.


F. F. Bruce, Dosen Rylands untuk Penelitian dan Eksegese Alkitab di Universitas Manchester, mengatakan, tentang nilai sumber utama catatan-catatan Perjanjian Baru sebagai berikut:
“Pengkhotbah-pengkhotbah awal tentang Injil mengetahui tentang nilai . . . kesaksian dari tangan pertama, dan berulang kali menggunakannya sebagai dasar otoritasnya. ‘Kami adalah saksi tentang hal-hal ini,’ adalah penegasan mereka yang tidak pernah berubah dan didasari oleh keyakinan yang kokoh. Dan hal itu dapat bersifat sama sekali tidak demikian mudah karena beberapa penulis nampaknya harus berfikir untuk mereka-reka kata-kata dan perbuatan Yesus pada tahun-tahun awal itu, ketika demikian banyak di antara murid-murid-Nya ada di sekeliling mereka, yang dapat mengingat apa saja yang telah terjadi atau yang tidak pernah terjadi.

"Dan para pengkhotbah awal itu tidak hanya memberikan perhatian kepada saksi-saksi mata yang mempunyai sikap bersahabat saja; ada juga saksi-saksi mata lain yang memiliki kecenderungan yang kurang baik dan juga memiliki kepakaran dalam hubungan dengan fakta-fakta utama tentang pelayanan dan kematian Yesus. Para murid tidak mampu menanggung risiko dari adanya ketidaktepatan (tanpa membicarakan tentang pemutarbalikan fakta yang dilakukan dengan sengaja), yang pada suatu saat akan terungkap oleh orang-orang yang memang demikian senang jika dapat melakukannya. Sebaliknya, salah satu pokok terpenting dalam khotbah asli para rasul adalah himbauan yang dilakukan dengan penuh keyakinan berdasarkan pengetahuan para pendengarnya; mereka tidak hanya berkata, ‘Kami adalah saksi dari hal-hal ini’ saja, tetapi juga, ‘Seperti yang kamu tahu’ (Kisah Para Rasul 2:22). Seandainya ada kecenderungan untuk meninggalkan pelbagai fakta dalam bahan apa saja, kehadiran saksi-saksi mata penentang yang ada di tengah-tengah para pendengar tentu telah berfungsi sebagai potensi korektif lebih lanjut.”

Bagian 13 : Kompetensi Materi Sumber Utama



Perjanjian Baru seharusnya dipandang oleh para cendekiawan masa kini sebagai dokumen yang berfungsi sebagai sumber yang layak berasal dari abad pertama.


PENETAPAN TAHUN PENULISAN KONSERVATIF :

Surat-surat Paulus : 50-66 M (Hiebert)
Matius :70-80 M (Harrison)
Markus : 50-60 M (Harnak) ; 58-65 M (T. W. Manson)
Lukas : awal 60-an M (Harrison)
Yohanes : 80-100 M (Harrison)


PENETAPAN TAHUN PENULISAN SECARA LIBERAL :

Surat-surat Paulus : 50-100 M (Kummel)
Matius : 80-100 M (Kummel)
Markus : 70 M (Kummel)
Lukas : 70-90 M (Kummel)
Yohanes : 170 M (Baur) ; 90-100 M (Kummel)


Angka-angka tahun dalam tabel di atas berasal dari sumber-sumber berikut: Introduction to the New Testament (Pengantar kepada Perjanjian Baru) karya Werner Georg Kummel, hasil terjemahan Howard Clark Kee, Abingdon Press, 1973; Introduction to the New Testament karya Everett Harrison, William B. Eerdmans Publishing Co., 1971; Introduction to the New Testament karya D. Edmond Hiebert, Jilid II, Moody Press, 1977; bahan-bahan tertulis dan bahan-bahan kuliah T. W. Manson dan F. C. Baur.

William Foxwell Albright, salah seorang arkeolog terkemuka khusus tentang penggalian benda-benda purbakala yang berhubungan dengan informasi dalam Alkitab, berkata:
“Kita telah dapat berkata dengan berani dan dengan jelas bahwa sudah tidak ada lagi dasar yang kuat untuk menetapkan tahun penulisan kitab mana saja yang menjadi bagian Perjanjian Baru lebih dari tahun 80 M., dua angkatan penuh sebelum tahun 130 dan 150 yang telah diberikan oleh peneliti radikal Perjanjian Baru zaman ini.”

Ia mengulas hal ini lagi dalam suatu wawancara dengan tim majalah Christianity Today pada tanggal 18 Januari 1963: “Menurut hemat saya, setiap kitab dalam Perjanjian Baru ditulis oleh orang Yahudi yang telah dibaptis dalam kurun waktu antara tahun empat puluhan dan delapan puluhan pada abad pertama Masehi (sangat besar kemungkinannya antara tahun 50 sampai dengan 70 M.).”

Albright menyimpulkan: “Berkat hasil-hasil temuan Qumran, Perjanjian Baru sesungguhnya terbukti sebagai apa yang dipercaya sebelumnya: ajaran Kristus dan pengikut-pengikut langsung-Nya antara sekitar tahun 25 dan sekitar tahun 80 M.”

Banyak sarjana liberal yang terpaksa menerima tahun penulisan yang lebih awal untuk Perjanjian Baru. Kesimpulan Dr. John A. T. Robinson yang tercantum dalam bukunya berjudul Redating the New Testament (Menetapkan Kembali Tahun Penulisan Perjanjian Baru) secara mengejutkan demikian radikal. Penelitian yang dilakukannya telah menuntunnya untuk memiliki keyakinan bahwa seluruh kitab dalam Perjanjian Baru itu ditulis sebelum Kejatuhan Yerusalem pada tahun 70 M.


Disalin dari : http://www.greatcom.org/indonesian/apol ... _index.htm



Tes Eksternal Kejujuran Kitab Suci

IV. Tes Eksternal Kejujuran Kitab Suci


Bagian 14 : Pendukung Pengarang Luar Alkitab




a. MENDUKUNG KEBENARAN


“Apakah bahan-bahan sejarah memberikan penegasan atau penyangkalan kepada kesaksian internal yang tersedia dalam dokumen-dokumen itu sendiri?”

Dengan kata lain, sumber-sumber apa sajakah yang tersedia selain karya tulis yang sedang diteliti itu yang dapat memberikan dukungan tentang ketepatan, kejujuran dan kewibawaannya?


b. BUKTI PENDUKUNG PENGARANG LUAR ALKITAB


Eusebius, dalam bukunya berjudul Ecclesiastical History III.39 (Sejarah Gereja III.39), mengabadikan karya-karya Papias, bisop Heirapolis (130 M.) yang diterima Papias dari Penatua (rasul Yohanes):
“Sang Penatua biasa mengucapkan ini juga: ‘Markus, sebagai penerjemah Petrus, menuliskan secara tepat semua yang disebutkannya (Petrus), baik tentang kata-kata Kristus maupun perbuatan-Nya, namun tidak secara teratur. Karena ia bukan pendengar maupun seorang yang mengikuti Tuhan; namun sesudah itu, sebagaimana telah saya katakan, ia menemani Petrus, yang menyesuaikan ajaran-ajarannya pada saat diperlukan, tidak seolah-olah ia harus membuat pengumpulan tentang kata-kata Tuhan. Dengan demikian Markus tidak membuat kesalahan, sebab ia menuliskan dengan cara ini pada saat hal-hal yang dicatatnya itu diucapkannya (Petrus); karena ia memperhatikan satu hal ini, tidak membuang apa saja yang telah didengarnya, tidak memasukkan pernyataan-pernyataan yang salah di antara yang didengarnya itu.”


Papias juga memberikan komentar tentang Injil Matius: “Matius mencatat ucapan-ucapan (Yesus, red.) dalam bahasa Ibrani (yakni rumpun bahasa Aram).”


Irenaeus, Bisop Lyons (180 M.), yang pernah menjadi murid Polikarpus, Bisop Smyrna; yang mati syahid pada tahun 156 M., menjadi orang Kristen selama 86 tahun, dan adalah murid Rasul Yohanes. Ia menulis:
“Sangat kuat dasar yang menjadi tumpuan keempat Injil ini, sehingga penyesat-penyesat sendiri memberikan kesaksian tentang Injil itu, dan, bermula dari (dokumen-dokumen) ini masing-masing dari mereka berusaha membangun ajaran tertentu” (Against Heresies III).

Keempat Injil itu telah demikian jelas di dunia Kristen sehingga Irenaeus dapat mengacu padanya [keempat Injil] sebagai fakta yang mapan dan diakui seperti halnya keempat penjuru angin pada kompas:
“Karena seperti halnya ada empat bagian yang sama dari dunia tempat tinggal kita ini, dan ada empat mata angin yang bersifat universal, dan ketika Gereja tersebar ke seluruh muka bumi, sementara Injil adalah tiang turus dan dasar bagi Gereja dan nafas hidupnya, maka wajarlah apabila Gereja harus memiliki empat soko guru, menghembuskan keabadian melalui keempat sisinya masing-masing dan menyalakan kehidupan yang baru pada manusia. Dari situlah terbukti bahwa Firman, yang merupakan insinyur untuk segala sesuatu, yang bertahta di atas para kerub dan mengikat segala sesuatu menjadi satu, sesudah dinyatakan kepada manusia, telah memberikan Injil kepada kita dalam empat bentuk, namun keempat-empatnya diikat oleh satu Roh.

“Matius menghasilkan Injilnya,”
demikian uraian Irenaeus selanjutnya, “di kalangan bangsa Ibrani (yang dimaksudkannya adalah orang-orang Yahudi) dalam bahasa mereka sendiri, sementara Petrus dan Paulus mengkhotbahkan Injil di Roma dan membangun gereja di sana. Sesudah keberangkatan mereka (yakni kematian, yang menurut tradisi yang sangat kuat, pada masa terjadinya penganiayaan oleh raja Nero pada tahun 64 M.), Markus sendiri, yang adalah murid dan penerjemah Petrus, meneruskan kepada kita dalam bentuk tertulis isi khotbah Petrus. Lukas, pengikut Paulus, menyimpan dalam sebuah kitab berita Injil yang dikhotbahkan gurunya. Kemudian murid Tuhan kita, yang juga bersandar pada dada-Nya (ini merujuk pada Yohanes 13:25 dan 21:20), Yohanes sendiri menulis Injilnya, ketika ia tinggal di Efesus di Asia.”


Clement dari Roma (95 M.) menggunakan Kitab Suci sebagai kitab yang dapat dipercaya dan benar.


Ignatius (70-110 M.). Ia adalah Bisop Antiokhia dan mati syahid demi imannya kepada Kristus. Ia mengenal semua rasul dan adalah murid Polikarpus, sedangkan Polikarpus sendiri adalah murid rasul Yohanes.


Elgin Moyer dalam bukunya berjudul Who Was Who in Church History (Mengenal Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja) menulis bahwa Ignatius “sendiri mengatakan, lebih baik aku mati bagi Kristus daripada memerintah seluruh dunia. Berikan aku kepada binatang-binatang buas sehingga melalui binatang-binatang itu aku menjadi pengambil bagian di dalam Tuhan. Dikatakan bahwa ia dilemparkan ke tengah-tengah kawanan binatang buas di arena stadion besar di Roma. Surat-surat kirimannya ditulis dalam perjalanannya dari Antiokhia menuju Roma tempat ia mati syahid.


Ignatius memberikan pengakuan kepada Kitab Suci dengan cara ia mendasarkan imannya pada ketepatan Alkitab. Ia memiliki bahan-bahan dan bukti yang demikian banyak untuk menemukan kejujuran Alkitabiah.


Polikarpus (70-156 M.) adalah murid Yohanes dan mati syahid pada umur 86 tahun karena baktinya yang pantang surut kepada Kristus dan Kitab Suci. Kematian Polikarpus menunjukkan bahwa ia mengandalkan ketepatan Kitab Suci. “Pada sekitar tahun 155, dalam masa pemerintahan Antonius Pius, ketika terjadi penganiayaan setempat di Smyrna dan beberapa warganya telah mati syahid, ia dipilih sebagai tokoh Gereja, dan terkenal karena ia mati syahid. Ketika diminta untuk meninggalkan kepercayaannya agar diberi hak hidup, dikatakan bahwa ia memberikan jawabannya dengan berkata, ‘Delapan puluh dan enam tahun aku telah melayani-Nya, dan Dia tidak pernah melakukan kesalahan kepadaku. Bagaimana mungkin aku dapat mengatakan sesuatu yang jahat terhadap Rajaku yang telah menyelamatkan diriku?’ Ia diikat pada tiang lalu dibakar, ia mati syahid sebagai pahlawan demi imannya.” Ia tentu memiliki banyak kontak untuk mengenal kebenaran.


Flavius Josephus – seorang sejarawan Yahudi.

Perbedaan-perbedaan di antara kisah Josephus tentang baptisan yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis dengan kisah yang sama yang tertera dalam Injil adalah bahwa Josephus mengatakan baptisan Yohanes itu bukan untuk pengampunan dosa, sementara Alkitab (Markus 1:4) mengatakan bahwa baptisan itu untuk pengampunan dosa; dan bahwa Yohanes dibunuh karena alasan-alasan politik dan bukan karena tegurannya agar Herodes mengakhiri perkawinannya dengan Herodias. Seperti yang dinyatakan Bruce, sangat besar kemungkinannya bahwa Herodes yakin ia dapat membunuh dua ekor burung dengan sebuah batu dengan cara memasukkan Yohanes ke dalam penjara. Dalam hubungan dengan kekeliruannya tentang baptisan Yohanes, Bruce mengatakan bahwa keempat versi Injil memberikan penuturan yang lebih dapat dipercaya tentang hal itu dari sudut pandang “historis-agamawi” dan keempat versi itu berumur lebih tua daripada karya Josephus sehingga kisah di dalam Injil itu lebih tepat. Namun, masalah yang sesungguhnya adalah bahwa kerangka umum kisah dalam buku karya Josephus itu memperkokoh kisah yang ada di dalam keempat versi Injil itu.

Dalam Ant. XVIII.5.2, Josephus mengupas tentang Yohanes Pembaptis. Karena cara bagian ini ditulis, maka tidak ditemukan dasar untuk mencurigai adanya penambahan atau pengurangan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen terhadap teks. Dalam bagian ini kita dapat membaca hal berikut:
“Adapun beberapa orang Yahudi berpikir bahwa tentera Herodes telah dibinasakan Tuhan, dan hal itu sebagai hukuman yang adil sebagai pembalasan atas tindakan yang telah dilakukannya terhadap Yohanes, yang diberi gelar Pembaptis. Karena Herodes telah membunuhnya, walaupun ia adalah orang baik, yang menasihati orang-orang Yahudi untuk melakukan kebajikan, saling berlaku adil dan taat terhadap Tuhan, dan bersama-sama datang untuk dibaptiskan. Ia mengajarkan bahwa baptisan itu diterima oleh Allah asalkan mereka mengalaminya tidak untuk memperoleh pengampunan atas dosa-dosa tertentu, namun untuk penyucian badan, jika jiwanya telah disucikan oleh kebenaran. Dan pada saat orang-orang lain berkumpul di sekitarnya (karena mereka sangat tergerak ketika mendengar kata-katanya), Herodes takut bahwa kemampuannya untuk mempengaruhi orang, karena ia demikian hebat, dapat menyebabkan pemberontakan, karena nampaknya mereka siap untuk mengikuti nasihatnya dalam segala hal. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa adalah jauh lebih baik jika ia menangkap dan membunuhnya sebelum ia menimbulkan huru-hara, daripada kelak harus bertobat karena jatuh ke dalam kesulitan yang ditimbulkan oleh pemberontakan. Karena kecurigaan Herodes ini, maka Yohanes dikirim ke Makhaerus dalam keadaan dirantai, suatu benteng yang telah kami sebutkan di atas, dan di sanalah ia akan dibunuh. Orang-orang Yahudi percaya bahwa demi memberikan pembalasan kepadanyalah maka terjadi bencana yang diderita oleh tenteranya, Allah bermaksud untuk membawa sesuatu yang jahat atas diri Herodes.”


Tatian (170 M.) menyusun Kitab Suci untuk menempatkan kitab-kitab itu di dalam “keselarasan keempat Injil” untuk pertama kalinya, yang disebut Diatessaron.

Disalin dari : http://www.greatcom.org/indonesian/apol ... _index.htm

Penegasan oleh Arkeologi

V. Penegasan oleh Arkeologi


Bagian 15 : Bukti Arkeologis




Nelson Glueck, seorang arkeolog Yahudi yang terkenal, menulis: “Dapat dinyatakan secara mutlak bahwa tidak pernah ada penemuan arkeologis yang bertentangan dengan satu pun rujukan alkitabiah.” Ia melanjutkan penegasannya, “kemampuan historis Alkitab demikian tepat sehingga hampir-hampir mustahil dapat dipercaya, dan khususnya jika hal itu dibentengi oleh fakta arkeologis.”


William F. Albright, yang terkenal karena nama baiknya sebagai salah satu arkeolog besar, menyatakan: “Tidak mungkin ada keragu-raguan lagi bahwa arkeologi telah mengokohkan kebenaran historis yang sangat kuat tentang tradisi Perjanjian Lama.”

Albright menambahkan: “Sikap curiga secara berlebihan terhadap Alkitab –yang ditunjukkan oleh kelompok-kelompok berpengaruh peneliti aspek historis Alkitab dari abad delapan belas dan sembilan belas– telah makin disangsikan, walaupun tahap-tahap tertentu daripadanya secara berkala masih muncul. Penemuan demi penemuan telah meneguhkan ketepatan hal-hal rinci yang tidak terhingga banyaknya, dan telah menyebabkan pengakuan yang makin bertambah-tambah terhadap nilai Alkitab sebagai sumber sejarah.”


John Warwick Montgomery mengungkapkan masalah khas yang dimiliki oleh banyak sarjana pada dewasa ini: “Peneliti dari Institut Amerika untuk Penelitian tentang Tanah Suci bernama Thomas Drobena memberikan peringatan bahwa masalah-masalah yang nampaknya diperdebatkan oleh arkeologi dan Alkitab hampir selalu menyangkut tahun penulisan. Ini adalah bidang yang paling lemah dalam dunia arkeologi masa kini dan sebagai suatu masalah yang sering diputuskan tidak berdasarkan analisis empirik murni melainkan berdasarkan pandangan A PRIORI para ilmuwan dan alasan tidak langsung.”


Profesor H. H. Rowley (dikutip oleh Donald F. Wiseman dalam bukunya berjudul Revelation and the Bible [Pewahyuan dan Alkitab]) menyatakan bahwa “mereka mempunyai penghargaan yang jauh lebih tinggi terhadap kisah-kisah Cikal-bakal bangsa Israel itu dibandingkan penghargaan sebelumnya yang sudah umum. Hal itu tidak disebabkan oleh karena sarjana moderen memulai penelitian mereka dengan praduga-praduga yang lebih konservatif dibandingkan dengan sarjana-sarjana pendahulu mereka, melainkan karena bukti yang ada telah memberikan jaminan atas penghargaan tersebut.”


Merrill Unger menyatakan: “Peranan yang sedang dilakukan oleh arkeologi dalam penelitian tentang Perjanjian Baru (demikian juga dalam penelitian tentang Perjanjian Lama) dalam mempercepat penelitian ilmiah, mempertimbangkan teori yang kritis, memberikan ilustrasi, memberikan penjelasan, memberikan tambahan dan membuktikan keaslian latar belakang historis dan budaya, menyediakan satu bidang yang sangat terang bagi masa depan penelitian teks Suci tersebut.”


Millar Burrows dari Yale menyatakan hasil pengamatannya: “Arkeologi dalam banyak hal telah memberikan bantahan terhadap pandangan-pandangan para peneliti moderen. Telah ditunjukkannya dalam beberapa kesempatan bahwa pandangan-pandangan ini didasarkan pada anggapan-anggapan yang salah dan rancangan-rancangan pengembangan historis yang tidak benar dan dibuat-buat (AS 1938, h. 182). Ini adalah sumbangsih yang nyata, dan tidak boleh dipandang remeh.”


F. F. Bruce memperhatikan: “Dalam hal-hal tertentu, Lukas dicurigai bahwa ia telah menuliskan sesuatu secara tidak tepat. Justru ketepatanlah yang telah didukung oleh adanya beberapa bukti dalam bentuk prasasti. Oleh karena itu, mungkin dapat dianggap sah untuk mengatakan bahwa arkeologi telah memberikan pembenaran atas dokumen Perjanjian Baru.”

Bruce menambahkan bahwa “sebagian besar dari apa yang telah dilakukan oleh arkeologi terhadap penelitian atas Perjanjian Baru adalah pengisian rangkuman tentang latar belakang sezamannya. Hal ini memberikan dukungan kepada kita untuk dapat membaca dokumen tersebut dengan pemahaman dan penghargaan yang lebih tinggi. Dan latar belakang ini adalah latar belakang abad pertama. Hikayat dalam Perjanjian Baru itu tidak akan sesuai jika diberi latar belakang abad kedua.”


Merrill Unger menyimpulkan: “Arkeologi Perjanjian Lama telah menemukan kembali segala bangsa, membangkitkan orang-orang penting, dan dalam cara yang paling menakjubkan mengisi celah-celah sejarah, dengan menambahkan unsur-unsur yang tidak terhingga banyaknya kepada pengetahuan tentang pelbagai latar belakang alkitabiah.”


William Albright melanjutkan: “Pada saat penelitian kritis atas Alkitab makin dipengaruhi oleh materi baru yang demikian berlimpah yang berasal dari Timur Dekat kuno (saat ini wilayah yang meliputi negara-negara Balkan, Republik Kesatuan Arab dan Asia Barat Daya, red.), maka kita akan memperhatikan adanya penghargaan yang terus meningkat kepada nilai penting aaspek historis bab-bab dan bagian-bagian rinci Perjanjian Lama dan Baru yang kini diabaikan dan tidak disukai.”


Burrows mengungkapkan penyebab adanya demikian banyak ketidakpercayaan: “Ketidakpercayaan di kalangan demikian banyak teolog liberal tidak bersumber pada penilaian yang cermat atas data yang tersedia, melainkan dari kerentanan mereka yang sangat besar untuk menentang hal-hal yang bersifat adi-kodrati.”

Arkeolog Yale itu menambahkan kepada pernyataannya itu sebagai berikut: “Tetapi, secara keseluruhan, usaha arkeologis tanpa diragukan telah memperkuat keyakinan pada kejujuran dokumen Kitab Suci itu. Lebih dari seorang arkeolog telah menyadari bahwa penghargaannya kepada Alkitab bertambah besar oleh karena pengalaman dalam mengadakan penggalian benda-benda purbakala di Palestina.”

“Pada umumnya, bukti sejenis yang telah dihasilkan oleh arkeologi sejauh ini –terutama dengan menyediakan lebih banyak naskah kitab-kitab yang menjadi bagian Alkitab, yang juga merupakan naskah-naskah yang lebih tua– memperkuat keyakinan kita terhadap ketepatan yang olehnya teks itu telah disalurkan kepada kita melalui masa berabad-abad.”


Sir Frederic Kenyon mengatakan: “Oleh karena itu, adalah beralasan untuk mengatakan bahwa, dalam hubungan dengan bagian Perjanjian Lama yang menjadi sasaran utama kritikan pada paruh kedua abad kesembilan belas yang mengalami proses disintegrasi, bukti arkeologis telah mengokohkan kembali wewenangnya, dan juga memperbesar nilainya dengan cara menerjemahkannya secara lebih jelas melalui pemahaman yang lebih lengkap tentang latar belakang dan tempat terjadinya peristiwa dalam bagian tersebut. Arkeologi belum memberikan kata terakhirnya; namun hasil-hasil yang telah dicapainya memberikan peneguhan pada apa yang akan disarankan oleh iman, yakni bahwa Alkitab tidak dapat berbuat apa-apa selain memperoleh keuntungan dari pengetahuan yang makin bertambah lengkap itu.”


Arkeologi telah menghasilkan bukti-bukti secara berlimpah untuk membuktikan ketepatan teks Massoretis kita.


Bernard Ramm menulis tentang Jeremiah Seal (Meterai Yeremia) sebagai berikut: “Arkeologi juga telah memberikan bukti kepada kita tentang teks Massoret kita yang memang benar-benar tepat. Jeremiah Seal –sejenis cap yang ditekankan pada bahan semacam aspal untuk memeteraikan tempayan minuman anggur demi menjamin keaslian isinya, yang berasal dari abad pertama atau kedua Masehi– memuat Yeremia 48:11 yang dicapkan padanya dan, pada umumnya, sesuai dengan teks Massoret. Cap ini ‘ . . . membuktikan ketepatan yang olehnya teks itu telah disalurkan di antara waktu ketika cap itu dibuat dan waktu ketika naskah-naskah itu ditulis.’ Selanjutnya, Papirus Roberts, yang berasal dari abad kedua Sebelum Masehi, dan Papirus Nash, yang menurut penetapan Albright berasal dari tahun 100 S. M., memberikan pengukuhan kepada teks Massoret kita.”


William Albright menegaskan bahwa “kita dapat memiliki kepastian bahwa teks Alkitab Ibrani yang terdiri dari huruf-huruf mati, walaupun tidak pasti, telah terpelihara disertai ketepatan yang mungkin tiada taranya di antara sastera apa saja yang berasal dari wilayah Timur Dekat. . . . Tidak, terang yang demikian besar yang saat ini sedang diarahkan kepada puisi alkitabiah Ibrani dari segala zaman oleh sastera Ugarit (kota kuno Suriah yang letaknya sama dengan kota moderen Ras Shamra) menjamin komposisinya yang bersifat kuno dan juga ketepatan penyalinannya yang menakjubkan.”


Arkeolog Albright menulis tentang ketepatan Kitab Suci sebagai hasil penemuan arkeologis: “Isi Pentateukh kita, secara umum, adalah jauh lebih tua dibandingkan dengan tahun ketika pada akhirnya dilakukan penyuntingan atasnya; penemuan-penemuan baru terus mengokohkan ketepatan historisnya atau umur sasteranya yang demikian kuno berdasarkan bagian kecil demi bagian kecil yang ada di dalamnya. . . . Akibatnya, menyangkali kebenaran tokoh Musa yang disebutkan dalam tradisi Pentateukh semata-mata hanya merupakan kritik yang sangat berlebihan.”

Albright mengulas apa yang biasa diucapkan oleh para pengritik: “Sampai saat baru-baru ini telah menjadi pola di kalangan para ahli sejarah alkitabiah untuk memperlakukan hikayat cikal bakal bangsa Israel yang terdapat dalam kitab Kejadian itu seolah-olah sebagai hasil rekaan semu para ahli kitab bangsa Israel dari Kerajaan Yang Terpecah itu atau kisah yang diceriterakan oleh ahli rapsodi pengkhayal di sekeliling api unggun di sekitar perkemahan pada abad-abad sesudah mereka menduduki negeri itu. Dapat disebutkan nama-nama besar di kalangan para sarjana yang memandang bahwa setiap hal dalam Kejadian 11-50 mencerminkan rekayasa yang dihasilkan pada tahun-tahunbelakangan. Atau sekurang-kurangnya sebagai perkiraan tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan pada zaman Kerajaan tersebut sampai ke masa sebelumnya yang sangat jauh ke belakang, Dan tidak ada sesuatupun dalam kurun waktu itu yang dapat dibayangkan sebagai hal yang sungguh-sungguh diketahui oleh penulis-penulis yang hidup pada zaman-zaman sesudahnya.”

Sekarang segala sesuatu telah berubah, kata Albright: “Penemuan-penemuan arkeologis sejak tahun 1925 telah mengubah semuanya ini. Selain beberapa orang di antara sarjana-sarjana terdahulu yang berkeras hati, jarang sekali ada seorang ahli sejarah Alkitab yang belum terkesan oleh pengumpulan data yang demikian cepat, yang mendukung kebenaran sejarah tradisi cikal bakal Israel. Menurut tradisi-tradisi kitab Kejadian, nenek moyang bangsa Israel berhubungan erat dengan bangsa-bangsa setengah pengembara yang hidup di Seberang-Yordan, Suriah, lembah Efrat dan Arabia Utara pada abad-abad akhir milenium kedua Sebelum Kristus, dan abad-abad pertamulaan milenium pertama.


Millar Burrows melanjutkan: “Untuk dapat memahami suatu keadaan dengan jelas, kita harus dapat membedakan dua macam pengesahan, pengesahan umum dan pengesahan khusus. Pengesahan umum berkaitan dengan masalah kesesuaian pokok-pokok tertentu tanpa usaha yang jelas untuk memberikan bukti tambahan. Dari antara hal-hal yang telah dibicarakan di sini sebagai penjelasan dan ilustrasi banyak yang dapat juga dipandang sebagai pengesahan secara umum. Gambar yang ada sesuai dengan bingkainya; melody dan musik pengiringnya selaras. Kekuatan dari bukti seperti itu terus bertambah banyak. Makin banyak yang kita temukan, bahwa hal-hal tentang masa lalu yang tercantum dalam gambar yang disajikan oleh Alkitab itu sesuai dengan apa yang kita ketahui dari arkeologi –walaupun tidak secara langsung dibuktikan kebenarannya– kesan kita tentang kewibawaan Alkitab secara umum semakin kuat pula. Legenda atau khayalan murni tanpa dapat dihindari akan menyangkali dirinya sendiri karena adanya anakronisme (kesalahan tahun) dan kejanggalan-kejanggalan yang ada di dalamnya.
Bagian 16 : Contoh-contoh bukti arkeologis



a. Bukti-bukti Kerajaan Ebla


Penemuan arkeologis yang berhubungan dengan penelitian alkitabiah adalah batu-batu prasasti Ebla yang ditemukan akhir-akhir ini. Penemuan itu terjadi di Suriah utara melalui karya dua orang dosen Universitas Roma, Dr. Paolo Matthiae, seorang arkeolog; dan Dr. Giovanni Petinato, seorang pakar ilmu pepatah. Penggalian suatu tempat, bernama Tell Mardikh, dimulai tahun 1964; pada tahun 1968 mereka menemukan patung Raja Ibbit-Lim. Prasasti padanya menyebut Ishtar, dewi yang “memancarkan cahaya sangat terang di Ebla.” Ebla, pada puncak kekuasaannya pada tahun 2300 S.M., berpenduduk sejumlah 260,000 orang. Kerajaan itu dihancurkan pada tahun 2250 S.M. oleh Naram-Sin, cucu Sargan Agung.

Sejak 1974 telah digali sebanyak 17,000 batu prasasti dari zaman Kerajaan Ebla itu. Diperlukan waktu sebelum dapat dilakukan penelitian penting untuk menetapkan hubungan antara Ebla dengan dunia yang dikenal dalam Alkitab. Tetapi, pelbagai sumbangsih yang berharga telah diberikannya kepada usaha penelitian atas Alkitab.

Pada masa yang lalu para penganjur “Hipotesa Dokumenter” telah mengajarkan bahwa kurun waktu yang dituturkan dalam kisah Musa (1400 S.M., seribu tahun sesudah Kerajaan Ebla) adalah masa sebelum ada pengetahuan tentang tulis-menulis (bacalah More Evidence That Demands a Verdict oleh Josh McDowell, h. 63). Namun prasasti Ebla menunjukkan bahwa seribu tahun sebelum Musa, hukum, kebiasaan-kebiasaan dan pelbagai peristiwa telah diabadikan dalam bentuk tulisan di kawasan dunia yang sama dengan tempat tinggal Musa dan nenek-moyang Israel.

Higher Critics (kritikus-kritikus yang memusatkan usaha mereka untuk menetapkan fakta-fakta tentang penulis, tahun penulisan, juga penyediaan suatu dasar eksegese) tidak hanya mengajarkan bahwa itu adalah masa sebelum orang mengenal kegiatan tulis-menulis saja melainkan juga bahwa Tatatertib Keimaman dan penetapan undang-undang sebagaimana yang tercatat dalam Pentateukh bersifat terlalu maju apabila catatan itu ditulis oleh Musa. Diakui bahwa pada saat itu bangsa Israel masih terlalu terbelakang untuk dapat menulis semuanya itu dan bahwa rincian undang-undang seperti itu baru tercatat pada paruh pertama periode kekuasaan Persia (538-331 S.M.).

Namun, batu-batu prasasti yang berisi tatatertib hukum di Ebla itu telah menunjukkan adanya tindakan berdasarkan undang-undang yang demikian rapih serta penetapan hukum berdasarkan keputusan mahkamah. Banyak yang sangat serupa dengan tatatertib hukum dalam Ulangan (misalnya: Ulangan 22:22-30) yang telah dinyatakan oleh para kritikus sebagai tulisan yang dihasilkan pada tahun yang sangat mendekati tahun Masehi itu.

Contoh tambahan tentang sumbangsih penemuan Ebla mempunyai hubungan dengan Kejadian 14, yang selama bertahun-tahun telah dipandang sebagai tulisan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dari sudut pandang sejarah. Kemenangan Abraham atas Kedorlaomer dan raja-raja Mesopotamia telah dilukiskan sebagai suatu khayalan belaka dan kelima Kota di Dataran itu (Sodom, Gomorah, Admah, Zeboiim dan Zoar) sebagai legenda (More Evidence That Demands a Verdict, h. 79-83).

Tetapi, arsip Ebla menunjuk kepada kelima kota di Dataran itu dan pada satu batu prasasti Kota-kota tersebut ditulis dengan urutan yang sama dengan urutan dalam Kejadian 14. Lingkungan prasasti itu mencerminkan budaya zaman nenek-moyang bangsa Israel dan melukiskan bahwa, sebelum bencana yang dituturkan dalam Kejadian 14 itu terjadi, wilayah itu adalah tanah yang subur yang mengalami kemakmuran dan keberhasilan, sebagaimana yang tercatat dalam Kejadian.


b. Contoh-contoh Penegasan Arkeologis Perjanjian Lama


• Kitab Kejadian menuturkan bahwa nenek-moyang bangsa Israel berasal dari Mesopotamia. Penemuan arkeologis memiliki persesuaian dengan fakta ini. Albright mengatakan, “tanpa disangsikan sedikitpun bahwa tradisi Ibrani memang benar dalam menelusuri Cikal-bakal mereka secara langsung ke Lembah Balikh di Mesopotamia barat-laut.” Bukti tentang hal itu didasarkan pada persamaan antara penemuan-penemuan alkitabiah dan arkeologis dalam menelusuri perpindahan bangsa ini dari tanah Mesopotamia.

• Menurut Kitab Suci, “Seluruh dunia memiliki satu bahasa dan satu percakapan” (Kejadian 11:1) sebelum peristiwa Menara Babel. Sesudah peristiwa pembangunan menara dan penghancurannya itu, Allah mengacaukan bahasa di seluruh muka bumi (Kejadian 11:9). Banyak ahli bahasa zaman moderen yang memberikan kesaksian tentang kemungkinan asal mula seperti itu dalam hubungan dengan bahasa-bahasa dunia. Alfredo Trombetti mengatakan ia dapat menelusuri dan membuktikan bahwa semua bahasa mempunyai bahasa induk yang sama. Max Mueller juga memberikan kesaksian tentang adanya bahasa induk yang sama. Dan Otto Jespersen memberikan kesaksian demikian jauh ketika ia mengatakan bahwa bahasa tersebut diberikan secara langsung kepada orang-orang pertama oleh Allah.

• Dalam silsilah Esau, disebutkan nama orang Hori (Kejadian 36:20). Pada suatu saat dipercayai bahwa orang-orang ini adalah “penghuni gua” karena adanya persamaan antara nama Hori dengan kata gua dalam bahasa Ibrani – oleh karena itulah maka timbul gagasan bahwa bangsa Hori ini tinggal di gua-gua. Tetapi, sekarang, hasil-hasil penemuan membuktikan bahwa bangsa ini adalah kelompok yang terdiri dari prajurit yang terkenal di daerah Timur Dekat yang hidup sezaman dengan Cikal-bakal Israel itu.

• Pada saat diadakan pelbagai penggalian di Yerikho (1930-1936) Garstang menemukan sesuatu yang menakjubkan sehingga pernyataan tentang apa yang ditemukannya itu telah dipersiapkan dan ditandatanganinya sendiri bersama dengan dua anggota tim lainnya. Dalam hubungan dengan temuan-temuan ini Garstang mengatakan: “Maka, tentang fakta utama itu, tidak ada keragu-raguan: tembok-tembok itu roboh total ke arah luar sehingga penyerang-penyerangnya dapat memanjat dan melewati reruntuhan itu lalu memasuki kota.” Mengapa dianggap demikian tidak wajar? Karena tembok kota tidak dirancang untuk roboh ke luar, tembok kota roboh ke dalam. Namun dalam Yosua 6:20 kita baca: “. . . Maka runtuhlah (fell down flat, NASB) tembok itu, lalu mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan merebut kota itu.” Tembok itu dirobohkan ke luar.

• Kita temukan bahwa silsilah Abraham benar-benar bersifat historis. Tetapi, tampaknya ada pertanyaan apakah nama-nama ini mewakili pribadi atau nama kota-kota kuno. Satu hal yang pasti tentang Abraham adalah bahwa namanya itu menunjukkan seorang pribadi dan ia benar-benar ada. Hal itu sesuai dengan apa yang kita dengar dari Burrows: “Setiap hal menunjukkan bahwa di sini kita memiliki seorang pribadi yang ada dalam sejarah. Seperti yang kita perhatikan di atas, ia tidak disebutkan dalam sumber arkeologis manapun yang kita kenal, namun namanya muncul di Babilonia sebagai nama diri seseorang yang hidup pada zaman yang memang sesuai dengan masa hidup Abraham.


Telah dilakukan pelbagai usaha lebih awal untuk memindahkan tahun kehidupan Abraham pada sekitar abad ke-15 atau ke-14 Sebelum Masehi., waktu yang demikian jauh terlambat baginya. Tetapi, Albright menyatakan bahwa karena adanya data yang disebutkan di atas serta tersedianya bukti lain, kita memiliki “banyak sekali bukti tentang nama diri dan nama tempat, hampir semuanya menentang cara meneropong data tradisional secara tidak beralasan itu.”


• Walaupun bukti arkeologis khusus yang berhubungan dengan kisah Cikal-bakal Israel itu mungkin tidak pernah ditemukan, kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang disebutkan dalam kisah-kisah tersebut sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan pada waktu dan tempat para Cikal-bakal itu.


Banyak di antara bukti ini berasal dari pelbagai penggalian di Nuzu dan Mari. Puisi dan bahasa Ibrani kuno menjadi jelas berkat pekerjaan yang dilakukan di Ugarit. Undang-undang yang ditetapkan Musa terlihat dalam tatatertib Het, Asyur, Sumer dan Eshunna. Melalui semuanya ini kita dapat memperhatikan kehidupan orang-orang Ibrani dibandingkan dengan dunia sekitarnya, dan seperti yang dikatakan Albright, “Ini adalah sumbangsih yang telah mengangkat nilai hal-hal yang semula dipandang tidak penting.” Temuan-temuan yang terkumpul sejauh ini telah menuntun para sarjana untuk menegaskan sifat historis kisah-kisah yang berhubungan dengan Cikal-bakal Israel itu, tanpa dipengaruhi pandangan agamawi mereka.

• Julius Wellhausen, kritikus Alkitab terkenal dari abad ke-19, merasa bahwa catatan tentang bejana pembasuhan dari tembaga itu mencerminkan bahwa bejana pembasuhan itu tidak termasuk bagian asli dalam Tatatertib Keimaman. Dengan mengatakan demikian ia menempatkan dokumen tentang kemah pertemuan (tabernakel) itu pada masa jauh sesudah Musa. Tetapi, tidak ada alasan yang sah untuk menggunakan penetapan tahun (500 S.M.) oleh Wellhausen itu. Adanya bukti arkeologis yang khusus tentang barang dari tembaga seperti itu tercermin pada pada apa yang dikenal sebagai sejarah Zaman Kerajaan Mesir (1500-1400 S.M.). Jadi, kita memahami bahwa periode waktu ini sezaman dengan Musa dan Keluaran (1500-1400 S.M.).

• Henry M. Morris menyatakan pengamatannya: “Tentu saja, masih ada pelbagai masalah dalam hal keselarasan seutuhnya antara materi arkeologis dengan Alkitab, tetapi tidak ada yang demikian serius sehingga tidak memberikan janji yang sungguh-sungguh akan datangnya pemecahan melalui penyelidikan lebih lanjut. Dalam hubungan dengan bukti penunjang sejarah Alkitab yang berjumlah demikian banyak, khususnya tentang periode waktu tersebut, maka sungguh amat penting untuk diperhatikan bahwa tidak ada satupun temuan arkeologis yang tidak disangsikan telah membuktikan bahwa Alkitab pada suatu saat pernah mengalami kesalahan.”


c. Contoh-contoh Perjanjian Baru


• Kejujuran Lukas sebagai sejarawan tidak diragukan. Unger memberitahukan kepada kita bahwa arkelologi telah membuktikan kebenaran kisah-kisah yang dituturkan dalam Injil, terutama Injil Lukas. Dalam kata-kata Unger, “Kisah Para Rasul saat ini secara umum disetujui di kalangan sarjana sebagai karya Lukas, berasal dari abad pertama dan melibatkan pekerjaan seorang ahli sejarah yang cermat yang terutama sangat tepat dalam menggunakan sumber-sumber informasi.” Sir William Ramsay dipandang sebagai salah seorang arkeolog terbesar yang pernah hidup. Ia pernah menjadi murid di Jerman di suatu sekolah yang khusus mempelajari sejarah pada pertengahan abad ke-19. Akibatnya, ia percaya bahwa Kitab Kisah Para Rasul adalah karya yang dihasilkan pada pertengahan abad kedua tarikh Masehi. Ia benar-benar yakin akan apa yang dipercayainya itu. Ketika melakukan penelitian dalam rangka mengadakan studi topografis wilayah Asia Kecil ia terdorong untuk mempelajari dengan teliti karya tulis Lukas. Akibatnya, ia terpaksa mengambil sikap yang bertentangan seratus delapan puluh derajat dengan keyakinan yang dimilikinya selama itu karena temuan-temuan yang demikian melimpah yang digalinya melalui penelitiannya itu. Ia berbicara tentang hal ini ketika ia berkata: “Saya dapat dengan jujur menyatakan bahwa saya telah memulai penyelidikan ini tanpa berprasangka demi kesimpulan yang kini kebenarannya saya usahakan untuk saya buktikan kepada para pembaca. Sebaliknya, saya mulai dengan pikiran yang tidak mendukung hal itu, karena tingginya rekaan dan teori Tubingen yang nampak demikian sempurna pada suatu saat telah meyakinkan saya. Saat itu saya tidak berminat untuk meneliti masalah topografis itu secermat mungkin, namun akhir-akhir ini saya sadari bahwa saya telah terbawa ke dalam suatu hubungan dengan Kitab Kisah Para Rasul sebagai sumber informasi yang berwewenang tentang topografi,benda-benda kuno dan masyarakat Asia Kecil. Lama kelamaan saya memiliki pendapat bahwa dalam pelbagai hal kecil, ceritera di dalamnya menunjukkan kebenaran yang menakjubkan. Sesungguhnya, mulai dengan gagasan yang pasti bahwa karya tulis itu pada dasarnya adalah komposisi yang dibuat pada abad kedua, dan tidak pernah bersandar pada bukti yang dimilikinya sebagai dasar yang terpercaya karena keadaan-keadaan abad pertama, lambat laun saya temukan bahwa kitab tersebut adalah sekutu yang berguna dalam usaha-usaha penyelidikan yang gelap dan sulit.” (Dikutip dari buku karya Ramsay berjudul: St. Paul the Traveler and the Roman Citizen [Santo Paulus Pengelana dan Warga Negara Roma]).

Tentang kemampuan Lukas sebagai sejarawan, Ramsay sesudah mengadakan penelitian selama 30 tahun menyimpulkan bahwa “Lukas adalah seorang sejarawan dari jenjang pertama; pernyataan-pernyataannya tentang fakta tidak hanya dapat dipercaya . . . pengarang ini harus ditempatkan pada jajaran yang sama dengan sejarawan-sejarawan terbesar.”

Ramsay menambahkan: “Sejarah Lukas tidak tertandingi dalam hubungan dengan kejujuran sejarah itu.”

Apa yang telah dilakukan oleh Ramsay dengan meyakinkan dan final adalah membuang kemungkinan-kemungkinan tertentu. Sebagaimana terlihat berdasarkan bukti arkeologis, Perjanjian Baru mencerminkan keadaan pada paruh kedua abad pertama Masehi, dan tidak mencerminkan keadaan abad-abad sesudahnya. Secara historis hal ini sangat penting dan seharusnya telah dikokohkan secara efektif. Dalam segala hal yang berhubungan dengan fakta eksternal, penulis Kisah Para Rasul itu dipandang sebagai orang yang sangat teliti dan tepat, suatu hal yang dapat dilakukan hanya oleh orang yang hidup sezaman dengan hal-hal yang ditulisnya itu.

Pada suatu saat disetujui bahwa Lukas sungguh-sungguh ketinggalan kereta dalam hubungan dengan hal-hal yang dilukiskannya sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kelahiran Yesus (Lukas 2:1-3). Para pengritik memberikan alasan bahwa tidak ada kegiatan cacah jiwa, bahwa Quirinus bukanlah gubernur Suriah pada saat itu dan bahwa tiap orang tidak diwajibkan kembali ke tempat asal leluhurnya.

Pertama-tama, temuan-temuan arkeologis menunjukkan bahwa orang-orang Romawi mempunyai kebiasaan mengadakan pendaftaran ulang secara teratur para wajib pajak dan juga mengadakan cacah jiwa 14 tahun sekali. Prosedur ini sungguh-sungguh dimulai di bawah Agustus dan yang pertama kali dilaksanakan jika bukan tahun 23-22 S.M. tahun 9-8 S.M. Tahun yang kedua itu tentulah tahun yang dimaksudkan oleh Lukas.

Kedua, kita mendapatkan bukti bahwa Quirinus adalah gubernur di Suriah pada sekitar tahun 7 S.M. Anggapan ini didasarkan pada prasasti yang ditemukan di Antiokhia yang menyebutkan bahwa Quirinus memegang jabatan ini. Sebagai akibat temuan ini, sekarang dianggap bahwa ia menjadi gubernur dua kali – pertama pada tahun 7 S.M. dan kesempatan yang lain adalah pada tahun 6 M. (tahun ini disebutkan oleh Josephus).

Terakhir, dalam hubungan dengan kebiasaan melakukan pendaftaran, papirus yang ditemukan di Mesir memuat petunjuk-petunjuk pelaksanaan suatu cacah jiwa.

Tulisan pada papirus itu berbunyi sebagai berikut: “Berhubung dengan cacah jiwa yang sudah dekat, maka orang-orang yang karena alasan apa saja terpaksa tinggal jauh dari tempat asal mereka perlu segera mempersiapkan diri untuk pulang ke kawasan pemerintah asal mereka agar mereka dapat melengkapi pendaftaran keluarga mereka dan bahwa tanah yang digarap dapat memberikan hasilnya kepada pemiliknya.”

Pada awalnya para arkeolog percaya bahwa pengertian Lukas salah bahwa Listra dan Derbe ada di Likaonia dan Ikonium tidak (Kisah Para Rasul 14:6). Mereka mendasarkan keyakinan mereka pada tulisan-tulisan orang-orang Roma seperti Cicero yang menunjukkan bahwa Ikonium ada di kawasan Likaonia. Jadi, para arkeolog mengatakan Kitab Kisah Para Rasul tidak dapat dipercaya. Tetapi, pada tahun 1910, Sir William Ramsay menemukan suatu monumen yang menunjukkan bahwa Ikonium adalah kota di kawasan Frigia. Temuan-temuan sesudah itu memberikan dukungan atas hal ini.

Di antara referensi historis lain yang ditulis Lukas adalah tentang Lisanias raja wilayah Abilene (Lukas 3:1) pada awal pelayanan Yohanes Pembaptis pada tahun 27 M.Satu-satunya Lisanias yang dikenal para ahli sejarah adalah orang yang dibunuh pada tahun 36 S.M. Tetapi, prasasti yang ditemukan di dekat Damaskus berbicara tentang “Orang yang dibebaskan Lisanias Sang Raja” pada tahun antara 14 dan 29 M.

Dalam Surat Kiriman kepada Orang-orang Romawi yang ditulis di Korintus ini, Paulus menyebutkan istilah bendaharawan kota, Erastus (Roma 16:23). Pada saat dilakukan penggalian di kota Korintus pada tahun 1929, ditemukan suatu peninggalan kaki lima dengan tulisan: ERASTVS PRO : AED: S : P : STRAVIT (“Erastus, pemelihara gedung-gedung umum, membuat kaki lima ini atas biaya sendiri”). Menurut Bruce, sangat mungkin kaki lima itu ada pada abad pertama M. dan donatur serta orang yang disebut Paulus mungkin adalah satu orang yang sama.

Juga suatu prasasti yang tidak lengkap yang dipercaya mengandung kata-kata “Sunagoge Orang Ibrani” ditemukan di Korintus. Dapat dibayangkan bahwa prasasti itu berdiri di atas pintu masuk sunagoge yang diperdebatkan Paulus dalam Kisah Para Rasul 18:4-7. Prasasti Korintus lainnya menyebutkan “pasar daging” kota yang dimaksudkan Paulus dalam I Korintus 10:25.

Jadi, berkat temuan-temuan arkeologis yang demikian banyak, sebagian besar kota kuno yang disebutkan dalam Kitab Kisah Para Rasul telah dapat diidentifikasi. Perjalanan Paulus sekarang dapat secara tepat ditelusuri sebagai akibat dari temuan-temuan ini.

Lukas menulis tentang keributan di Efesus dan menuturkan tentang persidangan masyarakat (Ecclesia) yang diselenggarakan di gedung teater (Kisah Para Rasul 19:23 dst.). Fakta-faktanya adalah bahwa persidangan itu sungguh-sungguh dilaksanakan di sana menurut apa yang tertera dalam prasasti yang berbicara tentang patung-patung perak Artemis (Diana dalam King James Version) yang harus ditempatkan di dalam “gedung teater selama persidangan penuh Ecclesia.” Gedung teater itu, ketika digali, terbukti memiliki ruangan yang dapat menampung 25,000 orang.

Lukas juga menyampaikan bahwa ada keributan yang terjadi di Yerusalem karena Paulus membawa seorang kafir (yang dimaksud: bukan Yahudi) memasuki Bait Allah (Kisah Para Rasul 21:28). Telah ditemukan prasasti-prasasti, dalam bahasa Yunani dan Latin, yang berbunyi, “Tidak ada seorang asingpun yang boleh masuk melewati batas yang mengelilingi Bait Allah dan tanah sekelilingnya yang sudah dipagari. Barangsiapa tertangkap basah ketika melakukan pelanggaran terhadap hal itu akan bertanggung jawab secara pribadi atas hukuman mati yang akan dialaminya.” Terbukti lagi bahwa Lukas benar!

Pemakaian kata-kata tertentu oleh Lukas juga diragukan. Lukas menyebutkan bahwa Filipi adalah “bagian” atau “distrik” Makedonia. Dia menggunakan kata Yunani meris yang diterjemahkan “bagian” atau “distrik.” F. J. A. Hort percaya Lukas salah dalam hubungan dengan pemakaian kata ini. Dia berkata bahwa meris menunjuk kepada pengertian suatu “porsi” (bagian untuk tujuan khusus) bukan suatu “distrik,” jadi, inilah yang dijadikan dasar perbedaan pendapatnya itu. Tetapi, penggalian-penggalian arkeologis telah menunjukkan bahwa istilah meris ini dipakai untuk menggambarkan bagian-bagian distrik tersebut. Dengan demikian, lagi-lagi arkeologi telah menunjukkan ketepatan Lukas.

Pemakaian kata-kata lain yang dinilai tidak bagus biasanya dikaitkan dengan Lukas. Secara teknis ia dinyatakan salah ketika menggunakan kata praetor dengan pengertian penguasa-penguasa Filipi. Menurut “para sarjana” itu, suatu kota diperintah oleh dua orang duumuir. Tetapi, sebagaimana biasanya, Lukas terbukti tetap benar. Temuan-temuan telah menunjukkan bahwa gelar praetor dikenakan pada hakim-hakim di suatu jajahan Romawi.

Pemilihan kata proconsul (gubernur dalam Alkitab TB) sebagai gelar Gallio (Kisah Para Rasul 18:12) adalah pemakaian yang benar sebagaimana dibuktikan oleh prasasti Delphi yang bagiannya berbunyi: “Ketika Lucius Junius Gallio, sahabatku, dan Proconsul Akhaya . . .”

Prasasti Delphi (52 M.) memberikan kepada kita kurun waktu yang pasti untuk menetapkan pelayanan Paulus selama satu setengah tahun di Korintus. Kita mengetahui hal ini melalui fakta, dari sumber-sumber lain, bahwa Gallio menjabat tugas tersebut dari tanggal 1 Juli dan bahwa jabatan proconsul itu hanya bertahan selama satu tahun dan bahwa masa satu tahun itu bersamaan dengan masa kerja Paulus di Korintus.

Lukas memberikan kepada Publius, orang besar di Malta, gelar “gubernur pulau itu” (first man of the island, – [?]; “the leading man of the island” – NASB; “the chief man of the island” – KJV; “the chief official of the island” – NIV) (Kisah Para Rasul 28:7). Pelbagai prasasti yang telah digali sungguh-sungguh memberikan gelar “orang pertama” (first man) itu kepadanya.

Masih ada satu masalah lagi yakni pemakaian kata politarch (pembesar-pembesar kota – Alkitab TB) oleh Lukas untuk menyebut penguasa sipil di Tesalonika (Kisah Para Rasul 17:6). Karena politarch tidak ditemukan dalam sastera klasik, maka lagi-lagi Lukas dianggap salah. Tetapi, sebanyak 19 prasasti yang menggunakan gelar tersebut telah ditemukan. Yang cukup menarik ialah bahwa lima di antaranya berhubungan dengan Tesalonika.

Pada tahun 1945, dua buah ossuary (tempat penyimpanan tulang orang mati) ditemukan di sekitar Yerusalem. Kedua ossuary ini menunjukkan adanya graffiti (tulisan kuno pada dinding, sisi jalan, dsb.) yang menurut penemunya, bernama Eleazar L. Sukenik, dinyatakan sebagai “dokumen-dokumen tertua tentang Kekristenan.” Tempat-tempat penyimpanan tulang orang mati ini ditemukan di sebuah kuburan yang dipakai sebelum tahun 50 M. Graffiti itu berbunyi lesous iou dan lesous aloth. Ada juga di situ empat buah salib. Nampaknya yang pertama adalah doa yang ditujukan kepada Yesus untuk mendapat pertolongan dan yang kedua, doa untuk kebangkitan orang yang tulang-tulangnya tersimpan dalam ossuary itu.

Sungguh tidak mengherankan bahwa E. M. Blaiklock, dosen di Universitas Auckland yang mengajarkan Masalah-masalah Klasik, menyimpulkan bahwa “Lukas adalah ahli sejarah yang memiliki ketrampilan sempurna, berdasarkan haknya sendiri patut disejajarkan dengan penulis-penulis agung Yunani.


• Kaki lima. Selama berabad-abad tidak ada dokumen tentang gedung pengadilan tempat Yesus disidang oleh Pilatus (diberi nama Gabbatha atau Litostrotos [Kaki Lima], Yohanes 19:13).

William F. Albright dalam bukunya berjudul The Archeology of Palestine (Arkheologi Palestina) menunjukkan bahwa tempat untuk mengadili itu adalah bagian dari Menara Antonia yang berfungsi sebagai markas besar tentera Romawi di Yerusalem. Tempat itu dibiarkan tertimbun tanah ketika kota Yerusalem dibangun kembali pada masa Hadrian dan tidak ditemukan sampai akhir-akhir ini.

• Kolam Bethesda, adalah tempat lain yang tidak memiliki dokumen selain yang ada dalam Perjanjian Baru, kini dapat diidentifikasi “dengan kepastian yang sangat meyakinkan di wilayah perempat timur laut kota tua (wilayah yang diberi nama Bezetha, atau ‘Padang Rumput Baru’) abad pertama Masehi, tempat bekas kolam itu ditemukan ketika diadakan penggalian yang dilakukan di dekat Gereja St. Anne pada tahun 1888.”
Bagian 17 : Kesimpulan



Sesudah mencoba untuk menghancurkan nilai sejarah dan keabsahan Kitab Suci, saya sampai pada suatu kesimpulan bahwa Kitab Suci dapat dipercaya dari sudut pandang sejarah. Jika seseorang membuang Alkitab karena dipandang tidak dapat dipercaya, maka ia harus membuang hampir semua sastera kuno.

Suatu masalah yang terus menjadi pergumulan saya adalah keinginan orang banyak untuk menerapkan satu ukuran atau ujian terhadap sastera sekular dan ukuran yang lain terhadap Alkitab. Seseorang perlu menggunakan ujian yang sama, apakah sastera yang sedang diteliti itu bersifat sekular atau agamawi.

Jika seseorang sudah melakukan hal ini, saya yakin bahwa ia dapat memegang Kitab Suci pada tangannya dan berkata, “Alkitab ini dapat dipercaya dan memiliki kejujuran secara historis.”

Bagian ini dapat disimpulkan secara tepat dengan menggunakan kata-kata Sir Walter Scott dalam hubungan dengan Kitab Suci berikut ini:

“Tersimpan dalam jilid nan menakjubkan
Rahasia termulia di antara segala rahasia
Paling berbahagia dari segala insan
Mereka yang beroleh karunia
’tuk membaca, merasa takut, berpengharapan dan berdoa
’tuk angkat pengancing pintu, dan berjalan maju;
Andai tak dilahirkan, kan lebih indah
Yang baca ’tuk bimbang, atau ‘tuk menghina.”



-end-



Disalin dari : http://www.greatcom.org/indonesian/apol ... _index.htm


BEBERAPA PANDANGAN TERHADAP ALKITAB 1-2

BEBERAPA PANDANGAN TERHADAP ALKITAB 1-2

Sesungguhnya topik tentang Alkitab sangat penting. Ini adalah salah
doktrin gereja yang sangat penting. Mengapa? Jawabnya jelas: karena
sebenarnya seluruh doktrin gereja berasal dan dibangun dari topik ini.
Mengapa gereja percaya bahwa keselamatan hanya ada di dalam Yesus
Kristus? Mengapa gereja mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah sejati dan
manusia sejati? Mengapa kita percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh mati
untuk dosa manusia? Mengapa kita percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh
bangkit dalam bentuk tubuh? Mengapa kita percaya bahwa ada kebangkitan
tubuh sesudah kematian? Mengapa kita percaya bahwa Yesus akan datang ke
dunia yang kedua kalinya? Banyak lagi pertanyaan lain yang dapat kita
daftarkan di sini. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah: Karena
Alkitab mengatakan demikian. Maka tepatlah syair sebuah lagu: Jesus
loves me this I know, for the Bible tells me so. Dengan demikian, orang
Kristen tidak membangun imannya di atas pandangan- pandangan bapak-bapak
gereja atau para theolog, sekalipun pandangan mereka tidak dapat kita
abaikan. Akan tetapi orang Kristen membangun ajarannya di atas ajaran
Alkitab. Itulah sebabnya sikap orang terhadap Alkitab mempengaruhi
seluruh doktrin atau ajarannya. Bagi mereka yang melihat Alkitab sebagai
wahyu Allah yang bersifat mutlak, maka mereka akan tunduk terhadap
segala pernyataan-pernyataan Alkitab, tanpa kecuali, sekalipun nampaknya
pikiran mereka dan pandangan ahli theologia berbeda dengan itu.
Sedangkan bagi mereka yang melihat Alkitab sebagai buku biasa atau
sekedar tradisi manusia belaka, maka pernyataan-pernyataan Alkitab tidak
berarti apa-apa. Karena itu, marilah kita melihat berbagai pandangan
yang diberikan kepada Alkitab.

1. Alkitab adalah tradisi manusia abad mula-mula
Bagi kelompok ini, yang hanya melihat Alkitab sebagai tradisi manusia
abad mula-mula, tentu kurang menghargai Alkitab. Seorang hamba Tuhan
pernah berbicara tentang Alkitab kepada seorang pemuda bahwa Alkitab
tersebut benar dan penting untuk dibaca. Namun pemuda tersebut tetap
menolak untuk melihat pentingnya membaca Alkitab. Karena itu, hamba
Tuhan tersebut bertanya, "Mengapa Anda tetap bersikap negatif terhadap
Alkitab? Apakah Anda melihat bahwa Alkitab itu banyak berisi kesalahan?"
Maka pemuda tersebut menjawab, "Bagi saya, Alkitab tidak penting bukan
karena banyak kesalahan. Saya setuju bahwa Alkitab tersebut banyak
mengandung kebenaran. Masalahnya adalah, Alkitab tersebut tidak relevan
lagi untuk abad modern ini". Kemudian, pemuda tersebut bertanya:
"Bagaimanakah Anda melihat relevansi Alkitab yang merupakan tradisi
manusia zaman primitif tetap dapat diterapkan pada abad modern ini?"
Penulis juga memiliki pengalaman nyata tentang hal ini. Dalam sebuah
diskusi bebas dengan seorang teman yang sedang mengambil program
doktoralnya, kami mendiskusikan tentang topik Kristologi. Sebenarnya,
topik tersebut adalah topik yang sedang Penulis bahas dalam penelitian
Penulis. Dalam diskusi tersebut Penulis menegaskan bahwa Yesus itu
sungguh-sungguh adalah Allah dan manusia. Dia adalah Juruselamat seluruh
dunia. Maka dia menyanggah Penulis dan mengatakan hal itu tidak benar.
Ketika kami terus berdebat, Penulis menegaskan bahwa itulah hasil
penelitian Penulis. Karena itu, Penulis mengatakan: "Jika kita
sungguh-sungguh mengerti Injil Yohanes serta mempercayainya, maka kita
tidak bisa menyimpulkan lain dari pada itu. Sejak ayat permulaan
(Yoh.1:1) telah ditegaskan bahwa Firman itu, bukan saja bersama dengan
Allah, tetapi Firman itu sendiri juga adalah Allah". Mendengar itu,
saudara tersebut di atas, dengan nada kesal mengatakan, "Masa karena
Yohanes mengatakan demikian, lantas saudara percaya begitu saja?
Bagaimana kalau ternyata Injil Yohanes itu salah? Bagaimana Yesus yang
hidup di Palestina in a small community dan hidup di abad pertama
Saudara jadikan Allah seluruh dunia?."
Jadi, bagi mereka yang menganut pandangan seperti di atas, Alkitab tidak
memiliki otoritas dalam hidup mereka.

2. Alkitab adalah buku biasa yang tidak luput dari kesalahan
Seorang pernah menulis dalam bukunya bahwa kalau kita membaca Alkitab
harus mendekatinya sebagaimana kita mendekati buku lainnya. Kita tidak
boleh membaca Alkitab dengan sikap menerima saja, tetapi kita harus
membacanya dengan sikap kritis. Karena itu, dia menulis, "Semuanya harus
dikaji, sebab prinsip-prinsip baru mulai berlaku. Prinsip itu mengatakan
bahwa segala sesuatu harus 'mulai dengan keraguan, menuju kepemupukan
pengetahuan berdasarkan dasar-dasar yang kokoh'. Alkitab pun tak
terkecuali dan harus dikaji ulang".
Jadi, dengan asumsi bahwa segala sesuatu harus "mulai dengan keraguan",
bukankah ini bertentangan dengan seruan Alkitab itu sendiri agar
pembacanya datang kepadanya dengan iman dan penyerahan penuh? Mari kita
perhatikan penegasan Tuhan Yesus kepada orang-orang Yahudi di zamanNya:
"Dan firmanNya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya
kepada Dia yang diutusNya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu
menyangka bahwa olehnya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun
Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau
datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu" (Yoh.5:38-40).

3. Alkitab bukanlah Firman Allah, tetapi catatan tentang Firman Allah
Bagi mereka yang menganut pandangan ini, wahyu Allah tidak bisa
dituliskan. Logikanya adalah, Allah itu tidak terbatas, maka FirmanNya
pun tidak terbatas. Jadi sebenarnya, menurut teori ini peristiwa Allah
berfirman terhadap Musa, Elia dan nabi-nabi lainnya sudah berlalu.
Tetapi kemudian, peristiwa tersebut (baca: wahyu) dicatat. Itulah
Alkitab. Jadi menurut pandangan ini, menyamakan Alkitab dengan Firman
Allah adalah dosa. Jika Alkitab hanya sekedar catatan tentang wahyu
Allah yang sudah berlalu, maka pertanyaan yang muncul adalah, sejauh
manakah Alkitab tersebut memiliki kuasa dalam hidup mereka?

4. Alkitab mengandung Firman Allah
Menurut pandangan ini, Alkitab bukanlah Firman Allah, tetapi di dalamnya
terdapat Firman Allah. Disamping itu, Alkitab juga mengandung 'firman
iblis' dan 'firman manusia'. Penganut pandangan ini setuju bahwa bagian
Alkitab yang mengatakan, "Beginilah Firman Allah", atau "Demikianlah
Firman Allah", memang adalah Firman Allah. Tetapi bagian lainnya,
seperti "Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah
berfirman.(Kej.3:1b), bukanlah Firman Allah. Demikian juga dengan
nasehat-nasehat sahabat Ayub, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar bukanlah
Firman Allah, karena memang kemudian Allah menegur mereka dan menyuruh
mereka minta maaf kepada Ayub atas segala nasehat mereka yang salah
(Baca Ayub 42:7-9).

5. Alkitab menjadi Firman Allah ketika terjadi pertemuan atau pengalaman
pribadi.
Menurut pandangan ini, ketika seseorang membaca Alkitab dan Allah
berbicara melalui ayat-ayat yang sedang dibaca tersebut, maka pada saat
itulah ayat tersebut menjadi Firman Allah. Dengan perkataan lain, ada
saatnya Alkitab tersebut bukanlah Firman Allah yaitu sebelum terjadi
pengalaman pribadi dengan ayat-ayat tersebut. Dengan demikian, Firman
Allah menjadi sangat subjektif, tidak lagi objektif, tergantung manusia
yang mengalaminya. Bagi orang tertentu ada kemungkinan ayat tertentu
bukan Firman Allah kerena dia tidak mengalami apa-apa dari ayat
tersebut. Tetapi orang lain, yang mengalami sesuatu dari ayat tersebut,
itu adalah Firman Allah.
Nampaknya, pandangan inilah yang dianut oleh seorang pendeta dari gereja
tertentu di Korea, dengan anggota jemaat ratusan ribu orang. Kelompok
ini membagi Firman Allah menjadi dua, yang dalam bahasa Yunani disebut
logos dan hrema. Logos dimengerti sebagai Firman Allah secara umum,
sedangkan hrema dimengerti sebagai Firman Allah yang sudah berbicara
kepadanya secara pribadi. Pandangan ini juga telah menjalar ke
gereja-gereja tertentu di Indonesia, yaitu gereja yang mengikuti aliran
theologia gereja Korea tersebut di atas. Memang ada sebagian penafsir
yang membedakan kedua kata tersebut. Namun sebenarnya tidak demikian.
Dalam Injil Yohanes kita dapat melihat bagaimana kedua kata tersebut
dipakai saling bergantian. Sebagai contoh adalah dalam Yoh.12:48 yang
berbunyi: "Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataanKu
(hremata), ia sudah ada hakimnya, yaitu Firman (logos) yang telah
Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman".
Selanjutnya dalam Yoh.17:8a dan 14, kita juga melihat kedua kata
tersebut digunakan saling bergantian. "Sebab segala firman (hremata)
yang Engkau sampaikan kepadaKu telah Kusampaikan kepada mereka.Aku telah
memberikan firmanMu (logos) kepada mereka. Maka dari ayat-ayat

tersebut
jelaslah bahwa sebenarnya kedua kata tersebut tidak perlu dibedakan.
Kita juga perlu menegaskan bahwa Firman Allah tetap adalah Firman Allah,
sekalipun hal itu belum dialami secara pribadi. Masalah pengalaman
pribadi kepada Firman Allah tersebut tidak tergantung kepada Firman itu
sendiri, tetapi tergantung kepada pekerjaan Roh Kudus serta kepekaan dan
keterbukaan kita sendiri.

6. Alkitab adalah Firman Allah
Menurut pandangan ini, Alkitab bukan sekedar tradisi manusia abad
pertama, meskipun memang ada unsur tradisi di dalamnya. Alkitab juga
bukan sekedar tulisan manusia, meskipun memang ada unsur keterlibatan
manusia dalam penulisannya. Tetapi, sesungguhnya Alkitab adalah Firman
Allah. Karena Alkitab adalah Firman Allah, maka Alkitab tidak bersalah
terhadap segala hal yang dinyatakannya. Karena itu, Alkitab memegang
kuasa dan otoritas tertinggi dalam kehidupan. Sebenarnya, menurut
keyakinan kami, inilah pernyataan Alkitab tentang dirinya, dan ini
jugalah yang merupakan pandangan kami. Kami setuju dengan tokoh
reformasi, Martin Luther yang mengatakan:
"No one is bound to believe more than what is based on Scripture. The
Word must be believed against all sight and feeling and understanding.
It also has the primacy over dreams, signs and wonders. (Tidak
seorangpun diharuskan untuk mempercayai sesuatu lebih daripada apa yang
dikatakan Alkitab. Alkitab harus dipercayai melebihi penglihatan,
perasaan dan pengertian. Dia juga memiliki keutamaan lebih dari
mimpi-mimpi, tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat).

ALKITAB ADALAH FIRMAN ALLAH (3-7)

.

Apa dasarnya seseorang menerima Alkitab sebagai Firman Allah? Ada orang
berpandangan bahwa Alkitab harus dibuktikan terlebih dahulu sebagai
Firman Allah baru diterima. Bagaimana tanggapan Anda terhadap metode
penerimaan Alkitab dengan cara pembuktian tersebut?
Sesungguhnya, kalau kita mau jujur, maka ada beberapa kesulitan yang
muncul dengan metode pembuktian ini.

Pertama, kalau Alkitab adalah Firman Allah, apakah ada bukti yang cukup
syarat untuk membuktikan kebenaran Alkitab tersebut? Kalau ada
(sebenarnya tidak ada), apakah bukti tersebut tidak perlu dibuktikan
lagi? Nah, kalau sudah begini, jadi seperti lingkaran setan, bukan?

Kedua, kalau kita mau menerima Alkitab sebagai Firman Allah berdasarkan
bukti, manakah sekarang yang lebih tinggi dan berotoritas nilainya?
Alkitab, atau bukti tersebut? Bolehkah hal ini terjadi? Seharusnya tidak
boleh.

Ketiga, apakah peranan bukti terhadap yang dibuktikan? Jikalau Alkitab
adalah Firman Allah, tetapi tidak ada yang berhasil membuktikannya
sebagai Firman Allah, apakah Alkitab tersebut berubah menjadi bukan
Firman Allah? Sebaliknya, jika ada kitab yang dianggap Kitab Suci dan
berhasil dibuktikan sebagai Firman Allah -padahal sebenarnya bukan-
apakah kitab tersebut berubah menjadi Firman Allah? Untuk hal ini,
tentu kita semua dapat menjawabnya. Itulah sebabnya, kita harus menolak
metode menerima Alkitab dengan pendekatan pembuktian.

Jika demikian halnya, bagaimanakah seseorang dapat menerima Alkitab?
Dalam hal ini, John Calvin memberi jawaban: "Biarlah Alkitab sendiri
membuktikan dirinya sebagai Firman Allah. Sebagaimana siang mampu
membedakan dirinya dari malam, terang dari gelap, demikian juga Alkitab
mampu membedakan dirinya dari kitab-kitab lainnya, yang memang bukan
Firman Allah". Atau seperti apa yang pernah ditegaskan oleh seorang
pembicara seminar: "Kalau singa itu adalah singa sejati, biarkanlah dia
membuktikan kesejatiannya. Kita tidak usah ribut berdiskusi dan
berdebat, apakah singa yang sedang kita lihat itu adalah singa sejati,
atau hanyalah sebuah patung!".
Pendekatan seperti itulah yang disebut dengan the internal witness of
the Holy Scripture (kesaksian internal Kitab Suci).
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah metode ini dapat diterima?
Jawabnya, tentu, dan seharusnya demikian. Karena sesungguhnya kesejatian
memiliki ciri-cirnya sendiri. Demikian juga sebaliknya. Karena itu,
marilah kita melihat sepuluh alasan yang bersifat kesaksian internal,
yang menunjukkan bahwa sesungguhnya Alkitab adalah Firman Allah.

Pertama, Alkitab mengatakan dirinya Firman Allah.
Rasul Paulus menulis: "Segala tulisan diilhamkan Allah, memang
bermanfaat untuk mengajar." (II Tim.3:16) Jadi jelas terlihat dari ayat
ini bahwa Alkitab diilhamkan Allah (kata diilhamkan dalam bahasa Yunani
adalah qeopneustoV). Benar, kata "segala tulisan" menunjuk kepada
Alkitab Perjanjian Lama. Karena itu, seorang bertanya, "Apakah semua
tulisan dalam Perjanjian Lama diilhamkan oleh Allah? Bagaimana dengan
keberatan kelompok tersebut di atas, bahwa ada 'firman iblis' dan
nasehat dari sahabat-sahabat Ayub yang ternyata salah? Dalam hal ini,
kita melihat pengertian Firman Allah secara langsung dan tidak langsung.
Maksudnya, kata-kta iblis tersebut di atas dan nasehat-nasehat dari
Elifas dan kawan-kawannya telah diilhamkan Allah untuk ditulis dalam
Alkitab. Tentu saja Allah tidak bermaksud mengilhami para penulis
Alkitab untuk menulis hal tersebut supaya diikuti. Sebaliknya, supaya
pembaca Alkitab belajar dari padanya. Dengan perkataan lain, melalui hal
itu, Allah ingin berfirman kepada manusia.
Kenyataan lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa kalimat,
"Demikianlah Firman Allah", atau "Allah berfirman" sering kita dapati
dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam kitab Musa. Sebagai contoh:
Kej.1:3,6,9; Kel.5:1; 6:1; 7:1; Im.1:1; 4:1 dan seterusnya. Perlu untuk
kita ketahui bahwa dalam kitab Musa, istilah tersebut di atas terdapat
kira-kira 800 kali, dan sekitar 2000 kali dalam seluruh Alkitab
Perjanjian Lama.
Kita telah melihat Alkitab Perjanjian Lama, lalu bagaimana kita mengerti
Perjanjian Baru sebagai kitab yang diilhami Allah juga? Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita perlu melihat otoritas atau wibawa para Rasul.
Sebagaimana kita lihat dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus sendiri telah
memilih mereka untuk menjadi murid-muridNya. Selama kurun waktu 3 tahun
penuh Tuhan Yesus mengajar mereka melalui perkataan dan tindakan. Lebih
dari itu, mereka menyaksikan sendiri apa yang dilakukan Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus telah mempersiapkan mereka untuk kelak menjadi pemberita-
pemberita Injil. Dia telah mengutus mereka dengan kuasa dari atas. Dia
juga berjanji mengutus Roh Kudus yang akan menyertai mereka. Dia
bersabda: "Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa
dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan
akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu"
(Yoh.14:26) Sesungguhnya, ayat firman Tuhan ini sangat penting,
khususnya berkenaan dengan apa yang sedang kita bahas. Yang menjadi
pertanyaan adalah, apakah kita yakin bahwa Roh Kudus mampu memimpin para
Penulis Alkitab Perjanjian Baru untuk menulis apa yang mereka dengar,
lihat dan saksikan? Sehubungan dengan ini, baik sekali kita melihat apa
yang ditegaskan dalam 1 Yoh.1:1-3:
"Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah
kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah
kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami
tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah
melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu
tentang hidup kekal yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah
dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami
dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga."

Sebagaimana Penulis katakan di atas, ayat ini sangat penting. Di sini
ditegaskan pengalaman nyata penulis (rasul-rasul) dengan Tuhan Yesus.
Hal itu ditegaskan dengan penggunaan kalimat perfect tense: telah kami
dengar, telah kami lihat, telah kami saksikan, telah kami raba dengan
tangan kami. Semua pengalaman tersebut sangat penting, dan sulit
disangkali; terutama pengalaman "meraba dengan tangan". Bagi orang
Yahudi, indra yang paling kongkrit dan paling sulit disangkali adalah
"meraba dengan tangan". Selain ayat penegasan ayat tersebut di atas,
rasul Petrus juga menegaskan hal yang sama. Dia menuliskan:
"Yang terutama harus kamu ketahui ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab
Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak
pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh
Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah" (II Pet.1:20-21).
(bersambung)

Kedua, sikap Tuhan Yesus yang menerima dan menjunjung tinggi Alkitab.



Sesungguhnya, Tuhan Yesus adalah teladan hidup kita, termasuk dalam
sikapNya terhadap Kitab Suci. Selama hidup Tuhan Yesus di dunia ini,
kita melihat ketaatanNya yang sempurna kepada Alkitab (Perjanjian Lama).
Sebagai contoh sangat nyata adalah ketika Dia mengalami pencobaan di
padang gurun. Kita melihat dengan jelas bahwa semua godaan si Iblis
dipatahkan dengan ketaatanNya kepada Firman. Menghadapi godaan tersebut,
Dia mengutip Perjanjian Lama dengan memulai dengan mengatakan: "Ada
tertulis…" (Mat.4:4,7,10).
Ada orang yang menafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa Tuhan Yesus
melawan Iblis dengan mengutip Firman, dalam arti Firman tersebut
ditujukan buat si Iblis. Jika demikian, sepertinya, Iblis takut terhadap
Firman. Kami tidak setuju dengan penafsiran seperti ini. Kami lebih
setuju dengan pandangan yang mengatakan bahwa Iblis tidak memerlukan
Firman Tuhan. Karena itu, Dia mengutip itu bukan buat si Iblis, tetapi
buat diriNya sendiri, untuk ditaatiNya. Sungguh, di sini kita melihat
teladan yang sempurna sedang diperlihatkan oleh Tuhan Yesus kepada
seluruh umatNya, termasuk kepada kita semua. Di tengah-tengah pergumulan
yang sangat berat, di mana Dia dicobai berkali-kali, Tuhan Yesus
berkali-kali pula mengingatkan diriNya akan Firman Allah: "Ada
tertulis…" Menarik untuk diperhatikan bahwa pada peristiwa tersebut di
atas, Tuhan Yesus mengutip dari Kitab Ulangan. Menurut kelompok
tertentu, Kitab Ulangan bukanlah Firman Allah, tetapi hanyalah kata-kata
Musa. Memang ada benarnya pendapat tersebut, karena memang hal itu
dikatakan oleh Musa (lihat Ulangan 8:1). Namun penting untuk kita
perhatikan bahwa istilah "Musa berkata" dan "Allah berfirman" sering
saling ditukarkan. Jadi hal itu dilihat identik. Karena Musa berkata
atas pimpinan dan kontrol Allah. Sebagai contoh, mari kita lihat kedua
ayat berikut:
"Sesungguhnya kamu harus berpegang pada ketetapanKu dan peraturanKu.
Orang yang melakukannya akan hidup karenanya; Akulah Tuhan. (Imamat
18:5).

"Sebab Musa menulis tentang kebenaran karena hukum Taurat. Orang yang
melakukannya akan hidup karenanya" (Ro.10:5).

Contoh lain adalah ketika ahli Taurat dan orang-orang Farisi meminta
tanda kepada Yesus. Yesus menegaskan:
"… tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi
Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga
malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal dalam rahim bumi tiga
hari tiga malam" (Mat.12:39b-40).

Kutipan di atas juga menarik, karena banyak orang menolak kisah nabi
Yunus tersebut. Menurut mereka, peristiwa yang diceritakan Alkitab
tersebut, "Yunus dalam perut ikan" sungguh tidak masuk akal. Itu adalah
dongeng. Hal itu hanya cocok untuk cerita anak-anak sekolah minggu.
Sedangkan untuk orang dewasa, yang benar, adalah "ikan dalam perut
Yunus". Namun demikian, Tuhan Yesus menerima kebenaran kisah tersebut
dan menjadikannya gambaran diriNya yang kelak juga akan ada di 'perut'
bumi, dan bangkit pada hari ketiga.

Selanjutnya, jika kita melihat kisah dua orang murid Tuhan Yesus yang
sedang berjalan menuju kota Emaus, di sana Tuhan Yesus bersabda: "…
harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat
Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur" (Luk.24:44). Hal itu
dinyatakanNya untuk menjelaskan penderitaan dan kematianNya, di mana
Dia dengan taat menjalaninya demi menggenapkannya.

Dengan tepat Prof. Donald Bloesch menulis:
"The absolute authority of faith, the living Christ Himself, has so
bound Himself to the Sacred Scripture". (Penguasa mutlak iman itu,
yaitu Kristus yang hidup itu sendiri, telah begitu mengikatkan diriNya
kepada Kitab Suci).

Jika Tuhan Yesus telah memberi sikap yang sedemikian hormat dan taat
kepada Alkitab, selayaknyalah kita juga mengikutinya. Ketika Tuhan Yesus
menerimanya, siapakah kita yang berani menolaknya? Ketika Tuhan Yesus
sedemikian menghormati Alkitab, siapakah kita sehingga berani meragukan
dan merendahkannya?

Ketiga, superioritas dan keistimewaan ajaran Alkitab.

Sebenarnya dapat dikatakan bahwa isi sebuah kitab menggambarkan penulis
(sumber kitab) tersebut. Karena itu, tulisan anak Sekolah Dasar dapat
dibedakan dari tulisan mahasiswa di tingkat universitas. Hal itu cukup
dilakukan dengan membaca isi tulisan tersebut, tanpa terlebih dahulu
bertanya siapa penulis buku tersebut. Demikian juga, jika Alkitab adalah
Firman Allah, maka isinya akan menunjukkan hal tersebut. Dan memang
demikian halnya yang kita temukan, ajaran Alkitab menunjukkan nilai
superior dan bersifat istimewa jika dibandingkan dengan kitab-kitab
lainnya, termasuk tulisan para filsuf sekalipun. Jika kita simak
baik-baik, ajaran Alkitab bersifat mutlak dan universal, tidak dibatasi
oleh tempat dan waktu. Contoh, ajaran Alkitab tentang kasih, kebenaran,
dosa, penciptaan, dll. Mengenai kasih, Alkitab menguraikan:
"Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong dan ia tidak melakukan yang tidak
sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu" (I Kor.13:4-7).

Jika kita perhatikan dan renungkan makna kasih sebagaimana dituliskan di
atas, kita pasti kagum. Adakah penjelasan dan penguraian kasih yang
sedemikian dalam dan lengkap seperti penjelasan Alkitab tersebut di
atas? Lalu, bicara tentang kebenaran dan dosa, kedua hal ini seringkali
sulit didefenisikan. Itulah sebabnya, masing-masing orang dapat memberi
pengertiannya sendiri tentang makna kata "kebenaran" dan "dosa". Karena
itu, pengertiannya bisa menjadi sangat relatif. Namun demikian, Alkitab
dengan tegas dan jelas berbicara tentang kedua hal tersebut. Itulah
sebabnya, ketika Daud, yaitu seorang raja yang begitu berkuasa penuh di
zamannya, berzinah dengan Batsyeba, dia ditegur oleh nabi Natan (baca II
Sam.12:1-15). Raja Daud tidak bisa lari dari kebenaran Allah. Dia tidak
bisa memutar balikkan kebenaran tersebut, betapa hebatpun kuasanya. Maka
ketika dia diperhadapkan kepada kebenaran mutlak seperti itu, dia
bertobat dan berkata: "Aku sudah berdosa kepada Tuhan" (II Sam.12:13).
Dalam pengakuan dosanya, raja Daud berteriak: "Terhadap Engkau, terhadap
Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap
jahat" (Maz.51:6). Jadi, dari seruan Daud tersebut dapat kita lihat
dengan jelas ukuran dosa, yaitu apa yang Allah anggap jahat. Allah
merupakan ukuran dan standard kebenaran. Sikap Daud tersebut juga
menjadi contoh yang baik bagi umat yang percaya. Sekalipun dia raja yang
sangat berkuasa, namun dia tetap menempatkan Firman Allah di atas
kekuasaannya. Karena itu, dia tunduk terhadap Firman yang disampaikan
oleh hambaNya.

Bicara soal moral, Alkitab juga memberikan prinsip moral yang sangat
agung: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka" (Mat.7:12).
Ada sebagian orang yang menilai Alkitab tidak ilmiah, dan karena itu,
menurut mereka ini, hanya orang bodohlah yang dapat menerima dan
mempercayainya. Namun kami melihat bahwa tuduhan tersebut keterlaluan
dan sungguh menyangkali fakta yang ada. Pada kenyataannya, banyak
ilmuwan dan orang yang sangat genius yang pernah hidup di bumi ini
menaruh imannya pada Alkitab. Dengan sangat mudah kita dapat menyebut
nama-nama besar yang sangat setia kepada Alkitab. Sebagai contoh, Prof.
C.S. Lewis (1898-1963), seorang yang sangat cerdas dan guru besar dari
Universitas Oxford menegaskan bahwa tidak ada dokumen yang paling dapat
dipercaya dan paling lengkap dibandingkan dengan Alkitab. Contoh lainnya
adalah Prof. W.F. Albright seorang ahli arkeologi menulis: "Tidak
diragukan lagi bahwa arkeologi telah meneguhkan fakta-fakta sejarah yang
penting dalam tradisi Perjanjian Lama". Demikian juga dengan Prof.
Miller Barrow dari Universitas Yale menulis: "Beberapa ahli purbakala
makin lebih menghargai Alkitab karena pengalaman penggalian di Palestina
dan ilmu purbakala membantah pandangan kritik modern dalam banyak
masalah yang pernah dikemukakan"" Di pihak lain, Nelson Glueck menulis:
"Tidak ada satupun penemuan purbakala yang bertentangan dengan
keterangan- keterangan dalam Alkitab" .
Menarik sekali mengamati penegasan dan kesimpulan dari Arkeolog-Arkeolog
tersebut di atas. Kelihatannya, ketika sebagian Teolog-Teolog meragukan
Alkitab, Allah telah membangkitkan Arkeolog-arkeolog untuk menyatakan
kebenaran Alkitab tersebut. Sebenarnya, kalau kita mau jujur dan terbuka
terhadap Alkitab, kita dapat menemukan pernyataan-pernyataan Alkitab
yang sejalan dengan science. Sebagai contoh, kita membaca bahwa Alkitab
mengatakan, bumi ini bulat (Yes.40:21-22); bumi berputar (istilah ini
tidak muncul, tetapi pengertian adanya kondisi siang hari di satu tempat
dan pada saat yang sama, malam hari di tempat lain, dapat dijelaskan
dengan adanya perputaran bumi, baca Luk.17:24, 34-35). Alkitab juga
menjelaskan bahwa bintang tidak terhitung banyaknya (Kej.15:5). Semua
pernyataan di atas, sejalan dengan ilmu pengetahuan.
(bersambung)

Keempat, kuasa Alkitab yang mengubah hidup

Adalah merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa berjuta-juta
manusia yang hidup dalam dosa, frustrasi, tanpa pengharapan dan ingin
bunuh diri, mengalami perubahan hidup setelah mereka membaca dan
merenungkan Alkitab. Ada satu cerita yang menarik ditulis oleh Dr. J.M.
Boice. Pada satu pertemuan dari kelompok Bala Keselamatan (Salvation
Army) di tempat terbuka, Dr H.A. Ironside diundang untuk bersaksi di
hadapan kira-kira 60 orang. Setelah dia menyaksikan kuasa Kristus
melalui firmanNya yang telah mengubah hidupnya, seorang yang berpakaian
rapi tiba-tiba maju ke depan dan menyodorkan kartu nama yg di baliknya
ada tulisan "Tuan, saya mau menantang Anda untuk berdebat dengan saya
mengenai Agnostisme versus Kekristenan di aula Academi Science, hari
Minggu depan sore, jam 16.00". Tawaran tersebut diterima oleh Dr
Ironside dengan satu persyaratan, yaitu dia harus membawa sertanya pada
pertemuan tersebut seorang pria dan seorang perempuan, yang dahulu
hidupnya rusak. Tetapi, setelah mendengar Agnostisisme tersebut, hidup
mereka

diubahkan menjadi orang baik dan setia mengikuti ajaran tersebut.
Sementara itu, Ironside berjanji akan membawa 100 orang menyertainya dan
menjadi saksi hidup di mana hidup mereka dahulu rusak, tetapi berubah
setelah mendengar Firman Tuhan. Kemudian Ironside menoleh ke arah
pimpinan Bala Keselamatan tersebut dan bertanya: "Captain, have you any
who could go with me to such a meeting?". Pemimpin tersebut menjawab:
"We can give you forty at least just from this one corps".
Setelah itu, Ironside berkata kepada orang tersebut diatas:
"Now Mr…., I will have not difficulty in picking up sixty others from
the various missions, Gospel halls, Evangelical Churches of the city… I
will come marching in at the head of such a procession with the band
playing 'Onward, Christian Soldier', and I will be ready for the
debate". (Sekarang Tuan…, saya tidak akan memiliki kesulitan untuk
mengumpulkan 60 orang lain lagi dari berbagai missi penginjilan,
kebaktian penginjilan, dari gereja-gereja Injili di kota ini… kami akan
datang berbaris diiringi musik band, dengan nyanyian, "Laskar Kristen
Maju". Saya siap untuk perdebatan tersebut).

Apa yang terjadi kemudian? Ternyata debat tersebut tidak jadi
terlaksana. Karena orang Agnostik tersebut tidak datang. Mengapa? Diduga
karena dia mengalami kesulitan untuk membawa orang sertanya yang
memenuhi persyaratan di atas. Artinya, sekalipun faham Agnostiknya
tersebut dianggap hebat, namun pada kenyataannya, tidak ada orang yang
mengalami perubahan hidup dari keadaan rusak menjadi baik setelah
mendengar dan mengikuti faham tersebut. Sebaliknya yang terjadi dengan
Injil. Allah telah merubah hidup berjuta-juta orang termasuk bapak
gereja, Augustinus dan Reformator besar M. Luther. Ayat pertobatan
Augustinus, yang pertama sekali sungguh mengubah hidupnya adalah: "Hari
sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita
menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan
senjata terang! (Roma 13:12). Setelah membaca ayat tersebut, dia
bersaksi bahwa Allah memberi kuasa dalam hidupnya untuk meninggalkan
hidup lamanya yang rusak. Demikian juga dengan tokoh reformasi Martin
Luther, dia mengalami peristiwa khusus dalam hidupnya. Atau meminjam
kalimat yang digunakannya: "surga terbuka untukku pada saat membaca ayat
itu. Ayat yang dia baca adalah: "Sebab aku tidak malu pada Injil, karena
Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yg
percaya...Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari
iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: 'orang benar akan
hidup oleh iman' " (Ro.1:16-17))

Dengan melihat contoh-contoh di atas, maka semakin jelaslah kebenaran
Alkitab yang mengatakan:
"Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang
bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan
roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan
pemikiran hati kita". (Ibr.4:12). "Bukankah FirmanKu seperti api,
demikianlah Firman Tuhan, dan seperti palu yang menghancurkan bukit
batu" (Jer.23:29; baca juga Jer.20:7-9).

Semoga kita semua juga mengalami kuasa firman Tuhan tersebut dalam diri
dan kehidupan kita sehari-hari.

Kelima, kesatuannya yang ajaib

Bagaimanakah sikap kita terhadap Alkitab yang sedang kita baca tersebut?
Setiap kita membaca buku tentu dipengaruhi beberapa hal, antara lain:
siapa penulisnya, penerbitnya, dan bagaimana proses pembuatan buku
tersebut. Bicara soal faktor-faktor tersebut di atas, maka jelaslah
Alkitab melampaui semua buku. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan
Alkitab. Karena Alkitab yang terdiri dari 66 kitab itu ditulis oleh 40
orang penulis dari latar belakang yang berbeda. Ada dari latar belakang
'jenderal' seperti Musa, gembala seperti Amos dari Tekoa, raja seperti
Daud, nabi seperti Yesaya dan Yeremia, nelayan seperti Petrus, dokter
seperti Lukas, orang pemerintah seperti Matius, filsuf seperti Paulus.
Selain itu, Alkitab juga ditulis dalam kurun waktu yang sangat lama
yaitu kira-kira 1400 tahun! Proses penulisan kitab-kitab tersebut sampai
akhirnya dikanonkan sungguh merupakan keajaiban juga.
Hal lain yang menarik untuk diperhatikan adalah bagaimana
Penulis-penulis tersebut dapat saling melengkapi dalam tulisannya.
Padahal, mereka tidak pernah bertemu dan merundingkan batasan-batasan
tulisan mereka. Bahkan ada yang berani menuliskan sesuatu yang bersifat
nubuatan dan yang secara logika tidak masuk akal, meskipun dia tidak
sempat menyaksikan penggenapan tulisan tersebut. Sebagai contoh, nabi
Yesaya menuliskan seorang perempuan muda akan mengandung (Yes.7:14b).
Dalam bahasa Yunani, kata "perempuan muda" adalah parthenos, yang juga
berlaku untuk seorang dara (Inggris: virgin). Nubuatan tersebut baru
digenapi jauh sesudah Yesaya meninggal dunia, yaitu kira-kira 700 tahun
kemudian, di mana ketika Maria mengandung dari Roh Kudus, Matius
menulis: "Supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:
'Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung…' (Mat.1:23)'"
Barangkali ada yang bertanya: "Mengapa Alkitab tersebut dapat saling
melengkapi dan secara berkesinambungan memberitakan satu berita mulai
dari penciptaan hingga datangnya Kristus yang kedua kalinya? Adakah
pribadi yang mengatur mereka ini? Jawabnya tentu, ada. Sebagaimana
disaksikan oleh rasul Petrus:
"Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab
Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak
pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh
Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah" (II Pet.1:20-21).
(bersambung).

Keenam, kemurniannya.

Sekiranya ada orang yang masih ragu terhadap Alkitab, namun mau membaca
Alkitab dengan hati yang terbuka dan sungguh-sungguh, maka kami akan
bertanya kepadanya tentang kemungkinan penulis Alkitab tersebut. Jika
disimak dengan baik, maka kita melihat Alkitab menelanjangi kelemahan
manusia berdosa, tanpa kecuali. Termasuk di sini adalah kelemahan para
nabi (Ini juga keunikan Alkitab dibandingkan dengan kitab suci lainnya).
Itulah sebabnya, nabi Musa, pemimpin besar Israel itu dicatat dalam
Alkitab bahwa dia pernah membunuh. Padahal, ketika Musa menerima
kesepuluh hukum Taurat dari Allah, salah satu di antaranya adalah
perintah untuk jangan membunuh (hukum ke-6). Dari sini kita dapat
membayangkan kesulitan yang dialami Musa ketika menyampaikan Taurat
tersebut kepada umat Israel, di mana umat Israel telah mengetahui
sebelumnya akan peristiwa pembunuhan tersebut.
Kemudian, nabi Abraham yang disebut dengan istilah bapak orang beriman
-merupakan gelar yang sangat tinggi dan mulia yang hanya diberikan
kepada Abraham- namun Alkitab mencatat kelemahan Abraham ketika dia
berkata kepada istrinya: "Katakanlah bahwa engkau adikku, supaya aku
diperlakukan mereka (orang-orang Mesir) dengan baik… dan aku dibiarkan
hidup" (Kej.12:13) Hal seperti ini dilakukannya lagi ketika dia bertemu
Abimelekh (lihat Kej.20).
Hal yang sama juga terjadi kepada Daud. Dia adalah nenek moyang orang
Yahudi. Mereka bangga serta menjunjung tinggi leluhur mereka. Meskipun
demikian, Alkitab tetap 'mempermalukan' Daud dan orang-orang Yahudi,
keturunannya, yaitu dengan mencatat penyelewengannya (perselingkuhannya)
dengan Batsyeba. Daud kemudian ditegur oleh Nabi Natan (lihat Maz 51 dan
II Sam.12:1-15). Sebenarnya masih banyak contoh lain lagi yang dapat
kita catat di sini yang menunjukkan dosa-dosa tokoh-tokoh rohaniwan
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Mengapa demikian? Siapakah
pengarang Alkitab sesungguhnya? Setan kah? Manusia berdosakah? Apakah
itu ditulis semata-mata karena kehendak dan keinginan Nabi-nabi? Jika
sekiranya Penulis bebas menulis menurut keinginannya, tentulah mereka
akan menyembunyikan cacat-cacat mereka tersebut. Maka jawaban terhdap
pernyataan di atas adalah, sumber Alkitab tidak lain adalah Allah, yang
memerintahkan Penulis-penulis untuk menuliskannya.

Ketujuh, ketepatan nubuat dan nilai nubuat yang tiada tara

Bicara tentang nubuatan, memang Alkitab menubuatkan hal-hal yang luar
biasa yang membuat kita kagum dan bersyukur kepada Allah atas nubuatan
tersebut. Untuk itu, marilah kita melihat tiga nubuatan besar berikut:
Pertama, tentang terbuangnya bangsa Israel ke Babel dan dilepaskan
kembali setelah 70 tahun. Hal ini dapat kita baca dengan jelas dalam
kitab Dan.9:1-2; Jer.25. Sebenarnya, ketika Alkitab menubuatkan bahwa
bangsa Israel akan dikalahkan dan dibuang ke negeri asing, hal itu
hampir mustahil terjadi. Karena ketika nubuatan tersebut diberikan,
Israel justru

sedang begitu kuat dan berkuasa. Mereka malah menaklukkan
bangsa bangsa lain di sekitarnya. Namun Allah telah menyatakan kepada
para Nabi apa yang akan terjadi pada bangsa Israel: bahwa Allah akan
menghukum mereka akibat dosa-dosa mereka. Hal itu kemudian digenapi
dalam sejarah.
Kedua, tentang tersebarnya orang-orang Yahudi ke berbagai penjuru dunia.
Kita dapat membaca peristiwa ini dalam kitab Ulangan 28, Hosea 9,
Jer.24, sedangkan nubuatan bahwa mereka akan kembali ke tanah mereka di
Israel dapat kita baca pada Yehez.36 dan 37. Ketika Alkitab menubuatkan
bahwa orang-orang Yahudi yang tercerai berai ke seluruh penjuru dunia
itu akan kembali bersatu, hal itupun merupakan keajaiban Allah juga.
Orang bertanya: "Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi? Alkitab telah
melakukan kesalahan…" Tetapi, sejarah kembali membuktikan bahwa Alkitab
sungguh benar. Karena ternyata benar, secara ajaib, orang-orang Yahudi
tersebut kembali ke negeri asalnya, ketika mereka memprolamirkan
kemerdekaannya.
Ketiga, nubuat tentang Tuhan Yesus. Alkitab juga mencatat hal yang luar
biasa tentang Tuhan Yesus. Belum pernah ada satu buku yang mencatat
hidup seseorang sedemikian lengkap sebelum orang tersebut dilahirkan ke
dalam dunia. Kita dapat mencatat buku tentang biografi atau kisah hidup
seseorang. Tetapi hal itu dilakukan setelah dia lahir dan menjalani
hidupnya. Tetapi Alkitab mencatat siapa dan bagaimana Tuhan Yesus justru
sebelum Dia lahir ke dalam dunia. Alkitab mencatat kota kelahiranNya
yaitu di sebuah kota kecil di Betlehem (Mikha 5:1), lahir dari seorang
perempuan muda, yaitu perawan Maria (Yes.7:14). Tujuan hidupNya juga
dicatat secara jelas yaitu untuk menghancurkan pekerjaan si Iblis
(Kej.3:15). Namun demikian, dalam hidupNya, Dia akan banyak menderita
bahkan mati secara memalukan (Yes.52:13-53:12). Tetapi Alkitab juga
mencatat bahwa Tuhan Yesus akan mengakhiri hidupNya dengan penuh
kemenangan dan kemuliaan, yaitu melalui kebangkitan dan kenaikanNya ke
Sorga serta kedatanganNyakembali ke dalam dunia (Baca Maz.22-24).

Kedelapan, sifat universalnya

Apa yang disampaikan dan diajarkan oleh Alkitab melampaui
batasan-batasan suku, kaum, bahasa dan bangsa. Oleh karena itu, isi
Alkitab tidak pernah tidak cocok dengan suku atau bangsa tertentu.
Mengapa? Karena Alkitab adalah Firman Allah yang melampaui segala
batasan waktu dan tradisi manusia. Kita setuju jika seorang mengatakan
bahwa Alkitab itu adalah handbooknya orang berdosa. Karena itu ajaran
Alkitab selalu relevan dengan manusia, di mana manusia sudah berdosa dan
membutuhkan berita pengampunan dosa. Itulah sebabnya, manusia di segala
abad dan tempat, yang sungguh-sungguh mencintai dan membaca Alkitab
telah beroleh banyak nasehat, pengajaran, penghiburan serta berkat yang
melimpah.


Kesembilan, ketahanannya terhadap segala serangan

Marilah kita renungkan kenyataan ini: Alkitab adalah satu-satunya kitab
yang paling banyak diserang dan dikritik. Alkitab juga adalah
satu-satunya kitab yang paling terbuka untuk dikritik, karena ditulis
dalam berbagai bahasa, di mana telah diterjemahkan ke lebih dari 1700
bahasa. Tetapi apa yang terjadi? Penyerang-penyerang Alkitab meninggal
dan berlalu, namun Alkitab yang diserang tersebut tetap bertahan hingga
sekarang dan menjadi berkat bagi berjuta-juta manusia yang mau terbuka
dan sunguh-sungguh mau mencari kebenaran. Konon katanya, Voltaire,
seorang gembong rasionalist abad ke-18 pernah menghina Alkitab dengan
mengatakan bahwa Alkitab (yang ketika itu ada di tangannya) akan segera
lenyap tidak sampai 50 tahun lagi. Setelah mengatakan hal itu, dia
melemparkan Alkitab tersebut dan dengan sangat berani mengatakan: "Tidak
lama lagi, kitab ini hanya akan ditemukan di Museum". Pada kenyataannya,
Voltaire yang di 'museumkan' alias meninggal dunia tidak sampai 50 tahun
kemudian! Menarik sekali mendengar bahwa kemudian tempat tinggal
Voltaire tersebut dibeli oleh orang Kristen dan dijadikan tempat
percetakan Alkitab. Tidakkah hal ini juga dapat dikatakan suatu
peristiwa yang ajaib?
Bagaimanakah kita menjelaskan semua hal di atas? Mengapa Alkitab dapat
sedemikian kokoh dan tegar dan tetap 'berdiri' di tengah-tengah zaman
yang terus memusuhinya? Hal itu, sebenarnya sudah ditegaskan oleh Tuhan
Yesus, ketika Dia bersabda: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi
perkataanKu tidak akan berlalu" (Mat.24:35; baca juga Mat.5:18).


Sepuluh, pengalaman pribadi

Setelah melihat semua hal tersebut di atas, sebenarnya kita masih dapat
melihat dari berbagai sisi, sebagai internal witness (kesaksian
internal) yang menunjukkan bahwa Alkitab sungguh menyatakan dirinya
Firman Allah. Namun, salah satu hal yang sangat penting adalah
pengalaman Anda sendiri. Sesunguhnya, pengalaman adalah guru yang sangat
dapat dipercaya, meskipun tentunya kita tidak menjadikan pengalaman di
atas kebenaran Alkitab. Tetapi, pengalaman tersebut dapat meneguhkannya.
Apakah Anda memiliki pengalaman pribadi yang sungguh-sungguh nyata yang
meneguhkan kebenaran dari apa yang sedang kita bahas, bahwa Alkitab
adalah Firman Allah? Kalau ada, terpujilah nama Tuhan yang telah
memberikan pengalaman itu, dan marilah kita dengan tekun dan gigih
membagikan hal itu kepada orang lain untuk meneguhkan iman mereka.
Tetapi, andaikata Anda belum pernah mengalami kuasa Alkitab sebagaimana
dialami oleh orang-orang tersebut di atas, mohonlah rahmatNya agar hal
itu juga Anda alami.

PENGILHAMAN ALKITAB 8-10

Alkitab adalah Firman Allah, demikian pembahasan kita pada bab sebelumnya. Mengapa? Sebagaimana telah kita sudah lihat di atas, karena Alkitab mengatakan dirinya Firman Allah, karena Alkitab itu sungguh diilhami oleh Allah. Ini jugalah yang menjadi keyakinan kaum Injili. Tetapi apakah artinya Alkitab diilhami Allah? Bagaimanakah hal itu terjadi? Sejauh manakah Alkitab diilhami oleh Allah? Jikalau Alkitab sungguh diilhami Allah, apakah akibat pengilhaman tersebut? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan kita bahas di bawah ini.

1. Arti Pengilhaman (Inspirasi)

Ada dua ayat penting dan terkenal yang berhubungan dengan pengilhaman ini. Ayat yang pertama adalah: "Segala tulisan diilhami Allah, memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (II Tim.3:16). Sedangkan ayat yang kedua adalah: "Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh
kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah" (II Pet.1:20-21).
Untuk mengerti arti kata pengilhaman (dalam bahasa Inggris adalah inspiration; Theopneustos dalam bahasa Yunani), marilah kita melihat pandangan beberapa tokoh besar.

B.B. Warfield, salah seorang teolog besar abad ke-20, yang memiliki pandangan yang tinggi (sikap hormat) terhadap nilai inspirasi Alkitab, menegaskan: "The Greek term has, however, nothing to say of inspiring or of inspiration: it speaks only of a 'spring' or 'spiration'. What it says of Scripture is, not that it is 'breathed into by by God' or is the product of the Divine 'in breathing' into its human authors, but that it is breathed out by God…the product of the creative breath of God".

Karena itu, Warfield menegaskan bahwa apa yang dinyatakan oleh ayat yang sangat penting ini adalah bahwa Alkitab adalah hasil karya Allah. Alkitab itu bersumber dari Allah, di mana Allah bukan sekedar melakukan tindakan pengilhaman kepada diri Penulis Alkitab, lalu Penulis dengan bebas menulis apa yang diilhamkan tersebut. Akan tetapi, Allah sendiri melalui dan dari diri Penulis mengatakan kebenaranNya. Dalam hal ini Warfield mengakui bahwa dalam ayat di atas tidak ada petunjuk bagaimana
Allah beroperasi menghasilkan Alkitab tersebut.

Demikian juga, J.I. Packer, seorang guru besar di Regent College, Kanada, memiliki pandangan bahwa 'inspired by God' sebagai 'breathed out from God". Untuk memberi ide utama istilah ini, Packer mensejajarkannya dengan kitab Mazmur 33:6, yang berbunyi: "Oleh Firman Tuhan langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulutNya segala tentaranya". Kemudian Packer
menulis: "… the thought here is that, just as God made the host of heavens by the breath of his mouth, through His own creative fiat, so we should regard the Scriptures as the product of a similar creative fiat". (Ide yang terkandung di sini adalah seperti Allah menjadikan segala tentara Sorga oleh nafas mulutNya, oleh kuasa penciptaanNya, demikian juga kita melihat Kitab Suci sebagai hasil dari ciptaan Allah).

Di pihak lain, I.H. Marshall, guru besar bidang Perjanjian Baru di Universitas Aberdeen, setelah memberikan 7 macam pandangan tentang arti inspirasi, menyimpulkan bahwa: "The doctrine of inspiration is a declaration that the Scriptures have their origin in God; it is not and cannot be an explanation of how God brought them into being". (Ajaran pengilhaman adalah suatu pernyataan bahwa Alkitab bersumber dari Allah. Itu bukan dan tidak dapat memberi penjelasan bagaimana Allah menjadikan Alkitab). Sementara itu, Millard J. Erickson membedakan inspirasi dengan wahyu. Menurut Erickson, inspirasi adalah pengaruh supernatural dari Roh
Kudus terhadap Penulis-penulis Alkitab yang menjadikan tulisan mereka "an accurate record of the revelation or which resulted in what they wrote actually being the Word of God". (Sebuah catatan yang tepat dari wahyu atau apa yang dihasilkan dari tulisan mereka sesungguhnya adalah Firman Allah". Selanjutnya, dia melihat wahyu sebagai kebenaran yang disingkapkan Allah kepada manusia (Penulis-penulis), sedangkan inspirasi adalah tindakan Penulis-penulis tersebut untuk mengkomunikasikan wahyu
tersebut di atas kepada orang-orang lain dalam bentuk tulisan. Erickson menulis: "Revelation might be thought of as a vertical action, and inspiration as a horizontal matter". Karena itu, menurut Erickson, ada wahyu tanpa inspirasi dan ada juga inspirasi tanpa wahyu. Kami setuju dengan Erickson bahwa dalam seluruh Alkitab ada pernyataan Alkitab tersebut memiliki sumber yang bersifat ilahi atau "the actual speech of the Lord" (sabda Tuhan yang sesungguhnya).

Sebagaimana telah kita bahas di atas, Erickson menunjuk II Tim.3:16 dan II Pet.1:20-21 sebagai contoh bagaimana Penulis-penulis Alkitab Perjanjian Baru melihat Alkitab Perjanjian Lama sungguh-sungguh bersumber dari Allah. Disamping itu, dia juga menunjuk Kis.1:16, yang berbunyi: "Hai saudara-saudara, haruslah genap nats Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas…" Ayat ini adalah merupakan kutipan dari Maz.69:25 dan Maz.109:8. Di sini rasul Petrus tidak hanya melihat kata-kata Daud bersifat otoritatif (memiliki kuasa) tetapi bahkan melihat ucapan Daud tersebut sebagai sabda Allah yang sesungguhnya, di mana rasul Petrus melihat hal itu sebagai "… disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud. (Kis.1:16b; lihat juga Kis.3:18,21; 4;25).

Selanjutnya, mari kita lihat apa artinya "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat…" (II Tim.3:16). Dalam bahasa Yunani kalimat tersebut berbunyi: Pasa graphe Theopneustos kai ophelimos…" Ada dua cara menterjemahkan kalimat dalam bahasa Yunani tersebut: -Segala tulisan diilhamkan Allah juga bermanfaat; atau, -Segala tulisan diilhamkan Allah bermanfaat…
Apa bedanya penterjemahan yang mengandung arti yang hampir sama tersebut di atas? Bila yang pertama yang diambil maka penekanan kalimat ada pada fungsi atau bermanfaatnya tulisan tersebut. Tetapi bila yang kedua, maka penekanan kalimat ada pada peneguhan pengilhaman atau inspirasi seluruh tulisan (Alkitab Perjanjian Lama). Sebagai catatan di sini, cara Lembaga Alkitab Indonesia menterjemahkan dapat memberi kemungkinan yang lebih membahayakan, yaitu dengan adanya kata 'yang'; yaitu "segala tulisan yang diilhamkan Allah". Kata ini dapat memberi pengertian bahwa ada tulisan yang tidak diilhamkan Allah. Memang beberapa ahli theologia berpandangan demikian.

Cara manakah penterjemahan yang paling tepat? Erickson benar ketika dia menyimpulkan bahwa dari konteksnya kita tidak dapat menyimpulkan apa yang sesungguhnya yang mau disampaikan oleh rasul Paulus. Di pihak lain, penterjemahan yang memberi peluang untuk mengerti bahwa ada tulisan yang tidak diilhamkan Allah telah ditolak dengan tegas oleh Prof. Marshall. Dia menulis,
"… This suggestion can be confidently rejected, since no New Testament writer would have conceived of the possibility of a book being
classified as Scripture and yet as not being inspired by God". (Pandangan yang mengatakan bahwa ada tulisan yang tidak diilhami Allah harus ditolak dengan tegas. Karena tidak ada Penulis Perjanjian Baru yang berpandangan adanya kitab yang dapat dimasukkan dalam kanon Kitab Suci tetapi sesungguhnya kitab itu tidak diilhami oleh Allah).

Karena itu, meskipun konteks tidak memastikan cara penterjemahan yang harus diambil (apa yang sesungguhnya maksud rasul Paulus), tetapi dari sikap Penulis-penulis Perjanjian Baru dalam memperlakukan Perjanjian Lama, dapat kita simpulkan bahwa Alkitab Perjanjian Lama, seluruhnya adalah diilhami Allah. Hal itulah yang kita lihat dari II Pet.1:19-21; Yoh.10:34-35; Luk.24:44-45.
Sekarang pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah, dapatkah pengertian tersebut di atas juga diterapkan untuk Alkitab Perjanjian Baru? Jawaban kita, dapat. Sebagaimana Erickson juga menulis: "It should be clear that these New Testament Writers regarded the Scriptures as being extended from the prophetic period to their own time" (Adalah jelas bahwa
Penulis-penulis Perjanjian Baru melihat Kitab Suci yaitu mulai dari periode Nabi-nabi Perjanjian Lama sampai ke zaman mereka). Sebenarnya, apa yang dikatakan oleh rasul Paulus pada II Tim.3:16 menjadi semakin jelas dari tulisan rasul Petrus pada II Pet.1:19-21. Sebagaimana Warfield menulis: "In that case, what Peter has to say of this 'every prophecy of Scripture' -the exact equivalent …in this case of Paul's 'every Scripture' (II Tim.3:16) - applies to the whole Scripture in all its parts".

Beberapa Teori Pengilhaman
Pertama-tama perlu ditegaskan di sini, bahwa teori pengilhaman bukanlah merupakan hal yang sederhana. Marilah

kita melihat beberapa teori di bawah ini.

Pertama, teori intuisi
Menurut teori ini, pengilhaman adalah semacam penglihatan yang amat tajam. Karena itu, Penulis-penulis dilihat sebagai seniman yang memiliki kemampuan berimajinasi atau mengembangkan perasaannya, sehingga mereka dianggap genius-genius dalam keagamaan.

Kedua, teori iluminasi (Pencerahan)
Teori ini mengakui keterlibatan Roh Kudus dalam diri Penulis-penulis Alkitab, tetapi keterlibatanNya hanya sebatas meningkatkan kemampuan normal mereka.

Ketiga, teori dinamis
Teori ini menekankan keterlibatan kedua pribadi yaitu Allah dan manusia dalam pengilhaman dan penulisan Alkitab. Roh Kudus dilihat sebagai pengarah ide atau konsep yang akan dituliskan. Tetapi membiarkan Penulis-penulis tersebut sepenuhnya mengembangkan kepribadiannya dalam memilih kata dan cara pengungkapannya.

Keempat, teori verbal
Teori ini menegaskan bahwa Roh Kudus tidak sekedar mengarahkan ide atau konsep sesuatu yang akan ditulis, tetapi melebihi itu, termasuk dalam pemilihan kata-kata. Jadi, keterlibatan Roh Kudus begitu penuh sehingga setiap kata adalah merupakan kata sesungguhnya yang Allah inginkan dalam menuliskan pesan Allah. Namun pandangan ini tidak sama dengan dikte.

Kelima, teori dikte.
Teori ini mengajarkan bahwa Allah sesungguhnya mendiktekan seluruh isi Alkitab kepada para Penulis Alkitab. Jadi bagaikan seorang guru kepada murid-muridnya, di mana guru tersebut mendiktekan kata demi kata yang kemudian dicatat oleh murid-muridnya. Demikianlah Alkitab didiktekan oleh Allah kepada para Penulis.

J.I Packer menegaskan bahwa inspirasi mengambil beberapa bentuk:

Pertama, a dualistic inspiration
Di dalam bentuk ini, penerima wahyu tetap dalam keadaan sadar akan perbedaan dirinya sebagai pendengar dan penulis wahyu dengan Allah sebagai Pembicara. Hasil dari komunikasi seperti ini adalah nubuatan nubuatan dalam Perjanjian Lama dan penglihatan-penglihatan yang diwahyukan kepada Daniel dan Yohanes di Pulau Patmos.

Kedua, lyric inspiration
Di sini pengilhaman Allah menyatu dengan proses pembentukan mental dan konsenterasi Penulis. Hasil dari inspirasi ini adalah kitab Mazmur, Amsal dan beberapa kitab Ayub serta beberapa bentuk doa dalam Alkitab.

Ketiga, organic ispiration
Bentuk inspirasi seperti ini menghasilkan kitab-kitab sejarah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, surat-surat rasuli dan kitab-kitab Amsal dan Pengkhotbah.

Dari berbagai teori tersebut di atas, kita melihat betapa tidak sederhananya teori pengilhaman tersebut. Karena itu, kita sulit
memastikan pandangan mana yang benar. Kembali kepada apa yang telah ditegaskan oleh Dr. I.H. Marshall di atas, doktrin pengilhaman tidaklah menjelaskan bagaimana sesungguhnya Allah menjadikan Alkitab tersebut.
Melihat berbagai bentuk teks Alkitab, barangkali J.I. Packer lebih mendekati kebenaran.

Walaupun kita tidak tahu secara tepat tentang proses pengilhaman tersebut, satu hal dapat dipastikan yaitu bahwa Alkitab tersebut
bersumber dari Allah. Alkitab tersebut adalah hasil karya Allah yang seharusnya kita syukuri keberadaannya. Karena itu, kita akan membacanya dengan segenap hati serta berambisi untuk mentaatinya dalam hidup sehari-hari.

3. Akibat Pengilhaman

Di atas, kita telah melihat berbagai teori pengilhaman Alkitab. Sesungguhnya sikap dan keyakinan kita terhadap pengilhaman
Alkitab tersebut sangat penting. Karena hal itu akan mempengaruhi sikap kita selanjutnya terhadap Alkitab tersebut.
Apa maknanya bahwa Alkitab diilhami Allah? Jika kita sungguh percaya bahwa Alkitab sungguh-sungguh diilhami Allah -terlepas
dari bentuk atau teori mana yang kita terapkan dari berbagai teori tersebut di atas- dan jika kita percaya serta menerima
akan keterlibatan Roh Kudus secara penuh mengontrol dan memimpin para Penulis Alkitab, maka kita dapat menyimpulkan hal-hal
penting berikut ini:

a. Inspirasi dan kanon
F.F. Bruce menegaskan bahwa selama berabad-abad inspirasi dan kanon Alkitab telah begitu menyatu dalam pemikiran Kristen.
Karena itu, Bruce menulis: "… books are included in the canon, it isbelieved, because they were inspired". (Kitab-kitab dimasukkan ke dalam kanon Alkitab karena dipercayai bahwa kitab-kitab itu diilhami oleh Allah).
Sebenarnya, adanya kenyataan bahwa kitab-kitab Perjanjian Baru kemudian dimasukkan atau digabungkan dengan Alkitab Perjanjian Lama sebagai bagian dari "segala tulisan" (II Tim.3:16), secara wajar dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab Perjanjian
Baru tersebut adalah diilhami oleh Allah. Bruce juga menegaskan, "That they were (and are) so inspired is not to be denied".
Demikian juga, Packer menulis: "God gave us the New Testament canon, by inspiring the individual books that make it up".
(Allah memberikan kepada kita kanon Kitab Suci, dengan mengilhami tiap-tiap Kitab yang membentuk Kitab Suci tersebut).

b. Inspirasi dan kesatuan
Bicara soal kesatuan Alkitab ini, menarik sekali apa yang ditegaskan oleh Karl Barth, bahwa hanya dalam kesatuan inilah
kesaksian Alkitab adalah kesaksian dari wahyu Allah. Demikian juga, Millard Erickson menyimpulkan bahwa kesaksian yang menyatu dari Penulis-penulis Alkitab menunjukkan bahwa Alkitab berasal dari Allah. Hal ini menurutnya menunjukkan fakta yang kuat dari adanya keterlibatan Allah mengilhami Alkitab tersebut.

c. Inspirasi dan infallability serta inerrancy
Apa yang dimaksud dengan infallibility dan inerrancy Alkitab? Infallibility berhubungan dengan pesan Alkitab, bahwa Alkitab
tidak Akan menyesatkan pembacanya, sedangkan inerrancy menegaskan tentang Ketepatan sumber Alkitab tersebut. Kedua hal tersebut sangat penting. Karena itulah Packer berpendapat bahwa penolakan

terhadap tuduhan yang diberikan terhadap Alkitab, yaitu bahwa Alkitab memberi pernyataan-pernyataan yang salah, telah menjadi
ciri-ciri kaum Injili. Dia menulis, "As soon as you confict Scripture of making the smallest mistakes, you start to abandon
both the biblical understanding of biblical inspiration and also the systematic functioning of the Bible as the organ of God's
authority, his rightful and effective rule over His people's faith and life". (Segera Anda yakin bahwa Kitab Suci membuat
kesalahan-kesalahan terkecil maka Anda akan mulai meninggalkan pandangan Alkitabiah tentang pengilhaman Alkitab serta fungsi
Alkitab sebagai alat Allah yang berotoritas, kebenaran dan kuasanya atas iman dan hidup umatNya).

Kami setuju kepada pandangan bahwa inspirasi mencakup infallibility dan inerrancy (Nanti akan kita lihat di akhir artikel ini
berbagai macam inerrancy). Jadi, alasan kita untuk menerima infallibility dan inerrancy Alkitab adalah karena Alkitab diilhami oleh Allah. Martin Luther, sang reformator telah menegaskan ketidakbersalahan Alkitab ketika dia menghubungkan Alkitab
dengan bapak-bapak gereja. Dia menegaskan: "I am ready to trust them, only when they give me evidence
for their opinion from Scripture which has never erred". (Saya bersedia mempercayai mereka hanya jika mereka memberikan
kepada saya bukti terhadap pendapat mereka dari Kitab Suci, yang tidak pernah bersalah)

d. Inspirasi dan sikap dapat dipercaya

Bagi mereka yang menerima ketidakbersalahan Alkitab, baik dari segi pesannya (infallibility) dan ketepatan sumbernya (inerrancy),
otomatis akan menerima sifat Alkitab yang sepenuhnya dapat dipercaya (trustwothiness of the Bible). Mereka bahkan membela
sifat ketidakbersalahan Alkitab tersebut agar sifat dapat dipercaya ini dapat ditegakkan.

Menarik sekali mengamati pandangan tsb di atas, yg diberikan oleh para ahli kelas dunia, seperti J.I. Packer, seorang professor dan
lulusan dari sebuah universitas terkemuka di dunia, yaitu Universitas Oxford. Dengan demikian kita bisa menegaskan bahwa
pandangan yg Injili tsb di atas, tidak dikatakan oleh seorang yg bodoh, yang 'hanya' percaya kepada apa yang dituliskan
dalam Alkitab. Di pihak lain, jangan dikira bahwa mereka yang menolak pandangan seperti itu adalah orang pintar. Sebaliknya, cukupbanyak orang yang sesungguhnya bodoh dan masih dalam tahap pemula dalam belajar teologia, namun sudah memberikan pandangan yg merendahkan Alkitab. Kita meyakini bahwa keempat hal tersebut di atas merupakan kebenaran yang sangat penting yang harus kita pegang teguh. Dengan demikian, kita akan semakin menghargai dan mempercayai Alkitab serta berambisi untuk melakukan ajaran dan perintahnya dalam hidup kita. Karena itu, marilah kita dengarkan seruan

Rasul Yakobus berikut:
"Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna yaitu hukum yang memerdekakan

orang dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya" (Yak.1:25).
(bersambung)

INFALLIBILITY DAN INERRANCY ALKITAB (11-13 SELESAI)

.

Kita telah melihat bahwa infallibility Alkitab berkaitan dengan pesan Alkitab, bahwa Alkitab tidak akan menyesatkan pembacanya, sedangkan inerrancy berkaitan dengan ketepatan sumber Alkitab tersebut. Pada umumnya kaum Injili menerima kedua hal tersebut. Tetapi ada juga yang hanya menerima infallibility Alkitab dan menolak sifat inerrancynya. Ada juga yang menolak keduanya. Sebagai contoh, Karl Barth menolak kedua sifat tersebut. Bagi Barth, Alkitab ditulis oleh manusia yang bersifat salah. To err is human, demikian penegasan Barth. Karena itu, tidak terkecuali dengan Penulis-penulis Alkitab, mereka juga tidak luput dari
kesalahan ketika menuliskan Alkitab tersebut. Di sisi lain, ada juga yang tidak mau menggunakan kedua istilah tersebut di atas. Mereka memberi istilah lain yaitu the trustworthiness of the Bible (Sifat Alkitab yang layak dipercaya). Karena menurut kelompok ini, dengan mengatakan Alkitab adalah Firman Allah, sudah cukup dengan mengakuinya sepenuhnya layak dipercaya. Mereka menolak istilah tersebut di atas karena menurut mereka, hal itu berbau ilmiah, sedangkan bahasa Alkitab bukanlah selamanya disampaikan dengan bahasa ilmiah. Karena itu, Alkitab tidak boleh dipaksa menyatakan kebenarannya dengan cara-cara ilmiah. Hal tersebut sama seperti karya sastra yang tidak boleh dibaca atau dimengerti dengan pendekatan matematik. Telah kita sebutkan di atas bahwa umumnya kaum injili menerima infallibility dan inerrancy Alkitab. Tetapi ada juga kaum injili yang menerima yang pertama dan menolak sifat yang kedua. Mengapa? Karena menurut mereka mengatakan bahwa Alkitab tidak memberi pesan yang
menyesatkan, itu pasti dan jelas. Namun, mengatakan bahwa Alkitab tidak bersalah dalam segala hal ditinjau dari segi apapun, termasuk dari hal ilmiah, akan menimbulkan masalah. Karena itu, kelompok yang menerima inerrancy Alkitabpun masih memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah tersebut. Karena itu, kita akan melanjutkan dengan berbagai macam pandangan tentang inerrancy Alkitab.

1. Beberapa Macam Inerrancy
Sebagaimana telah kita ihat di atas, teori pengilhaman Alkitab bukanlah sesuatu yang sederhana. Demikian juga dengan inerrancy. Karena itu, Millard J. Erickson membagi inerrancy menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Absolute inerrancy
Kelompok ini percaya bahwa Alkitab sepenuhnya benar dalam segala hal, termasuk dalam hal-hal ilmiah dan sejarah. Jadi kalau Alkitab menulis tentara yang mengikuti Gideon sebanyak 32000 orang (Hak.7:3), maka memang angka tersebut persis demikian.
Sepertinya kelompok ini, percaya bahwa Penulis-penulis Alkitab memang bermaksud untuk menuliskan hal-hal yang berbau ilmiah dan sejarah secara persis. Nampaknya, kelompok ini dalam membela kebenaran dan ketidakbersalahan Alkitab telah melakukan kesalahan, yaitu dengan mencoba mengerti Alkitab dengan kacamata yang berbeda dari Penulis-penulisnya. Apakah memang maksud Penulis Alkitab sampai setepat (sepersis) itu? Apakah pembaca Alkitab pada zaman itu telah menuntut
ketepatan seperti itu?

Ada yang berpandangan bahwa istilah dan cara penyampaian Alkitab yang ditulis dalam zaman primitif tidak boleh dimengerti dengan cara kita yang hidup di zaman modern. Bagi kami, sebenarnya permasalahannya bukan saja soal apakah yang satu zaman primitif dan yang lain zaman modern, tetapi soal gaya bahasa. Pada saat inipun kita sering membaca laporan dengan gaya bahasa Alkitab, meskipun kita hidup dalam zaman modern, di mana semuanya ingin diilmiahkan. Sebagai contoh, kita misalnya membaca
laporan bahwa kebaktian kebangunan rohani di gereja X dihadiri sebanyak 3000 orang tiap malam. Pertanyaan kita adalah, apa artinya angka tersebut? Apakah itu berarti bahwa yang hadir persis 3000 orang, tidak kurang dan tidak lebih? Itukah sesungguhnya yang dimaksud oleh laporan tersebut? Kalau tidak persis demikian, salahkah laporan tersebut? Tentu tidak. Karena yang dimaksud di sana adalah bahwa yang hadir sekitar 3000 orang. Contoh lain lagi, jarak antara Jakarta- Bogor adalah 60 Km. Persiskah 60 Km? Tidak kurang, dan tidak lebih sekian meter dan sekian cm?

b. Full inerrancy
Kelompok ini sama dengan kelompok di atas dalam hal pengakuan bahwa Alkitab sepenuhnya benar, khususnya dalam hal yang menyangkut theologia dan hal-hal rohani. Mereka ini mengakui bahwa sekalipun tujuan utama Penulis-penulis Alkitab bukanlah menyodorkan data-data ilmiah dan sejarah, namun dalam hal inipun Alkitab benar. Perbedaan kelompok ini dengan kelompok di atas adalah dalam hal bagaimana mereka mengerti hal-hal yang berkaitan dengan ilmiah dan sejarah. Bagi kelompok ini,
hal-hal tersebut bersifat fenomenal, yaitu memberikan gambaran atau perkiraan. Jadi, tidak harus persis demikian, kecuali memang Penulis Alkitab tersebut bermaksud memberikan hal yang persis, bukan perkiraan atau gambaran. Karena itu, kelompok ini mengatakan, "What they teach is essentially correct in the way they teach it".

Nampaknya, pandangan inilah yang dianut oleh banyak ahli dari kaum Injili, termasuk dianut oleh Millard Erickson. Ini jugalah yang
dinyatakan oleh beberapa sekolah theologia Injili. Sebagai contoh, Trinity Evangelical Divinity School, Illinois, menulis dalam katalognya: "We believe the Scriptures, both Old and New Testaments, to be the inspired Word of God, without error in the original writings, the complete revelation of His Will for the salvation of men, and the Divine and final authority for all Christian faith and life. (Kami percaya bahwa Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, adalah Firman Allah yang diilhami Allah, tanpa kesalahan dalam naskah-naskah aslinya, wahyu yang sempurna yang menyatakan kehendakNya untuk keselamatan manusia, bersifat ilahi dan merupakan otoritas terakhir bagi seluruh iman dankehidupan Kristen).

c. Limited inerrancy
Kelompok ini berpendapat bahwa ketidakbersalahan Alkitab adalah yang berkaitan dengan ajaran keselamatan orang berdosa. Bagi mereka ini, Penulis-penulis Alkitab ketika menulis hal-hal yang bersifat ilmiah dan sejarah mencerminkan pengertian mereka waktu itu. Mereka ini tunduk kepada keterbatasan mereka ketika menulis Alkitab. Jadi, adanya wahyu dan pengilhaman tidak membuat Penulis-penulis Alkitab melampaui kemampuan normal mereka. Allah tidak mewahyukan hal-hal ilmiah dan sejarah kepada Penulis Alkitab. Jadi mereka memang bisa salah dalam hal-hal itu. Namun tidak boleh dikatakan Alkitab bersalah, karena Alkitab tidak mengajarkan itu. Kelompok ini menegaskan bahwa untuk segala hal yang diajarkan Alkitab, Alkitab sungguh benar. Pandangan ini nampaknya terlalu menekankan satu sisi dari penulisan Alkitab, yaitu unsur manusianya, dan melupakan unsur ilahinya, yaitu
keterlibatan Allah dalam penulisan Alkitab. Kenyataan menunjukkan bahwa ketika kita membaca Alkitab, kita tidak hanya melihat unsur manusianya, meskipun hal itu ada. Namun kita juga melihat unsur ilahi di dalamnya. Sebagai contoh, bagaimanakah Yesaya dapat menuliskan bahwa bumi ini bulat (Yes.40:22) kalau dia hanya menulis berdasarkan kemampuannya saja? Bagaimanakah rasul Petrus, yang sebenarnya hanya seorang nelayan yang kurang berpendidikan dapat membingungkan manusia dan pemimpin agama di zamannya? Marilah kita perhatikan fakta yang ditulis berikut: "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka." (Kis.4:13).

Sebagai catatan, kata "tidak terpelajar" dalam bahasa Yunani adalah agrammatoi kai idiotai. Bagaimanakah kita menjelaskan kenyataan bahwa rasul Petrus adalah seorang "idiotai", namun dapat menulis seperti surat-suratnya, di mana para ahli saat inipun tetap merasa kurang mampu sepenuhnya memahami tulisannya?

d. Inerrancy of purpose
Menurut kelompok ini, Alkitab tidak bersalah dalam arti Alkitab menggenapkan tujuannya. Wahyu yang dinyatakan dalam Alkitab adalah untuk membawa manusia kepada persekutuan dengan Allah. Jadi Alkitab bukan sekedar mengkomunikasikan dalil-dalil kebenaran. Karena itu, dalam hal ini, Alkitab secara effektif telah mencapai tujuannya. Pandangan ini juga lemah, sebab dalam kenyataannya, tujuan Alkitab tidak hanya membangkitkan emosi dan kemauan manusia agar datang kepada Allah. Alkitab juga memberi pengertian kepada para pembacanya. Dan lagi, bukankah tujuan sangat dipengaruhi juga oleh apa yang dikomunikasikan?
Kalau kita meragukan isi dari apa yang dikomunikasikan tersebut, apakah hal itu mencapai tujuannya?

2. Terdapat Kesalahan?
Memang benar, kepercayaan kepada inerrancy Alkitab bukanlah ajaran Alkitab itu sendiri. Keyakinan ini sebenarnya merupakan akibat wajar dari doktrin pengilhaman Alkitab, yaitu bahwa Alkitab itu diilhami oleh Allah. Kita sudah mengatakan di atas bahwa tidak ada penjelasan bagaimana proses pengilhaman itu terjadi. Alkitab hanya mengatakan bahwa

INFALLIBILITY DAN INERRANCY ALKITAB (11-13 SELESAI)

Hal : 2

.

"segala tulisan diilhami Allah". Lalu bagaimana dengan fenomena adanya kesalahan dalam Alkitab? Bagaimana kita menjelaskan adanya perbedaan keempat Injil? Sebagai contoh adalah Mark.6:8 dan Mat.10:9-10. Menurut Markus, Yesus memerintahkan murid-muridNya untuk membawa tongkat. Tetapi menurut Matius, Yesus melarang mereka untuk membawa tongkat. Lalu bagaimana kita menjelaskan adanya perbedaan angka-angka dalam Alkitab? Sebagai contoh, 2 Sam.10:18 ada 700 kereta berkuda, sedangkan menurut kitab paralelnya, 1 Taw.19:18 ada 7000. Untuk mengatasi masalah ini theolog-theolog yang setia kepada Alkitab mencoba memberi jalan keluar.

Pertama, pendekatan abstrak.
Pendekatan ini diwakili oleh B.B. Warfield. Dia mengakui terdapat kesulitan dalam Alkitab, di mana dia telah berusaha untuk memecahkan sebagian dari kesulitan tersebut. Namun demikian, dia berpendapat bahwa tidak semua kesulitan dan yang hal dianggap kesalahan tersebut harus dijelaskan. Bagi Warfield, kenyataan bahwa Alkitab diilhami oleh Allah -dan sebagai akibat wajarnya adalah ketidakbersalahan Alkitab (inerrancy)- telah cukup bagi kita. Maka adanya kesulitan tersebut tidak boleh melenyapkan ketidakbersalahan Allah.

Kedua, pendekatan harmonis.
Cara ini diwakili oleh Edward J. Young. Kelompok ini juga menerima inerrancy Alkitab berdasarkan keyakinan bahwa Alkitab diilhami oleh Allah. Mereka ini menegaskan bahwa segala kesulitan yang nampak itu dapat dijelaskan. Karena itu, dengan segala cara kelompok ini mengharmoniskan kesulitan-kesulitan tersebut. Segala usaha untuk mengharmoniskan tersebut nampaknya terlalu dipaksakan sehingga menjadi kurang wajar.

Ketiga, pendekatan moderat-harmonis.
Metode ini mengikuti pendekatan harmonis dalam batas-batas tertentu. Segala kesulitan diakui dan dicoba untuk dijelaskan sedapat mungkin. Namun mereka ini sadar bahwa belum tentu segala kesulitan dapat diselesaikan seketika itu juga. Karena itu, mereka menghindari jawaban yang bersifat prematur. Kelompok ini memiliki keyakinan bahwa segala kesulitan dalam Alkitab akan dapat diselesaikan sekiranya data-data yang hilang dalam sejarah dapat ditemukan kembali. Atau jikalau kesulitan itu bukan karena kurangnya informasi -karena hilangnya data- maka kelak hal itu akan dapat diselesaikan seiring dengan perkembangan arkeologi dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya.

Keempat, pendekatan naskah asli.
Menurut metode ini, seluruh kesulitan timbul karena kita tidak memiliki naskah asli Alkitab, tapi hanya salinannya. Jadi jika dipaksa untuk menjelaskan seluruh kesulitan tersebut, boleh saja, asal diberikan naskah asli Alkitab, demikian jawaban kelompok ini. Mereka ini berpendapat bahwa kesalahan yang didapati dalam Alkitab seringkali akibat kelemahan salinannya. Jadi perbedaan angka-angka dalam Alkitab, sebagaimana disebutkan di atas, antara 700 dan 7000 kereta kuda, seringkali akibat kesalahan penyalinan, bukan pada naskah asli yang diilhami oleh Allah tersebut.

Kelima, Alkitab memang memiliki kesalahan.
Kelompok ini menegaskan bahwa Alkitab memang mengadung kesalahan. Jadi, daripada terus berusaha untuk menyingkirkan kesulitan-kesulitan yang nampak tersebut, lebih baik menerimanya, apa adanya. Karena itu, doktrin pengilhaman yang dimengerti menghasilkan inerrancy Alkitab harus ditinjau kembali, demikian penegasan kelompok ini.

Setelah melihat kelima pendekatan tersebut di atas, kembali kita diperhadapkan kepada kesulitan untuk memutuskan yang mana dari kelima pendekatan tersebut adalah pendekatan yang benar. Namun demikian, dari seluruh pendekatan tersebut di atas, kelihatannya pendekatan moderat-harmonis yang lebih memuaskan. Alasannya adalah kerena pendekatan moderat-harmonis ini, di satu pihak mengakui adanya kesulitan dalam Alkitab; karena itu, mereka telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencari jawabannya. Tapi di pihak lain, metode tersebut melihat dan mengakui adanya keterbatasan dalam menjelaskan seluruh kesulitan
tersebut. Tentu ini adalah hal yang wajar, khususnya ketika kita mengingat bahwa Alkitab adalah kitab yang memiliki jarak dan tenggang waktu yang begitu lama dengan kita. Tenggang waktu paling singkat adalah sekitar 2000 tahun! Sudah merupakan fakta yang tidak dapat disangkal bahwa semakin jauh jarak waktu antara pembaca dan tulisan yang dibaca, maka semakin sulit pula untuk mengerti. Itulah sebabnya dalam sekolah theologia, diberikan pelajaran hermeneutik, yaitu ilmu untuk menafsirkan
Alkitab. Dalam pelajaran ini kita disadarkan bahwa pekerjaan menafsir Kitab Suci bukanlah hal yang mudah. Karena untuk itu, kita harus melihatberbagai faktor sebelum menafsirkan teks yang dibaca tersebut. Termasuk di sini adalah kemampuan dalam mengerti tata bahasa, konteks penulis, konteks lingkungan, latar belakang sosial budaya dan lain sebagainya.
Sayang sekali ada orang yang terlalu berani menafsirkan Kitab Suci tanpamemiliki ilmu tafsir yang memadai. Akibatnya, berbagai kekacauan ajaran yang akan timbul tidak bisa dielakkan!

Kita telah mencoba membahas berbagai pendekatan terhadap fenomena kesalahan yg kelihatannya ada di dalam Alkitab. Semua pendekatan tsb -kecuali pendekatan yang kelima- mencoba mencari jawaban atas adanya kesulitan serta fenomena kesalahan yg ditemukan di dalam Alkitab.

Selanjutnya, bagi mereka yg menerima inerrancy Alkitab, ada empat hal yang perlu diperhatikan di dalam memahami ketidakbersalahan Alkitab tsb.

Pertama, inerrancy harus dimengerti dari apa yg dinyatakan atau ditegaskan oleh Alkitab, jadi bukan sekedar apa yg dilaporkan. Sebagai contoh, kalau terdapat perbedaan antara silsilah Tuhan Yesus yang ditulis di dalam Injil Matius dan Lukas, itu tidak berarti bahwa Alkitab salah, yaitu Injil Mat atau Luk. Akan tetapi, perbedaan itu harus dilihat dari apa yang mau dinyatakan atau disampaikan oleh kedua Injil tsb, yakni bahwa Yesus sungguh2 memiliki silsilah yang jelas, yang dpt ditelusuri sampai kepada nabi Daud, bapak leluhur Yesus secara jasmani. Dengan demikian, janji Allah kepada Daud, bahwa Dia akan membangun takhta yang kekal melalui keturunannya telah digenapi.

Kedua, kita harus melihat kebenaran Alkitab dalam konteks budaya di mana Alkitab itu dituliskan. Kita tidak boleh memaksa Alkitab utk ditulis dengan metode dan budaya kita, tetapi harus mengertinya dalam budaya Alkitab itu sendiri. Jadi, kalau misalnya dalam budaya kita, segala sesuatu harus dinyatakan dengan angka dengan tingkat ketepatan yang sangat tinggi, tidak demikian dengan budaya Alkitab.

Ketiga, penegasan Alkitab adalah sepenuhnya benar jika dilihat dari tujuan penulisannya. Kembali kepada contoh tentara Gideon tersebut di atas, apakah salah kalau Alkitab menuliskan adanya 32000 tentara? Kemudian, setelah melalui proses seleksi yang Allah perintahkan kepada Gideon maka yang tinggal hanya 300? Tentu kalau dilihat dari tujuan penulisan Alkitab, yaitu yang memberikan ide atau angka perkiraan tentang jumlah tentara yang mengikuti Gideon, maka hal tsb adalah benar. Sekali lagi kita ambil contoh laporan yg kita temukan dalam bulletin sebuah gereja. Jika dikatakan bahwa yang hadir dalam sebuah kebaktian kebangunan rohani sebanyak 5000 orang, apakah memang jumlahnya persis demikian? Apakah jumlah itu merupakan perkiraan atau hasil sesungguhnya yaitu angka yang diperoleh dengan menggunakan counter, yaitu menghitung satu demi satu? Kembali kepada jumlah 32000, apakah jumlah tentara sebesar itu juga menggunakan counter atau sejenisnya?

Keempat, kalau kesulitan dalam Alkitab tdk dpt dijelaskan, maka hal itu tdk berarti terdapat kesalahan. Rasul Petrus juga mengakui bahwa dalam tulisan rasul Paulus ada hal-hal yg sukar dipahami (2Pet.3:16). Namun, Petrus tdk melihat hal itu sebagai kesalahan. Dmkn juga seharusnya sikap kita.

Kami seringkali membaca buku2 tafsiran yg ditulis oleh para ahli theologia. Setelah mereka mencoba menjelaskan ayat-ayat yang sulit, mk seringkali mereka menutup dgn kalimat spt berikut: "Kalau argumentasi kita tsb di atas benar, mk kita dpt menyimpulkan..." Dengan demikian, kita melihat bhw meskioun mrk ahli theologia, mrk tdk memutlakkan pandangan mrk. Mrk bahkan seringkali secara jelas mengatakan bhw ayat tsb sulit ditafsirkan. Mrk mengakui adanya data-data yg kurang utk dpt memberikan tafsiran yg cukup pasti. Mrk juga mengakui bhw jarak yg jauh antara mrk dengan wkt penulisan Alkitab menjadi faktor yg mempersulit penafsiran.

Demikianlah kiranya kita, juga dijauhkan dari sikap memutlakkan diri di satu sisi, dan juga tdk memutarbalikkan sesuatu yang tdk kita pahami dgn kemampuan spekulasi kita. Hal itu telah ditegaskan rasul Petrus ketika dia menulis:
"Anggaplah kesabaran Tuhan kita sbg kesempatan bagimu utk beroleh selamat, spt juga Paulus, saudara kita yg kekasih, telah menulis kepadamu... Hal itu dibuatnya dlm semua suratnya, apabila ia berbicara ttg perkara2 ini. Dalam surat2nya itu ada hal-hal

yg sukar dipahami, shg orang2 yg tdk memahaminya dan yg tdk teguh imannya memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mrk sendiri" (2 Pet.3:15-16).
(Selesai)

http://www.perkantasjkt.org/ArticleDetail.asp?id=85&Page=2


TUHAN SAYANG PA TORANG

TUHAN SO PILIH